Share

Air Mata

Penulis: Dwimarta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-03 18:45:26

Wina terkejut mendengar perkataan ayahnya. Air mata seakan tak pernah habis menguras emosinya sedari tadi. Seketika rumah ini menjadi tempat yang asing. Ia langsung mengambil tas tanpa sepengetahuan orang tuanya. 

Di depan rumah, ia bertemu dengan Ria yang masih bermain bersama anaknya, Asya, di taman.

"Mau ke mana, Win?" tanya Ria mendekat, langsung terburu menggendong Asya.

"Aku balik kos, Kak." Wina langsung mencium pipi Asya. Sebenarnya ia masih kangen dengan keponakannya ini, tapi sikap ayahnya benar-benar di luar harapan. 

Melihat tantenya akan pulang, anak kecil berumur tiga tahun itu langsung memeluknya.

"Balik kos? Hei, cerita ada apa?" Ria benar-benar kaget dengan jawaban adiknya. Ia menduga pasti ada sesuatu yang pelik. Ada masalah antara Wina dan ayah.

"Sudah, Kak. Aku tak sanggup menghadapi ayah. Lebih baik aku yang mengalah." Wina mencium Asya sekali lagi dan bergegas menjauh.

"Win, tunggu, Win!" panggil Ria.

Terlambat, Wina melangkah cepat dan langsung mencegat ojek online yang lewat. Rasa sakit atas perkataan ayahnya sudah menjalar di hati.

Asya menangis di gendongan Ria. Wulan tergopoh-gopoh dari dalam mendengar tangisan cucunya.

"Kenapa Asya? Lho, Wina mana?"

"Justru aku yang harus tanya sama Ibu. Wina kenapa pergi lagi?" protes Ria. 

"Ealah Nduk, Nduuk! Kenapa tidak kau cegah adikmu?" 

"Dia langsung naik ojek yang lewat, Bu!" Ria semakin yakin ada yang tidak beres dengan masalah Wina.

Wulan hanya bisa mengelus dada. Ia tak menyangka Fahri sedemikian marahnya pada putri mereka. Ia paham, Wina adalah anak yang diharapkan mampu menjunjung nama keluarga. Suaminya ingin putri keduanya mendapat suami yang tepat. 

Sebenarnya sudah lama Fahri mengeluh tentang sikap Dewa. Tapi itu sebatas perbincangan dengan dirinya. Setelah semakin lama, dirasa Dewa belum berubah dan belum lulus kuliah, maka Fahri ingin menawari pekerjaan agar calon suami Wina itu termotivasi segera lulus dan nantinya bisa tenang dalam berumah tangga. Wulan tak sepenuhnya menyalahkan niat Fahri, tapi penerimaan Dewa sekaligus posisi Wina saat ini, menunjang semua menjadi salah paham.

"Nduk, bantu ibu nanti atau besok merayu ayahmu. Nanti ibu akan cerita padamu."

Wulan langsung mengambil alih menggendong Asya yang masih menangis. 

Ria hanya sanggup menggeleng-gelengkan kepala, tak percaya akan kejadian hari ini.

***

Wina tak henti menangis di dalam bus. Saputangan ia tutupkan ke wajah, agar tak satupun orang di dalam bus tahu kesedihannya. Ucapan Fahri masih terngiang jelas di telinga. Menghela napas panjang, ia merasa hidupnya kini tak lagi sesederhana dulu. 

Kini dirinya harus menghadapi persoalan baru yang pelik. Restu orang tua, persoalan cinta, pekerjaan, benar-benar menggerus hatinya. Begitu turun dari bus, ia menyempatkan membeli beberapa cemilan di toko. Rencana, sesampainya di kos akan langsung tidur, agar sejenak melupakan persoalan yang ada.

Sesampainya di kos, ia harus menarik napas panjang sebelum memasukkan anak kunci. Sekarang hanya tempat berukuran tiga kali tiga meter ini menjadi rumah ternyaman baginya.

"Kak! Sudah pulang? Kok cepat?" tanya anak kos yang tadi pagi menyapanya, mendekat.

"Iya, Dek. Ini buat kamu," sahut Wina sambil mengulurkan satu kantong cemilan. Sementara cemilan untuknya sendiri tergantung di tangan satunya.

"Wah, banyak sekali?"

"Kamu bagilah ke teman-teman yang lain," ucap Wina.

"Siaappp!" Ia langsung berlari ke kamar penghuni kos yang lain.

Wina tersenyum singkat dan langsung membuka pintu kamar. Wangi parfum saat meninggalkan kamar tadi pagi, masih samar tercium.

Setelah meletakkan tas, ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ingin rasanya kesegaran air bisa menghilangkan kesedihannya, tapi ... nihil. Tangisnya malah semakin menjadi. Kini ia bisa bebas menangis sepuasnya, tak tersekat oleh penglihatan dan pendengaran orang lain.

Wina benar-benar ingin tenggelam di pulau kapuk dan melupakan semua yang terjadi. Sehelai kain rumahan dipakainya untuk menemani tidur sembari memeluk guling kesayangan. Tak lama, ia terlelap dalam kelelahan.

***

Suara ketukan pintu terdengar. Wina terkejut bangun. Ketukan itu momennya bersamaan dengan mimpi buruk yang ia alami. Sambil mengusap keringat yang mengalir di kening, ia melihat jam di dinding. Sudah pukul setengah lima sore.

'Hampir tiga jam aku tidur! Siapa pula yang mengetuk pintu?'

Wina bangun perlahan. Rambutnya masih kusut masai. Ia melihat mukanya sekilas di cermin. Masih terlihat sembap. Bergegas membuka pintu. Ternyata, anak kos sebelah kamarnya. Suaranya serak menyapa, "Iya, Rin?"

"Win, ada Dewa tuh di bawah. Kamu tidur ya?"

Wina mengucek-ucek lagi matanya. Ia bertingkah seolah matanya benar-benar mengantuk, untuk menutupi sembapnya. Ia juga memastikan apa yang didengarnya tidak salah. Sepintas ia teringat janjinya pada Dewa, bahwa akan menyelesaikan masalah yang terjadi. Ia harus segera membuat keputusan dengan Dewa.

"Oke, Rin, makasih. Iya baru bangun nih. Aku akan salat dulu," jawab Wina.

"Oke."

Dewa menunggu di bangku panjang yang ada di teras. Hatinya cemas. Ia benar-benar membutuhkan komunikasi mengenai persoalan kemarin. Dirinya merasa Wina acuh pada masalah mereka. Ia tak bisa membiarkan hal ini berlarut-larut. 

"Hai, Wa," sapa Wina begitu muncul dari pintu dan langsung duduk di sebelah Dewa.

Dewa menoleh menatap wajah Wina. Matanya sembap. Ia tahu, kekasihnya habis menangis. Mata Wina tak bisa menipunya. Ia yang semula ingin marah, jadi menahan itu semua.

"Kau menangisi masalah kemarin?" tanya Dewa pelan.

"Apalagi." Jawaban singkat Wina sudah cukup bagi Dewa. Dugaannya, pasti ayah Wina sudah bicara sesuatu dengan anak kesayangannya ini.

"Ayahmu bilang apa?" Rasa penasaran menguasai Dewa.

"Jangan tanya ayahku. Justru kedatanganmu ke sini ada apa?" tanya Wina balik sambil mengulurkan cemilan yang ia bawa dari kamar.

"Kau tadi dari luar?" heran Dewa melihat isi cemilan yang biasanya dibeli dari toko oleh-oleh langganan mereka.

"Pulang tepatnya," sahut Wina pelan.

Dewa langsung memegang lengan Wina. Ia merasa ada yang tidak beres dengan mata kekasihnya itu. "Kau pulang? Katakan ada apa?" cecarnya.

Wina memejamkan mata. Air matanya langsung jatuh luruh. Sekarang ia merasakan dilema yang sangat besar sekaligus merasa jadi anak yang terbuang.

"Wa? Kamu ada pilihan wanita lain selain aku tidak?"

Dewa benar-benar terkejut. "Kau kenapa 'sih, Win?"

"Kalau ada wanita selain aku saat ini. Silakan kau jalan dengan dia dan tinggalkan aku," isak Wina.

"Kamu ngelantur. Apakah ayahmu tak menyetujui hubungan kita?" tuntut Dewa meminta penjelasan.

Wina mengangguk perlahan. 

"Sudah kutebak! Andaikan kamu kemarin mengabariku mau pulang, kita bisa menghadap beliau bersama," ucap Dewa.

Wina langsung menggigit bibirnya.

"Kalau begini, aku jadi jelas bagaimana keputusan ayahmu. Lalu kenapa kau ingin kita putus?" sambung Dewa. Ia menggapai telapak tangan Wina.

Melihat tangannya ada di genggaman Dewa, air mata Wina seketika tambah deras. Ia benar-benar bingung saat ini. Jujur ia masih mencintai lelaki ini.

"Aku ... aku tak kuat, Wa."

Dewa mencium punggung tangan Wina. "Aku yang akan selalu menguatkan kamu, Win. Tolong jangan katakan putus lagi," harapnya, mengusap air mata Wina.

"Jangan tinggalkan aku. Kalau kau ingin bahagia, aku akan mengabulkannya. Kita akan segera menikah," lanjut Dewa mantap.

Wina menoleh terkejut!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dicampakkan Suami Dicintai CEO   Pelabuhan Hati

    "Bagaimana kabarmu, Wina Santika?" Sapaan itu tanpa sadar membuat Wina perlahan bangun dari hamparan rumput. Matanya terpana melihat sosok yang lama tak dijumpainya. Di sudut matanya mulai terbit titik air. Bibirnya mengembang seraya bergetar. "Baik." Wina membalas canggung sapaan itu. "Kamu?""Seperti yang kau lihat. Aku sehat.""Bundaa, ayo kita pulang. Katanya kalau ada tamu, harus duduk di ruang tamu," ucap Kirei dengan cadelnya.Celotehan itu membuat dua insan yang mendengar tersenyum. Bagai mendapat perintah, Wina melangkah lebih dulu, lalu menengok sekilas ke belakang, meminta sosok pria itu untuk mengikutinya."Silakan duduk di dalam," tawar Wina mempersilakan tamu spesialnya begitu sampai di depan teras rumah."Pemandangan di sini sangat indah. Bolehkan aku duduk di bangku teras ini saja?" Sofa empuk di teras menghadap ke halaman yang penuh dengan berbagai macam tanaman bunga dan juga kolam ikan koi. Memberi kesejukan mata bagi siapapun yang memandangnya.Wina hanya bisa

  • Dicampakkan Suami Dicintai CEO   Setelah Sekian Lama

    Lima tahun kemudian.“Saya tidak dapat menjalankan rencana ini tanpa persetujuan Nona Besar, Tuan. Menunggu beliau pulang dari Kanada adalah solusi terbaik.” Ratih menghela napas panjang. Sudah berapa kali ia menolak permintaan yang dirasa tak patut dijalankan. Karena ia tahu siapa tuannya sebelum menikahi Nona Besar.“Jadi kamu mau membangkang lagi?!”“Bukan, Tuan. Tapi Nona Besar sudah berpesan berulang kali kalau segala sesuatu harus melalui izin beliau. Saya tak bisa membantahnya.”“Kauuu!” Dewa menutup percakapan di telepon dengan kasar.Sudah berbagai upaya dilakukan agar Ratih menurut padanya, tapi tak sedikit pun celah berpihak padanya. Sejak menikahi atasannya lima tahun lalu, Dewa merasa dirinya berada dalam aturan yang tak pernah sejalan dengan pemikirannya. Momen di mana Mona sering melewatkan waktu di luar negeri untuk menjalankan usaha, sebenarnya merupakan waktu yang apik baginya untuk ikut mengatur cabang lain demi mendapatkan benefit untuk dirinya sendiri. Tapi bagaik

  • Dicampakkan Suami Dicintai CEO   Suatu Permintaan

    Duduk di tepi pantai di dalam saung bambu beratapkan daun rumbia, menjadi pilihan Sagara makan siang bersama Wina. Menu ikan bakar, udang saus manis, cumi tepung krispi, dan dua buah kelapa muda, menerbitkan selera Wina tanpa bisa dicegah. Sagara sampai tak berkedip melihat kalapnya perempuan yang ngidam itu hampir menghabiskan porsi yang ada."Ga, ayo makan. Keburu abis," ajak Wina sambil terus mengunyah. Sama sekali tak terusik walau jarinya sudah belepotan sambal. Keringat mengalir pelan di keningnya. "Aku sudah kenyang lihat kamu makan," celetuk Sagara memilih minum kelapa muda. Tangannya mengambil tisu dan mengusap lembut kening Wina."Aku pesankan lagi ya menunya?" timpal Wina dengan raut muka bersalah karena sudah begitu kalapnya menghabiskan semua menu.Sagara tertawa renyah. "Nggak usah. Kamu tahu nggak, apa yang membuatku bahagia saat ini?" "Apa?""Anakmu ternyata satu selera sama aku," jawab Sagara, tersenyum lebar.Pipi Wina bersemu merah. Kepalanya menunduk demi mengal

  • Dicampakkan Suami Dicintai CEO   Alasan Istimewa

    "Apakah tak dipikirkan lagi keputusanmu, Nak?" tanya Fahri untuk kedua kalinya, saat putrinya sedang berkemas di dalam kamar.Wina yang sedang mengemasi baju ke dalam koper, berbalik dan tersenyum ke arah ayahnya. "Seperti yang kuutarakan kemarin, Yah. Aku tak mau nantinya jadi bahan gosip tetangga, yang akhirnya sampai ke telinga Ayah dan Ibu. Kehamilanku sudah masuk trimester dua, aku tak mau mereka menuduhku hamil di luar nikah. Atau bahkan, mengataiku wanita yang dicampakkan suaminya." Dengan berusaha tersenyum, kelihatan sekali bibir Wina menahan untuk tidak menangis. "Selain itu, aku takut omongan mereka nanti berimbas pada perkembangan anakku."Fahri hanya bisa tercenung, tak punya daya untuk mempertahankan putrinya di rumah ini. Apalagi kemarin Wina juga beralasan ingin mengembangkan usaha online-nya dengan mendirikan toko di kota asal mbak Siti, asisten toko Ria yang sudah menjadi anak buah Wina selama ini. Siti bahkan sudah pulang kampung lebih dulu demi mencarikan tempat k

  • Dicampakkan Suami Dicintai CEO   Mencair

    Fahri dan Wulan meraba bahwa apa yang didengarnya tidak salah. Lelaki yang sudah berani menikahi putrinya, ternyata meninggalkan begitu saja demi wanita lain? Sagara sebenarnya sungkan menjelaskan, tapi berusaha keras demi Wina. "Dewa telah menjalin cinta dengan atasannya. Dan Wina telah diusir dari rumah mertuanya.""Astaghfirullah." Tubuh Wulan menghempas ke sandaran kursi. Tak dapat membayangkan kesakitan yang dialami putrinya. Ia lalu memeluk Wina dengan penuh kasih sayang."Keluarga tak tahu diri!" geram Fahri bangkit dari kursinya.Sagara segera bangkit dan memegang pundak Fahri. "Sabar, Paman. Yang lebih penting sekarang adalah menyelamatkan kondisi Wina yang rapuh."Ucapan Sagara berhasil mengendurkan kemarahan Fahri. Tangis pun kini tumpah di wajahnya, merasa tak berdaya sebagai seorang ayah yang harusnya bisa melindungi putrinya. Perlahan ia berjalan ke arah Wina.Melihat ayahnya mendekat, Wina segera menyambut memeluknya. "Maafkan Wina, Ayah!"Fahri mengangguk dan mendekap

  • Dicampakkan Suami Dicintai CEO   Kejujuran

    Air muka Wina terlihat memohon pada Sagara. Usai mengucapkannya, rasa lara dan kehilangan sosok suami seperti menguap entah ke mana. Masa krisis tersakiti dalam hubungan rumah tangga, seolah perlahan mulai ia lewati.Sagara serius menatap Wina. "Kenapa kau tiba-tiba--""Ga, aku tak mungkin bersedih terus-menerus." Wajah Wina menunduk, lalu ia melanjutkan berkata, "Sebenarnya sudah lama aku tersakiti akan tingkah Dewa. Harusnya aku tersadar sejak awal. Janji dia tidak bisa dipercaya."Kejujuran yang menyakitkan telinga Sagara, membuatnya semakin paham akan derita Wina yang dipendam selama ini. Hatinya tambah menyumpahi lelaki itu. Benar kata Ali. Tak seharusnya ia berusaha mengakurkan hubungan Wina dan Dewa. Tidak ada gunanya. Bahkan akan semakin menyakiti perempuan di hadapannya."Bagaimana dengan rasa cintamu?" Sagara bertanya lagi, meski dalam hati ia merasa bodoh menanyakan hal itu. Tapi setidaknya dia bisa mengantongi perasaan Wina terhadap Dewa."Seharusnya sejak bau parfum wanit

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status