Share

Part 5. Jadi Ibu Susu

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2025-07-07 15:22:39

Part 5

"Ayo siap-siap!" ajak Anggun yang udah berganti baju.

"Sekarang?"

"Iya dong, Li! Kasihan bayi itu, pasti kelaperan," tukasnya sambil memoles wajahnya dengan bedak.

Berlian mengangguk dan segera bangkit .

Dengan langkah tergesa, Ia masuk ke kamar kecil dan berganti pakaian seadanya. Tangannya sempat bergetar saat merapikan kerudung. Sesekali ia menghela napas, menenangkan degup jantung yang berdetak cepat.

Di ruang depan, Anggun sudah siap dengan tas kecil berisi perlengkapan penting.

"Ayo, kita naik ojek online aja biar cepet. Aku udah catat alamatnya!"

***

Rumah mewah berarsitektur Eropa itu berdiri megah di ujung jalan kompleks elite. Pilar-pilar putih tinggi menjulang di depan bangunan berlantai dua, dikelilingi taman luas yang tertata rapi. Anggun dan Berlian berdiri terpaku di depan gerbang besi hitam yang menjulang, mulut keduanya sama-sama sedikit terbuka.

“Ya ampun, Nggun, ini rumah apa istana ya?” bisik Berlian kagum, matanya menyapu setiap sudut taman dan jendela kaca besar yang berkilau.

Anggun ikut menelan ludah. “Gila sih, aku kira rumahnya kayak rumah mewah biasa. Ternyata ini sangat mewah."

"Hmm, namanya juga konglomerat."

"Tapi ya udahlah, jangan minder. Yuk!”

Mereka berdua melangkah mendekat ke pos satpam yang terletak di samping gerbang utama. Seorang pria berseragam dengan wajah tegas segera berdiri menyambut.

“Mau ke mana, Mbak?”

Anggun tersenyum sopan. “Maaf, Pak. Kami mau bertemu keluarga yang butuh ibu susu. Kami lihat iklannya.”

Ia menunjukkan selebaran yang tadi dilipat rapi di tas kecilnya.

Satpam itu menerima selebaran itu, membaca cepat, lalu mengangguk. “Tunggu sebentar ya.”

Ia masuk ke pos, menelepon seseorang di dalam rumah. Tak lama kemudian, gerbang perlahan terbuka otomatis dengan suara menggerung pelan.

“Silakan masuk, Mbak. Nanti ada yang sambut di depan.”

Anggun dan Berlian melangkah masuk melewati jalan setapak berubin marmer yang mengarah ke teras depan. Sesampainya di sana, pintu rumah terbuka, dan seorang perempuan paruh baya berpakaian rapi menyambut mereka dengan tatapan waspada.

“Kalian siapa?” tanyanya agak curiga.

Anggun cepat-cepat menjawab dengan senyum sopan. “Saya Anggun, dan ini teman saya, Berlian. Dia yang mau jadi ibu susu untuk bayi yang diiklankan ini. Ini selebarannya.”

Ia kembali menyerahkan selebaran itu. Sang pengasuh membacanya sekilas, lalu buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan menelepon seseorang.

“Tuan, ada dua tamu di depan. Katanya mereka datang untuk tawaran ibu susu bayi.”

Pengasuh itu menutup telepon setelah beberapa detik berbicara. Wajahnya yang semula waspada mulai melunak. Ia melirik Berlian sejenak, lalu mengangguk kecil.

"Silakan masuk. Tuan akan menemui kalian di ruang tamu."

Ia membuka pintu ganda berukiran elegan, dan aroma lembut dari bunga segar serta lilin aroma terapi langsung menyambut kedatangan mereka.

Langkah Anggun dan Berlian terdengar pelan di atas lantai marmer yang licin mengilap. Keduanya saling pandang saat memasuki ruang tamu luas yang dipenuhi perabotan mewah, lukisan klasik, dan cahaya hangat dari lampu gantung kristal.

Tak lama, suara langkah tenang terdengar menuruni tangga.

Seorang pria tinggi dengan wajah teduh dan rahang tegas muncul. Kemeja biru langit yang dikenakannya digulung hingga siku, memperlihatkan lengan kokoh dan jam tangan mahal yang melingkar di pergelangannya.

"Selamat siang," ucapnya singkat namun sopan. "Saya Kaivan. Kalian datang karena selebaran itu?"

Anggun cepat mengangguk. “Iya, Pak. Saya Anggun, dan ini Berlian, teman saya. Dia yang ingin menawarkan diri sebagai ibu susu.”

Kaivan menatap Berlian lekat-lekat begitu Anggun memperkenalkan mereka. Wajahnya tampak tenang, tapi sorot matanya tajam, seperti sedang menilai apakah Berlian cukup layak untuk memegang bayi sekecil itu.

“Boleh saya tahu, kalian tinggal di mana?” tanya Kaivan dengan nada tenang namun berwibawa.

Anggun menoleh ke Berlian, memberi isyarat agar menjawab.

“Kami tinggal di kontrakan di daerah Cibubur, Pak,” ujar Berlian pelan namun jelas.

“Kontrakan?” Kaivan mengangguk pelan, lalu melanjutkan, “Kamu masih menyusui sekarang?”

“Iya, Pak. ASI saya masih keluar,” jawab Berlian.

“Riwayat kesehatanmu bagaimana?” tanya Kaivan lagi, kali ini lebih serius. “Pernah sakit berat? Pernah operasi? Hepatitis? HIV?”

Berlian menggeleng. “Saya sehat, Pak. Nggak pernah ada penyakit serius. Nggak pernah transfusi juga.”

Kaivan menyilangkan tangan, seolah menimbang-nimbang. “Kenapa kamu mau jadi ibu susu? Ini bukan pekerjaan mudah, kamu tahu?”

Berlian sempat terdiam. Lalu, dengan suara pelan namun tulus, ia berkata, “Karena saya tahu rasanya kehilangan anak, Pak. Anak saya meninggal tak lama setelah dilahirkan. Dan saya merasa ASI ini masih bisa berguna, walaupun buat bayi orang lain.”

Suasana hening beberapa detik. Bahkan Anggun pun hanya bisa menunduk, menggenggam tangan Berlian yang dingin.

Kaivan menatapnya dalam, lalu akhirnya menghela napas pelan. “Kamu siap disuntik vaksin dan tes darah dulu sebelum lanjut?”

Berlian mengangguk. “Saya siap, Pak.”

Kaivan melirik ke arah pelayan yang berdiri tak jauh di belakang. “Hubungi dokter keluarga. Suruh datang sekarang.”

"Baik, Tuan."

Kaivan masih menatap Berlian dengan sorot mata yang serius. Setelah beberapa detik hening, ia kembali membuka suara.

“Kamu kerja apa sebelumnya?”

“Saya dulu kerja di toko pakaian, Pak. Tapi setelah hamil, saya berhenti,” jawab Berlian lirih, berusaha tetap tenang meski gugup setengah mati.

Kaivan mengangguk pelan. “Suamimu bagaimana? Apakah dia mengizinkan kamu melakukan ini?”

Berlian terdiam sejenak. Matanya berkaca-kaca. Ia menghela napas dalam-dalam. “Saya ... sudah tidak bersama suami saya lagi, Pak. Sekarang tinggal bersama teman saya, Anggun.”

Kaivan tampak sedikit terkejut, tapi tidak berkomentar. Ia hanya mengangguk kecil. “Saya turut prihatin.”

Kaivan menatap arloji di tangannya. “Kamu tahu, bayi ini tidak bisa menunggu. Dia bisa lapar kapan saja, jam berapa saja. Karena itu, saya ingin tahu apakah kamu bersedia tinggal di sini? 24 jam. Agar kapan pun dia butuh, kamu siap menyusuinya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 39B. Penyesalan (END)

    Lima Tahun KemudianSuasana mall siang itu cukup ramai. Musik lembut mengalun dari pengeras suara, anak-anak berlarian sambil memegang balon, dan aroma wangi dari kafe di lantai bawah tercium sampai eskalator.Alif, yang kini berusia enam tahun, berjalan riang sambil memegang cone es krim. Berlian berjalan sedikit di belakang sambil sesekali tersenyum melihat tingkah laku putranya.“Pelan-pelan, Sayang. Lantainya licin,” pesan Berlian. Wanita itu kini tengah mengandung. Perutnya membuncit tanda usia kehamilannya sudah menginjak tujuh bulan.“Baik, Bun!” jawab Alif sambil melambaikan tangan, tak sadar ia menginjak bagian lantai yang basah karena baru saja dipel.BRUK!Alif terpeleset, tubuhnya miring ke belakang. Namun sebelum punggungnya benar-benar membentur lantai, sepasang tangan besar menangkapnya dengan sigap.“Nak, hati-hati. Lantai licin,” tukas sebuah suara berat namun lembut.Alif mendongak, sedikit gug

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 39A. Ulang Tahun Pertama

    Part 39 Ulang tahun Alif yang pertama Pagi itu, matahari bersinar lembut menembus tirai jendela kamar Berlian. Ia terbangun lebih awal dari biasanya, meski semalam sempat susah tidur karena memikirkan acara hari ini. Tangannya otomatis meraih Alif yang masih terlelap di ranjang bayi di sisi tempat tidurnya. Berlian tersenyum, hatinya hangat. “Selamat ulang tahun yang pertama, sayangku …” bisiknya lembut sambil mencium kening Alif. Tak lama, Kaivan masuk ke kamar sambil membawa nampan sarapan. Ada roti panggang, segelas susu hangat untuk Berlian, dan bubur lembut untuk Alif. “Selamat pagi, dua malaikatku,” sapanya ceria. Berlian terkekeh kecil. “Pagi, Mas. Kenapa repot-repot bawa sarapan ke sini?” “Karena hari ini spesial,” jawab Kaivan, duduk di tepi ranjang. Ia lalu menatap Alif dengan penuh kasih sayang. “Selamat ulang tahun, jagoan ayah. Satu tahun sudah k

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 38B. 100 Juta

    "Kata siapa kami tidak memberitahumu? Kami datang memintamu untuk jadi wali Berlian tapi Anda justru menolak dan mengusir kami!" tukas Kaivan tegas."Aah bulshit! Dasar orang kaya tak punya adab!" Eris hampir saja melayangkan tangannya hendak menghajar Kaivan."Tunggu! Kamu harus lihat ini dulu!" sela Kaivan lalu menunjukkan video saat Berlian meminta jadi wali tapi dia menolaknya. Posisi saat itu Eris sedang mabuk. Eris terdiam sejenak, dalam hati kecilnya merasa malu. Tapi karena sudah kepalang tanggung akhirnya dia mengancam."Oke! Beri aku uang sekarang! Kalau tidak, Berlian dan anaknya akan--""Berapa yang kau inginkan?""100 juta."Berlian kaget mendengar penuturan kakaknya. "Bang, jangan ngaco! Uang sebanyak itu buat apa?!""Ah berisik! Cepat berikan! Kalau gak--""Oke. Aku akan memberikannya tapi setelah ini jangan pernah kembali dan ganggu kami!" ucap Kaivan. Eris manggut-manggut me

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 38B. Rusuh

    Jalanan perumahan elit tampak sepi, hanya lampu-lampu taman yang berderet di sisi kiri-kanan. Mobil yang dikemudikan Kaivan melaju tenang.Di kursi belakang, Ny. Inara duduk dengan Alif di pangkuannya. Berlian di sebelahnya, sesekali membantu membetulkan selimut kecil untuk anak itu.“Bunda pasti capek ikut kita seharian,” ucap Berlian pelan, mencoba mencairkan suasana.Ny. Inara tersenyum tipis. “Capek sedikit tidak apa-apa. Bunda senang melihat Alif lebih ceria.”Berlian mengangguk pelan. Kaivan yang fokus menyetir hanya melirik lewat kaca spion. Wajahnya tetap datar, namun sesekali tatapannya bergeser pada Berlian.Mobil berhenti di depan rumah besar milik Ny. Inara. “Bunda hati-hati. Kalau butuh sesuatu, telepon saya,” kata Kaivan sambil keluar untuk membukakan pintu.Ny. Inara turun, lalu menepuk bahu putranya. “Kamu juga hati-hati di jalan, Van. Jangan terlalu keras pada diri sendiri dan juga pada Berlia

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 37B. Kehilangan

    Leo menoleh, matanya merah dan basah, “Tapi, Ma, Alif itu anakku. Berlian juga ... Aaargh! Aku sudah kehilangan semuanya! Bisnis, rumah, sekarang dia pun hilang …” Bu Rahayu tak sanggup berkata apa-apa. Ia hanya mengelus punggung anaknya. Ia tahu, luka ini tak akan sembuh dalam sehari. Dan ia pun sadar, mungkin anaknya sedang menjalani hukuman dari kesalahan masa lalunya. *** Beberapa hari berlalu ... Pagi itu, Leo terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih sembab, namun ada tekad baru yang perlahan tumbuh di dadanya. Ia mengambil wudhu, lalu memutuskan untuk pergi ke masjid dekat kontrakan. Suara adzan subuh berkumandang, menyatu dengan dinginnya udara pagi. Di masjid, Leo ikut shalat berjamaah. Saat sujud terakhir, bulir bening di matanya jatuh ke sajadah. "Ya Allah, ampuni aku. Aku sudah terlalu jauh tersesat. Aku tak mau kehilangan-Mu lagi," bisiknya lirih. Selesai dz

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 37A. Terbongkar

    Part 37Malam itu, kamar terasa hening hanya ditemani suara detak jam di dinding. Berlian duduk di tepi ranjang, menunduk, raut wajahnya masih terlihat shock dan sedih usai pertemuan dengan Leo tadi.Pintu kamar terbuka pelan. Kaivan masuk, menutup pintu, lalu berjalan mendekat. Ia duduk di samping Berlian, “Berlian …” panggilnya lirih.Berlian tak langsung menoleh, hanya mengangkat sedikit wajahnya. “Ya?” sahutnya nyaris berbisik.Kaivan menarik napas panjang, menatap kosong ke depan. “Aku ingin kau tahu tentang Alif. Waktu itu, aku sedang hancur karena Bayi kami meninggal tak lama setelah lahir. Dan setelah melahirkan Rania ia terus menanyai bayinya, saak kubilang bayinya meninggal dia tak percaya, depresi. Dan di saat yang bersamaan, Leo …” Kaivan menelan ludah, nada suaranya terdengar berat. "Leo mau membuang bayi yang baru saja lahir darimu. Aku tak tega. Jadi, aku memutuskan mengadopsinya. Aku membayar sejumla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status