Share

Part 4. Kabar Baik

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2025-07-07 15:21:47

Part 4

[Mas, tolong beri tahu aku, dimana makam bayi kita? Aku ingin mengunjunginya.]

Pesan terkirim. Berlian menatapnya cukup lama, berharap ada balasan dari sang suami.

Tidak ada.

Ia menunggu hingga sepuluh menit. Lalu mencoba mengirim pesan lagi.

[Mas, aku mohon … Setidaknya izinkan aku mendoakan anak kita. Aku ibunya.]

Masih tidak ada balasan. Dan tiba-tiba …

Pesan-pesan sebelumnya berubah status menjadi tidak terkirim. Matanya membulat. Ia coba buka profil Leo, tapi sudah tidak ada. Dan yang muncul hanyalah satu kalimat menyakitkan;

'Anda tidak dapat mengirim pesan ke kontak ini.'

Leo memblokirnya.

Berlian menggertakkan gigi, menghela napas panjang kesal sekaligus sedih.

Anggun yang sedang menyeduh teh di dapur, mendengar isakan lirih itu. Ia melangkah cepat, lalu duduk di samping Berlian.

“Kamu kenapa, Li? Leo jawab pesanmu?”

Berlian menggeleng pelan, lalu menyerahkan ponselnya. “Nggak. Dia blokir aku. Dia bahkan nggak izinkan aku tahu di mana makam anakku sendiri, Nggun.”

Mata Anggun menajam. “Dia tuh manusia apa sih? Nggak ada hati!” sungutnya kesal.

Ia menarik napas dalam, lalu bangkit, mengambil ponselnya sendiri.

“Aku yang kirim pesan sekarang.”

Tanpa pikir panjang, Anggun menyimpan nomor Leo, dan menulis pesan panjang dengan nomornya.

[Pria brengsek!]

[Kamu tega campakkan Berlian yang habis melahirkan! Bahkan lukanya saja belum kering! Dasar cowok bejat! Tidak punya hati! Demi perempuan itu kau buang Berlian kayak sampah.]

[Dan sekarang kamu bahkan gak izinkan dia tahu di mana makam anaknya sendiri? Berlian itu ibu dari anakmu. Bayi kalian! Sejahat itu kamu?]

[Kamu blokir dia? Setelah semua rasa sakit yang kamu kasih? Manusia macam apa kamu?]

[Tunggu saja, kau pasti akan menyesal! Karma akan segera menghampirimu, dan saat itu datang, semoga kamu masih punya nyawa buat menanggungnya.]

Anggun menekan tombol kirim dengan penuh amarah. Wajahnya memerah, tangannya bergetar.

Berlian menatap Anggun dengan mata berkaca-kaca. "Anggun, kamu--"

"Aku kesal banget smaa suamimu itu. Kenapa sih kamu sabar bangeeet, Berliaaaan?! Kamu kan bisa sumpah serapahin dia! Do'a orang terdzolimi itu mustajab lho! Aku greget sama kamu!"

Berlian tersenyum tipis melihat ekspresi sahabatnya itu.

"Gak apa-apa, Nggun. Biarkan semesta yang bekerja, dan semoga aku bisa bahagia."

"Iya, semoga kamu bahagia, dan Leo yang menderita!" pungkas Anggun.

***

Beberapa hari berlalu ....

"Nggun, kalau ada lowongan kerja, apapun itu, tolong kasih tahu aku ya! Aku ingin kerja biar gak repotin kamu terus," ucap Berlian. Ia duduk bersandar di sudut tempat tidur, mengenakan baju longgar dan kerudung tipis.

Wajahnya tampak lebih segar, meski masih terlihat pucat.

Anggun langsung menoleh. “Loh, kamu mau kerja sekarang?”

Berlian mengangguk pelan. “Aku gak bisa terus-terusan numpang dan ngerepotin kamu. Aku harus mulai mandiri lagi.”

“Tapi kamu kan masih sakit, Li.” Nada suara Anggun berubah khawatir. “Lukamu aja belum sembuh betul. Jalan aja kadang masih nahan nyeri. Jangan maksain, ya?”

Berlian menunduk.

“Aku tahu, fapi aku gak mau terus-menerus mikirin masalahku. Rasanya kalau cuma diam di rumah, pikiranku makin kacau. Aku pengen punya kesibukan, Nggun. Pengen berjuang meski sedikit demi sedikit.”

Anggun duduk di sampingnya, menyentuh bahunya dengan lembut. “Li, kamu baru aja kehilangan banyak hal dalam hidupmu. Gak apa-apa kalau kamu butuh waktu buat pulih.”

“Tapi luka di hati ini lebih sakit, Nggun. Mungkin dengan bekerja, aku bisa pelan-pelan bangkit.”

Anggun menghela napas. Ia tahu Berlian keras kepala, tapi ia juga tahu perempuan itu sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dari keterpurukan.

“Ya udah, tapi janji sama aku, aku akan kabari kalau ada lowongan. Dan nanti kamu pilih kerja yang gak terlalu berat dulu. Yang bisa kamu lakukan sambil tetap istirahat.”

Berlian mengangguk cepat, sambil tersenyum tipis.

"Oh ya, ASI kamu gimana, Li? Kayaknya rembes itu?"

Berlian menunduk sebentar, suaranya pelan, "Bengkak dan sakit. Udah aku kompres, tapi rasanya masih berat."

Anggun langsung berdiri, sigap.

"Nah, itu dia. Aku pikir kamu butuh pompa ASI supaya nggak makin bengkak. Nanti sore aku bawain, ya? Biar kamu nggak terlalu sakit."

Berlian menatap Anggun, matanya sedikit berkaca-kaca. "Makasih, Anggun. Aku nggak tahu harus gimana kalau kamu nggak ada di sini."

Sore itu, Anggun pulang tergesa-gesa, membawa secarik kertas selebaran yang setengah basah oleh gerimis.

“Li! Nih, liat. Ada keluarga kaya yang cari ibu susu. Bayinya nggak bisa minum susu formula. Ibunya meninggal setelah lahiran. Siapa tau ini rezeki, Li. Aku langsung kepikiran kamu.”

Berlian menatap selebaran itu. Dalam hati kecilnya, ada getar yang sulit dijelaskan.

“Apa aku masih bisa menyusui?”

“Masih. ASI-mu 'kan lancar. Dan kamu sehat, kuat, dan sabar. Bayi itu beruntung kalau kamu yang jagain.”

Mata Berlian tampak berkaca-kaca. Saat ini ia merasa, dirinya mungkin masih berguna.

"Ayo siap-siap!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 39B. Penyesalan (END)

    Lima Tahun KemudianSuasana mall siang itu cukup ramai. Musik lembut mengalun dari pengeras suara, anak-anak berlarian sambil memegang balon, dan aroma wangi dari kafe di lantai bawah tercium sampai eskalator.Alif, yang kini berusia enam tahun, berjalan riang sambil memegang cone es krim. Berlian berjalan sedikit di belakang sambil sesekali tersenyum melihat tingkah laku putranya.“Pelan-pelan, Sayang. Lantainya licin,” pesan Berlian. Wanita itu kini tengah mengandung. Perutnya membuncit tanda usia kehamilannya sudah menginjak tujuh bulan.“Baik, Bun!” jawab Alif sambil melambaikan tangan, tak sadar ia menginjak bagian lantai yang basah karena baru saja dipel.BRUK!Alif terpeleset, tubuhnya miring ke belakang. Namun sebelum punggungnya benar-benar membentur lantai, sepasang tangan besar menangkapnya dengan sigap.“Nak, hati-hati. Lantai licin,” tukas sebuah suara berat namun lembut.Alif mendongak, sedikit gug

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 39A. Ulang Tahun Pertama

    Part 39 Ulang tahun Alif yang pertama Pagi itu, matahari bersinar lembut menembus tirai jendela kamar Berlian. Ia terbangun lebih awal dari biasanya, meski semalam sempat susah tidur karena memikirkan acara hari ini. Tangannya otomatis meraih Alif yang masih terlelap di ranjang bayi di sisi tempat tidurnya. Berlian tersenyum, hatinya hangat. “Selamat ulang tahun yang pertama, sayangku …” bisiknya lembut sambil mencium kening Alif. Tak lama, Kaivan masuk ke kamar sambil membawa nampan sarapan. Ada roti panggang, segelas susu hangat untuk Berlian, dan bubur lembut untuk Alif. “Selamat pagi, dua malaikatku,” sapanya ceria. Berlian terkekeh kecil. “Pagi, Mas. Kenapa repot-repot bawa sarapan ke sini?” “Karena hari ini spesial,” jawab Kaivan, duduk di tepi ranjang. Ia lalu menatap Alif dengan penuh kasih sayang. “Selamat ulang tahun, jagoan ayah. Satu tahun sudah k

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 38B. 100 Juta

    "Kata siapa kami tidak memberitahumu? Kami datang memintamu untuk jadi wali Berlian tapi Anda justru menolak dan mengusir kami!" tukas Kaivan tegas."Aah bulshit! Dasar orang kaya tak punya adab!" Eris hampir saja melayangkan tangannya hendak menghajar Kaivan."Tunggu! Kamu harus lihat ini dulu!" sela Kaivan lalu menunjukkan video saat Berlian meminta jadi wali tapi dia menolaknya. Posisi saat itu Eris sedang mabuk. Eris terdiam sejenak, dalam hati kecilnya merasa malu. Tapi karena sudah kepalang tanggung akhirnya dia mengancam."Oke! Beri aku uang sekarang! Kalau tidak, Berlian dan anaknya akan--""Berapa yang kau inginkan?""100 juta."Berlian kaget mendengar penuturan kakaknya. "Bang, jangan ngaco! Uang sebanyak itu buat apa?!""Ah berisik! Cepat berikan! Kalau gak--""Oke. Aku akan memberikannya tapi setelah ini jangan pernah kembali dan ganggu kami!" ucap Kaivan. Eris manggut-manggut me

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 38B. Rusuh

    Jalanan perumahan elit tampak sepi, hanya lampu-lampu taman yang berderet di sisi kiri-kanan. Mobil yang dikemudikan Kaivan melaju tenang.Di kursi belakang, Ny. Inara duduk dengan Alif di pangkuannya. Berlian di sebelahnya, sesekali membantu membetulkan selimut kecil untuk anak itu.“Bunda pasti capek ikut kita seharian,” ucap Berlian pelan, mencoba mencairkan suasana.Ny. Inara tersenyum tipis. “Capek sedikit tidak apa-apa. Bunda senang melihat Alif lebih ceria.”Berlian mengangguk pelan. Kaivan yang fokus menyetir hanya melirik lewat kaca spion. Wajahnya tetap datar, namun sesekali tatapannya bergeser pada Berlian.Mobil berhenti di depan rumah besar milik Ny. Inara. “Bunda hati-hati. Kalau butuh sesuatu, telepon saya,” kata Kaivan sambil keluar untuk membukakan pintu.Ny. Inara turun, lalu menepuk bahu putranya. “Kamu juga hati-hati di jalan, Van. Jangan terlalu keras pada diri sendiri dan juga pada Berlia

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 37B. Kehilangan

    Leo menoleh, matanya merah dan basah, “Tapi, Ma, Alif itu anakku. Berlian juga ... Aaargh! Aku sudah kehilangan semuanya! Bisnis, rumah, sekarang dia pun hilang …” Bu Rahayu tak sanggup berkata apa-apa. Ia hanya mengelus punggung anaknya. Ia tahu, luka ini tak akan sembuh dalam sehari. Dan ia pun sadar, mungkin anaknya sedang menjalani hukuman dari kesalahan masa lalunya. *** Beberapa hari berlalu ... Pagi itu, Leo terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih sembab, namun ada tekad baru yang perlahan tumbuh di dadanya. Ia mengambil wudhu, lalu memutuskan untuk pergi ke masjid dekat kontrakan. Suara adzan subuh berkumandang, menyatu dengan dinginnya udara pagi. Di masjid, Leo ikut shalat berjamaah. Saat sujud terakhir, bulir bening di matanya jatuh ke sajadah. "Ya Allah, ampuni aku. Aku sudah terlalu jauh tersesat. Aku tak mau kehilangan-Mu lagi," bisiknya lirih. Selesai dz

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 37A. Terbongkar

    Part 37Malam itu, kamar terasa hening hanya ditemani suara detak jam di dinding. Berlian duduk di tepi ranjang, menunduk, raut wajahnya masih terlihat shock dan sedih usai pertemuan dengan Leo tadi.Pintu kamar terbuka pelan. Kaivan masuk, menutup pintu, lalu berjalan mendekat. Ia duduk di samping Berlian, “Berlian …” panggilnya lirih.Berlian tak langsung menoleh, hanya mengangkat sedikit wajahnya. “Ya?” sahutnya nyaris berbisik.Kaivan menarik napas panjang, menatap kosong ke depan. “Aku ingin kau tahu tentang Alif. Waktu itu, aku sedang hancur karena Bayi kami meninggal tak lama setelah lahir. Dan setelah melahirkan Rania ia terus menanyai bayinya, saak kubilang bayinya meninggal dia tak percaya, depresi. Dan di saat yang bersamaan, Leo …” Kaivan menelan ludah, nada suaranya terdengar berat. "Leo mau membuang bayi yang baru saja lahir darimu. Aku tak tega. Jadi, aku memutuskan mengadopsinya. Aku membayar sejumla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status