Dalam perjalanan, Inara hanya duduk diam di sebelah adiknya sambil melirik ponsel. Notifikasi media sosial masih ramai soal Damian yang tidak bisa dipungkiri ikut menyeret namanya juga. Namun, ia tak begitu ambil pusing hal tersebut, justru pikirannya tak berhenti tertumbuk pada struk-tagihan aneh yang dilihatnya tadi.
Rafa yang juga sibuk mengutak-atik layar iPad seketika mengangkat alis ketika menyadari raut murung sang kakak. “Kak Inara dari tadi diam aja. Mikir apa?” Rafa memulai pembicaraan. Inara mengangkat kepala, lantas menggeleng pelan. “Bukan apa-apa. Hanya kepikiran Ibu.” “Ibu? Memangnya apa yang terjadi?” “Sebelum berangkat tadi, aku melihatnya ... dia kayak lagi stres banget.” “Sepertinya, Ibu memang agak sensitif akhir-akhir ini. Bahkan, kemarin sempat marahin pelayan cuma karena salah susun bunga meja.” Rafa mendecak pelan. “Mungkin, lagi banyak kerjaan di kantor kali.” Inara mePaham tujuan perkataan atasannya, Andrew pun segera keluar ruangan untuk melaksanakan perintah, yakni melakukan negoisasi dengan Selena. Hanya saja, tak lama kemudian, dia kembali masuk, ekspresinya tampak penuh tekanan.“Pak Damian,” ucapnya pelan, “saya sudah sampaikan semua sesuai instruksi, tapi … Selena tetap menolak. Dia bilang, ancaman pihak kita hanyalah ancaman kosong belaka. Dia tetap kekeh, ingin Bapak menikahinya.”Benar, Selena memang mengatakan hal tersebut pada Andrew beberapa saat lalu, tetapi jauh di sana, sebenarnya ia cukup cemas dengan ancaman tersebut. Apalagi sudah membawa nama Daffa. Entah dari mana Damian bisa punya pikiran menudingnya memiliki hubungan dengan pria itu?Satu hal yang pasti, Selena tidak mau mengalah. Tujuannya adalah tetap menguasai fasilitas yang diberikan Daffa dan membuat Damian menikahinya. Rencana itu belum berhasil, jadi ia tidak akan berhenti.Sementara itu, Damian mengangkat alisnya sediki
Dalam perjalanan, Inara hanya duduk diam di sebelah adiknya sambil melirik ponsel. Notifikasi media sosial masih ramai soal Damian yang tidak bisa dipungkiri ikut menyeret namanya juga. Namun, ia tak begitu ambil pusing hal tersebut, justru pikirannya tak berhenti tertumbuk pada struk-tagihan aneh yang dilihatnya tadi. Rafa yang juga sibuk mengutak-atik layar iPad seketika mengangkat alis ketika menyadari raut murung sang kakak. “Kak Inara dari tadi diam aja. Mikir apa?” Rafa memulai pembicaraan. Inara mengangkat kepala, lantas menggeleng pelan. “Bukan apa-apa. Hanya kepikiran Ibu.” “Ibu? Memangnya apa yang terjadi?” “Sebelum berangkat tadi, aku melihatnya ... dia kayak lagi stres banget.” “Sepertinya, Ibu memang agak sensitif akhir-akhir ini. Bahkan, kemarin sempat marahin pelayan cuma karena salah susun bunga meja.” Rafa mendecak pelan. “Mungkin, lagi banyak kerjaan di kantor kali.” Inara me
Video yang diunggah Selena ke media sosial dengan cepat menyebar. Akan tetapi, baru disadari Damian ketika pagi hari akan berangkat kerja. Itu pun saat adiknya tiba-tiba mendatanginya yang sedang sarapan.“Astaga, Mas Damian! Kamu beneran ngehamilin mantanmu itu?” Suara Rani yang cempreng memenuhi ruang makan itu. Damian tidak ambil pusing, justru tetap santai menikmati sarapannya. “Apaan? Pagi-pagi udah ngelantur?”“Ngelantur apaan? Jelas-jelas di video viral ini Mas janji buat nikahin, tapi Mas lari dari tanggung jawab. Kok, bisa Mas hamilin wanita modelan si Sumala itu?”Damian terdiam. Langsung merebut ponsel Rani. Tubuhnya beku ketika melihat beranda ponsel itu penuh dengan pemberitaan dirinya yang lari dari tanggung jawab. Semua itu bermula dari video yang diunggah Selena menyebar. Tentu, Damian tidak ingin mengelak. Ia memang mengatakan akan menikahi Selena, tetapi itu dilakukan semata-mata agar putrinya selamat sambil ia mencari
Inara membuka matanya perlahan. Tak tidur, hanya sekadar menutup mata. Lampu tidur masih menyala, menerangi sebagian kamar dengan cahaya lembut kekuningan. Di sampingnya, Alma sudah terlelap dengan napas beraturan. Ekspresinya damai, setelah tadi memelas minta tidur bareng sang bunda. Senyum tipis terbit di bibir Inara ketika dengan penuh kasih ia menyentuh pipi putrinya pelan. Perlahan, ia bangkit dari ranjang, menyelimuti tubuh kecil Alma hingga dada, lalu menunduk mencium kening bocah itu. Dia melangkah ringan menuju sudut kamarnya yang luas itu. Sebuah meja kerja kecil berada di sana. Sambil mengusap tengkuk yang terasa sedikit pegal, ia beralih duduk Ia duduk di kursi ergonomisnya. Hari ini cukup melelahkan. Meeting sepanjang siang, revisi desain untuk klien besar, dan laporan strategi branding yang belum sempat ia review tadi di kantor karena harus meluangkan waktu menemani Alma jalan-jalan dan jajan.
Cukup lama Selena menunggu. Namun, tak kunjung ada balasan dari Daffa, padahal pesannya sudah terbaca. Ia mulai panik, terlebih jam bergulir cepat, hingga hari berganti Daffa masih tak kunjung memberikan reaksi. Pria itu seolah memilih menghilang dan tak mau tahu.Tak ingin menunggu dalam diam dan marah yang makin menumpuk, akhirnya Selena memutuskan untuk mendatangi langsung rumah Daffa. Ia tak tahan lagi menanggung semua itu sendirian. Hidupnya jadi apes juga karena kebejatan Daffa.Hanya saja, sebelum keluar rumah, ia disambut putranya yang berada di ruang tamu. Tengah duduk di kantai sambil makan buah yang dipotong rapi oleh pengasuhnya. Tentunya, pengasuh Vano itu juga Daffa yang menyiapkan.“Ma, mau ke mana?” tanya Vano polos, matanya menatap Selena yang baru keluar dari kamar sambil menentang kunci mobil.Selena tersenyum tipis, mencoba menahan gundah yang membuncah di dadanya. “Mama mau keluar sebentar, Sayang. Ada sedikit urusan
Pertemuan tanpa sengaja itu ternyata menjadi pemantik. Dua orang yang punya misi sama tersebut mulai lebih sering saling berkomunikasi, seolah tanpa sadar telah menjadi rekan dalam senyawa racun. Selang beberapa lama, hingga keduanya memutuskan untuk kembali bertemu, kali ini dengan maksud untuk menyusun rencana dimulainya kehancuran Damian dan Inara yang sebenarnya sudah hancur ulah Selena sebelumnya.Mereka bertemu di salah satu club malam ternama yang ada di Jakarta. Keduanya dudu berdampingan di sofa VIP yang agak tersembunyi dari keramaian.Dari kejauhan, keduanya tampak seperti pasangan biasa yang tengah menikmati malam membahagiakan, tetapi jika dilihat dari dekat, sorot mata mereka menyiratkan hal yang jauh lebih dalam dari sekadar menikmati malam.Lampu warna-warni menari liar. Irama musik menghentak pelan. Aroma alkohol bercampur parfum mahal menguar bercampur udara pada malam itu.Di atas meja, dua gelas koktail dengan warna m