Share

Protes

last update Last Updated: 2022-09-16 21:16:24

Emosiku semakin memuncak mendengar ucapan Dokter itu. Jangan-jangan mereka berdua ada hubungan spesial, dan aku tidak tahu. Pantas saja baru saja mengenal Ningsih, mereka sudah begitu akrab. Kurang ajar.

"Justru Dokter yang akan saya laporkan ke polisi, karena sudah menggoda istri saya!" ucapku sambil membalas tatapannya dengan lebih tajam lagi.

"Sudah, sudah, Mas! Jangan membuat keributan di rumah sakit." Akhirnya Ningsih membuka suaranya.

"Pak Dokter, ijinkan saya pulang. Saya juga khawatir dengan keadaan anak saya," lanjutnya pada Dokter Reza.

"Tapi kondisi Anda masih belum stabil," jawab Dokter Reza sok perhatian.

"Tidak apa-apa, Dok. Saya bisa ambil obat jalan saja," ucap Ningsih lagi.

Dokter Reza tampak membuang napas, lalu menatapku.

"Pak, istri Bapak masih Bapak masih perlu menjalani pengobatan sampai kondisinya membaik. Jadi tolong lebih diperhatikan lagi keadaan istri Bapak," ucapnya padaku.

"Saya ini suaminya, jadi saya tahu yang terbaik untuk istri saya," jawabku.

Kesal sekali rasanya mendengar ucapannya yang sok bijak itu. Dia itu belum menikah, mana tahu rasanya menjadi pemimpin rumah tangga. Enteng sekali dia bicara.

"Ya sudah kalau begitu, saya akan memberikan resep untuk obat jalan. Silahkan tunggu dulu sebentar," ucapnya kemudian.

Aku terpaksa mengikuti Dokter Reza untuk menunggu. Setelah semuanya selesai, aku segera membawa Ningsih pulang. Pasti Mama sudah mulai kerepotan mengurus anak itu.

.

.

.

Akhirnya kami tinggal di rumah Mama, seperti permintaan Mama sebelumnya agar sementara waktu kami tinggal di rumah Mama untuk sementara sampai kesehatan Ningsih kembali pulih.

Dalam beberapa hari saja sepertinya Ningsih sudah benar-benar pulih, karena dia mulai melakukan pekerjaan rumah seperti biasa. Mama sepertinya cukup terbantu dengan kehadiran Ningsih. Vian juga bisa sedikit dekat dengan Neneknya. Tahu begini, seharusnya dulu aku tidak membeli rumah sendiri, biar dia juga bisa semakin dekat dengan Mama.

"Sapu yang bersih, Ningsih. Sebentar lagi pasti Mbakmu bakal datang hari Minggu begini," titah Mama.

Ningsih hanya mengangguk sambil melanjutkan pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara bel pintu berbunyi. Aku yang dari tadi duduk di ruang tamu sambil membaca koran turut menatap ke arah pintu yang dibuka oleh Mama.

"Mama," terlihat Mbak Mei langsung memeluk Mama.

Aku terkejut ketika Nella muncul dari belakang punggung Mbak Mei.

"Loh, ada Nella juga?" tanya Mama saat Nella sungkem dengannya.

"Suamiku gak bisa ikut, jadi aku mengajak Nella," jawab Mbak Mei.

Mbak Mei mengajak Nella duduk.

"Ningsih, ambilkan minuman untuk Nella," titah Mama pada Ningsih.

"Kalau boleh aku minta jus buah atau air putih saja, Mbak," ucap Nella. "Aku sedang diet."

"Kamu dengar kan, Ningsih?" ulang Mama. " Ambilkan sekalian untuk Mei dan suamimu."

"Loh, dia ini istrimu, Mas?" Nella membulatkan mata. "Maaf, aku kira pembantu."

Aku hanya meringis seraya mengangguk. Ningsih terlihat melirikku, lalu berjalan ke belakang. Sesaat kemudian dia kembali dengan nampan berisi beberapa cangkir minuman. Susah payah dia berjongkok untuk menatap minuman itu di meja.

"Lamban sekali kamu ini, Ningsih. Itu pasti karena badanmu terlalu besar," ucap Mbak Mei tanpa basa-basi.

"Sudah pasti itu," sahut Mama. "Baru diet beberapa Minggu saja pakai acara masuk rumah sakit segala."

"Masuk rumah sakit?" Mbak Mei kaget mendengar ucapan Mama.

"Aduh, Ningsih. Cuma kamu satu-satunya wanita di dunia ini yang tumbang cuma gara-gara diet. Lucu sekali kamu ini," cibirnya kemudian. "Menahan lapar sedikit aja gak sanggup. Gak bakal mati juga kali, Ningsih."

"Benar itu, Ningsih. Lihat itu Mbakmu, sampai sekarang bisa menjaga badannya tetap ideal. Itu demi menyenangkan suami juga, dan menyenangkan suami itu kewajiban seorang istri. Lain kali dengar dong kata Pak Ustadz."

Muka Ningsih terlihat merah padam, entah karena malu, entah karena menahan marah. Dia hanya diam, dengan tubuh sedikit gemetar.

"Jangan begitu dong, Tante, Mbak Mei. Gak semua wanita sanggup menjalani diet." Nella tiba-tiba menyahut.

"Kita saja yang mau-maunya tersiksa karena gak boleh makan ini itu," lanjutnya sambil tertawa.

"Kamu ini, Nella." Mbak Mei ikut-ikutan tertawa. " Ngomong-ngomong, dulu Ningsih pernah ingin jadi model, loh."

"Oh, ya?" Netra Nella membola. "Kenapa Mas Dicki tidak mendukungnya?"

Aku tersentak dan hanya nyengir mendengar pertanyaan Nella. Ningsih dulu memang pernah punya impian menjadi model. Tapi kalau sekarang rasanya mustahil impian itu akan terwujud.

"Siapa tahu ada sanggar untuk wanita-wanita big-size, Mas," lanjut Nella sambil mutup mulutnya, seperti menahan tawa.

Ucapan Nella membuat Mama dan Mbak Mei sontak ikut tertawa.

"Maaf ya Mbak Ningsih, aku cuma bercanda," ucap Nella lagi pada Ningsih.

Ningsih hanya diam mendengar candaan mereka. Tapi kedua tangannya terlihat mengepal.

"Tapi kamu memang benar, Nella," ucap Mama kemudian. "Wanita itu harus banyak berkorban. Kalau enggak, mereka gak akan pernah bisa sukses, apalagi di jaman yang serba mengutamakan penampilan seperti sekarang. Jadi Model, mimpi kali."

"Siapa bilang wanita gendut tidak bisa sukses?" tiba-tiba Ningsih menjawab.

Aku, Nella, Mbak Mei dan Mama sontak terkejut.

Ningsih berdiri, lalu menatap kami satu-persatu.

"Tidak semua wanita sukses di dunia ini berbadan langsing. Lagipula, tak ada seorang wanita pun yang buruk, baik yang gemuk ataupun kurus. Yang buruk itu mata dan mulut orang-orang yang hanya bisa mengejek mereka dari penampilan luar, padahal mereka belum tentu lebih baik!" ucap Ningsih tajam.

Mbak Mei, Mama dan Nella melongo mendengar ucapan Ningsih.

"Ningsih!" tegurku, sambil berdiri dan mendekat ke arahnya.

Ningsih beralih menatapku dengan mata elang.

"Kenapa? Mas mau protes karena aku menyebut mata dan mulut mereka buruk?" tanyanya.

"Kamu jangan mempermalukan Mama dan Kakakku di depan tamu, Ningsih," tegurku lagi.

"Jadi kalian hanya boleh mempermalukanku saja?"

"Ningsih!" bentakku.

Aku malu pada sikapnya itu, apalagi di depan Nella. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Kamu itu sudah benar-benar berubah, Ningsih!"

Ningsih lagi-lagi menatapku tajam. Untuk pertama kalinya dia berani menatapku seperti itu.

"Aku yang berubah? Justru kamulah yang berubah, Mas!"

"Aku berubah? Apanya yang berubah?"

"Mas lupa, berkat siapa Mas bisa sukses seperti sekarang? Mas lupa dulu perlakuan keluarga Mas seperti apa?"

Aku tersentak kaget mendengar pertanyaannya.

"Ingat, Mas! Kalau bukan karena aku menjual tanah Bapak untuk membantu usahamu, Mas tidak akan mungkin seperti sekarang! Karena itu jugalah impianku menjadi seorang model musnah! Itu gara-gara kamu, Mas!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicerai Karena Gendut   AKHIR ( END )

    Dokter Reza membulatkan netranya, menatap ke arah Vanesa tak percaya."Tunggu apa lagi? Kalau tak segera kamu kejar, nanti dia diambil orang loh," ucap Vanesa lagi."Ta- tapi, Vanes ...." Dokter Reza masih belum mengerti apa yang dilakukan oleh Vanesa. Bukankah dia yang memintanya untuk ikut dengannya ke Singapura? Tapi kenapa ....Vanesa membuang napas, lalu tersenyum sambil menatap ke arah Dokter Reza yang masih dengan wajah kebingungannya."Kamu dan Mbak Ningsih saling mencintai, tapi kalian mengorbankan semuanya hanya karena kasihan padaku. Aku tidak butuh dikasihani," ucap nya kemudian."Bukan begitu maksud kami, Vanes," ucap Dokter Reza cepat."Sudahlah, jangan membohongi diri sendiri lagi," sahut Vanesa cepat. "Tadinya aku begitu takut kehilangan semua ingatan tentang kita. Tapi ternyata aku lebih takut hidup dalam kebohongan, dan rasa sedih kalian berdua.""Vanes ....""Tenang saja, aku yang akan menjelaskan pada Mama dan Papa, dan mereka pasti akan mengerti." Vanesa menepuk p

  • Dicerai Karena Gendut   Perasaan yang Harus disembunyikan

    Vanesa menatap lekat ke arah Dokter Reza. Sungguh, ini pertama kalinya sahabatnya sejak kecil itu berkata begitu tegas padanya."Aku bukan orang jahat, Reza. Kamu mengenalku, dan aku tidak mungkin melakukannya," ucapnya kemudian.Dokter Reza terdiam mendengar ucapan Vanesa. Apa yang terjadi padanya? Dia tahu Vanesa bukan tipe wanita yang suka merendahkan orang lain. Tapi kenapa dia begitu takut Vanesa akan mempermalukan Ningsih? Dokter Reza seketika mengacak rambutnya."Sekarang jawab pertanyaanku," tegas Vanesa."Memangnya kamu punya hubungan apa sama dia, Reza?" tanyanya.Dokter Reza tersentak, lalu seketika membuang muka. Dia tak tahu harus menjawab apa."Lihat? Kamu bahkan tak bisa bilang tentang dia di depanku. Kenapa kamu jadi sok peduli?"Dokter Reza seketika menoleh, bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu."Loh, ada apa ini?" Vanesa dan Dokter Reza menoleh. Nyonya Diana berjalan ke arah mereka."Tadi bukannya Ningsih yang datang? Ke mana dia?" Nyonya Diana menatap ke arah

  • Dicerai Karena Gendut   Permintaan Vanesa

    POV Author"Jadi benar, wanita yang kamu cintai itu Ningsih, Reza?" Nyonya Diana menatap lekat ke arah putranya.Reza tak langsung menjawab pertanyaan Mamanya. Dia menatap jauh ke arah taman di depannya dengan pandangan sendu."Iya, Ma," jawabnya kemudian.Nyonya Diana memejamkan netranya, seraya memijat pelipisnya. "Astaga, Reza, kenapa kamu tidak bilang dari awal?" tanyanya, menatap sedih ke arah putra kesayangannya itu.Dokter Reza mengacak rambutnya, lalu membalas tatapan Mamanya dengan wajah sendu."Apa yang harus aku lakukan, Ma?" tanyanya. "Aku pikir kemarin bisa memberi Mama kejutan atas hubungan kami."Nyonya Diana menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat ke arah Dokter Reza. Diusapnya rambut putra semata wayangnya itu dengan hati pedih. Baru kali ini dia melihat kedua bola mata Dokter Reza begitu sedih, begitu mematahkan hatinya.Teringat pula bagaimana dia membicarakan kedekatan antara Dokter Reza dan Vanesa di depan Ningsih. Desaigner kesayangannya itu tentu amat sak

  • Dicerai Karena Gendut   Maaf

    POV AuthorDicki membaca map yang dilempar oleh ayah mertuanya itu dengan tangan gemetar. Alangkah terkejutnya dia, jika di sana Nella juga menuntut harta gono-gini setelah perceraian. Padahal harta dia yang tersisa hanya perusahaan yang sudah di ujung tanduk, hampir bangkrut."Cepat tanda tangani, Dicki! Jangan buang-buang waktu kami!" ucap Mama mertuanya lagi sambil menyodorkan bolpoin padanya."Aku tidak mau bercerai dari Nella, Ma," tolak Dicki."Kalau begitu kami akan melaporkan kamu ke pihak berwajib atas tuduhan KDRT!" sahut Papa mertuanya."KDRT?" Netra Dicki mendelik, tak percaya dengan apa yang dia dengar. "Saya tidak melakukan apapun pada Nella, Pa!"Papa mertuanya itu menarik krah baju Dicki dengan geram, lalu menunjuk ke arah pintu ruang operasi."Buka mata kamu, Dicki! Menurutmu, siapa yang menyebabkan putriku meregang nyawa sekarang, hah?" ucapnya penuh emosi. "Itu karena kamu tidak becus jadi suami!"Papa mertuanya melepaskan Dicki dengan kasar, hingga Dicki terdorong

  • Dicerai Karena Gendut   Penipu

    POV Author"Maaf Pak Dicki, sepertinya kondisi Bu Nella semakin kritis, dan janin yang dikandungnya tidak mengalami perkembangan. Sepertinya kami harus melakukan operasi untuk menyelamatkan nyawa Bu Nella," ucap Dokter yang saat itu menangani Nella."Maksud Dokter ... bayi saya tidak selamat?" tanya Dicki dengan badan gemetar karena terkejut."Benar, Pak. Dari hasil tes laboratorium, selain kekurangan asupan nutrisi, sepertinya Bu Nella juga mengkonsumsi obat diet dalam dosis tinggi di tengah kehamilannya, sehingga mengakibatkan infeksi. Jadi dengan berat hati kami terpaksa mengangkat janin yang ada dalam kandungannya, untuk menyelamatkan nyawa istri Bapak.""Astaga, Dicki." Bu Yulia memeluk tubuh putranya, sambil menangis tersedu-sedu."Kami akan menyiapkan beberapa surat yang harus ditanda tangani sebelum memulai operasi. Tapi sebelumnya perlu saya sampaikan pada Bapak, jika kemungkinan setelah ini Bu Nella akan sangat sulit sekali untuk mendapatkan keturunan."Tangis Bu Yulia semak

  • Dicerai Karena Gendut   POV Author- Perpisahan

    POV AuthorSemua tamu undangan berkumpul karena melihat keributan itu. Dokter Reza mengangkat tubuh Vanesa, lalu membawanya masuk. Orang tua Vanesa juga mengikuti mereka, begitupun Ningsih yang langsung menggendong Vian dan ingin tahu keadaan Vanesa."Mohon maaf karena terjadi sesuatu di luar keinginan kami." Nyonya Diana berusaha menenangkan para tamunya. "Silahkan nikmati kembali pestanya. Kami akan segera kembali."Nyonya Diana kemudian bergegas masuk ke dalam. Beberapa orang pelayan kembali melayani para tamu, sambil menyampaikan pada mereka bahwa semuanya baik-baik saja.Dokter Reza membaringkan tubuh Vanesa di kamar tamu, lalu dengan cekatan memeriksanya. Ningsih hanya melihat dari pintu kamar dengan cemas, takut jika terjadi sesuatu pada Vanesa.Nyonya Tania juga sudah memanggil ambulan. Dia tidak bisa berhenti menangis sedari tadi."Padahal sudah kupinta padanya untuk operasi," ucapnya di pelukan suaminya.Beberapa saat kemudian, Vanesa membuka kedua matanya. Dia berusaha untu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status