Share

Bab 12

Kakek Lillia selalu bersikap jujur selama ini, mana mungkin dia kuat jika mendengar ucapan Priya seperti ini? Lagi pula, kalaupun Lillia ingin melahirkan anak, Claude juga harus punya keinginan yang sama, bukan?

Meski merasa frustrasi, Lillia tetap menjawab dengan patuh, "Baik."

Kakek Claude, Jeff Hutomo, menegur istrinya, "Anak-anak jarang sekali pulang, kamu jangan terus-terusan menanyakan soal kehamilan."

Priya membalasnya, "Nggak usah banyak omong kosong, memangnya kamu nggak mau dapat cicit?"

Jeff mengalihkan topik, "Lillia, belakangan ini banyak rumor yang beredar. Bagaimana menurutmu soal itu?"

Lillia tetap bersikap lembut dan sopan, "Aku yakin Claude akan menanganinya dengan baik."

Jeff sangat puas terhadap jawabannya. "Nggak peduli rumor apa pun di luar sana, Keluarga Hutomo hanya mengakui satu menantu, yaitu kamu. Orang-orang rendahan seperti itu nggak akan bisa masuk ke Keluarga Hutomo."

Priya menambahkan, "Kamu juga harus cepat melahirkan anak untuknya. Dengan begitu, Claude akan kembali dengan sendirinya."

Melihat Jeff hampir murka, Priya buru-buru mengalihkan topik, "Oke, oke, aku nggak mengungkit masalah ini lagi. Malam ini kalian menginap di sini, Nenek sudah buatkan sup lotus iga kesukaanmu." Saat Lillia baru saja ingin berbicara, Priya sudah berjalan ke dapur dengan semangat.

Saat Jeff mengalihkan tatapannya yang tajam dari Priya ke arah Lillia, sorot matanya langsung menjadi lembut. "Jangan pedulikan perkataannya. Dia hanya ingin kamu dan Claude rukun-rukun."

Lillia menanggapi dengan singkat, "Ya, aku tahu."

Melihat kondisinya, Jeff menghela napas ringan. "Gimana kabar nenekmu?"

Saat mengungkit soal neneknya, wajah Lillia jadi tampak lembut. Dia tersenyum tipis sambil berkata, "Nenek baik-baik saja."

"Apa dia masih nggak mau tinggal dengan kalian?" tanya Jeff lagi. Lillia tertegun sejenak, lalu berkata, "Nenek sudah terbiasa tinggal di desa, katanya perkotaan terlalu berisik. Aku sudah mempekerjakan orang untuk membantu merawatnya di desa."

Jeff bersahabat dengan kakek dan nenek Lillia. Lillia menceritakan hal-hal kecil mengenai neneknya. Dia bahkan ingat berapa kali neneknya memberi makan ayam dalam sehari. Bisa dilihat, Lillia adalah orang yang sangat perhatian terhadap keluarganya.

Jeff menatap wajah Lillia sekilas, wajah dan sikap Lillia sangat mirip dengan seseorang. "Lorry benar-benar beruntung punya kamu."

Lillia tertegun, lalu kembali tersenyum. "Nggak kok, justru aku yang beruntung dirawat oleh Kakek dan Nenek." Jeff tidak lagi berbicara.

Setelah makan malam, Claude dan Lillia kembali ke kamar. Ini adalah kedua kalinya mereka menginap di rumah kakek dan neneknya setelah malam pernikahan. Lillia merasa kurang leluasa, tetapi Claude duluan berkata, "Nenek melakukan pemeriksaan semalam, jantungnya kurang sehat. Terima kasih telah menyetujui permintaannya untuk menginap."

Lillia hanya mengangguk tanpa ekspresi. "Nggak masalah, sudah seharusnya."

Demi 40 miliar, tidur di mana sama saja. Lagi pula, ini memang kamar pengantin mereka. Awalnya dekorasi kamar ini adalah warna monokrom yang sangat sederhana. Kini setelah diberi karpet empuk dan hanya menyalakan lilin merah sebagai sumber pencahayaan, Lillia tak kuasa teringat pada saat malam pengantin mereka.

Sama seperti saat ini, malam itu hanya ada cahaya lilin yang menerangi. Awalnya dia mengira malam pengantin mereka akan dilewatkan dengan canggung. Namun entah mengapa, sisa malam itu malah jadi sangat bergelora.

Setelah kejadian itu, Claude bahkan mencurigai Lillia meracuninya dengan obat perangsang. Dia mengabaikan Lillia dalam waktu yang cukup lama.

Lillia sendiri sebenarnya tidak punya kesan baik terhadap rumah ini. Penderitaan malam pertama masih membekas dalam ingatannya. Apalagi, malam itu Claude bergumul dengannya sepanjang malam dengan liarnya.

Lillia memejamkan mata dan menenangkan dirinya. Setelah itu, dia berjalan ke luar. "Aku ... minta Bibi Jeni untuk persiapkan kamar baru."

Claude mengerutkan alisnya. "Kamu mau Kakek dan Nenek tahu kalau kita nggak tidur sekamar?"

Lillia merasakan hawa panas yang menjalar ke seluruh tubuhnya dan meluap hingga ke kepalanya. Setelah itu, dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan nada dingin, "Kalau begitu kita pisah ranjang saja. Kamu tidur di sofa."

Claude semakin mengerutkan alisnya dan memprotes, "Kenapa harus aku yang tidur di sofa? Bukan aku yang minta pisah ranjang."

Lillia benar-benar tidak tahu harus bagaimana meresponsnya. Pada akhirnya, Lillia yang mengalah untuk tidur di sofa. Lagi pula, ini hanya satu malam. Claude saja tidak takut Nikita akan cemburu, untuk apa Lillia keberatan?

Di luar pintu.

"Barangnya sudah ditaruh?" tanya Priya dengan suara pelan setelah melihat nampan di tangan Jeni.

"Sudah, aku taruh sesuai dosisnya. Nggak akan ada bahaya untuk tubuh mereka," bisik Jeni, "Tapi apa ini nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa. Kalau hamil, itu hanya akan membawa keuntungan baginya. Kalau masih tetap saja nggak bisa, berarti dia memang nggak bisa hamil. Aku harus buat persiapan."

"Sana, pantau sampai dia meminumnya," kata Priya memberi instruksi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status