Share

Bab 11

"Ikut aku pulang ke rumah lama, Kakek mau bertemu denganmu." Melihat sejumlah tagihan di tangannya, Lillia yang awalnya memang sudah merasa kesal, kini menjadi makin dongkol setelah mendengar suara Claude.

Lillia menjawab dengan nada dingin, "Nggak cocok kalau aku yang pergi ke sana."

Claude terdiam beberapa detik di ujung telepon, lalu dia berkata dengan angkuh, "Kita masih belum bercerai, kamu nggak berhak menolaknya."

Karena suatu alasan, Claude diasuh oleh kakek dan neneknya sejak kecil. Jadi, dia sangat berbakti terhadap kedua orang tua itu. Karena itulah, Claude tidak menolak saat kakek dan neneknya menyuruhnya untuk menikahi Lillia saat itu.

Setelah menikah tiga tahun, Claude menganggap kewajibannya dalam pernikahan mereka hanyalah berhubungan badan selama sebulan sekali. Selain itu, mereka harus pergi ke rumah kakek dan neneknya untuk berpura-pura saling mencintai agar kedua orang tua itu tidak khawatir.

Claude tidak akan melepaskan siapa pun yang berani menyakiti kakek dan neneknya. Jika masalah ini terjadi sebelumnya, Lillia mungkin akan maklum karena menganggap suasana hati Claude sedang buruk. Namun, pria itu malah meneleponnya di saat-saat studio sedang mengalami masalah. Lillia hanya bisa tersenyum getir.

Ketulusan Lillia selama tiga tahun ini memang sia-sia. Claude tidak pernah merasa tersentuh sama sekali dengan semua pengorbanannya. Demi seorang Nikita, Claude berusaha mendesak Lillia hingga tersudutkan.

Lillia menarik napas dalam-dalam, lalu bertanya, "Apakah masalah di studio akan selesai kalau aku pergi ke rumah lama denganmu?"

Tanpa berpikir panjang, Claude langsung menyetujuinya, "Boleh saja, aku akan menjemputmu malam ini."

Setelah mengakhiri panggilan, suasana hati Claude jadi lebih membaik daripada yang dibayangkannya. Sudut bibirnya menyunggingkan senyuman lebar. Dia sangat jarang berinisiatif menelepon Lillia. Biasanya, bahkan jika kakeknya menyuruhnya untuk membawa Lillia, Claude akan menyuruh asistennya untuk menelepon Lillia.

Namun, mengingat Lillia sedang marah padanya belakangan ini, Claude memutuskan untuk meneleponnya secara langsung. Bisa dibilang, Claude sedang memberi alasan bagi Lillia untuk berbicara dengannya.

....

Claude menekan tombol interkom, lalu berpesan dengan nada dingin, "Cari tahu kendala apa yang dihadapi Studio LMOON. Nggak usah lapor padaku, langsung tangani saja."

Tidak lewat dari tengah hari, sebagian besar pesanan yang telah dibatalkan sebelumnya kini telah kembali lagi. Moonela awalnya masih merasa pusing dengan utang 40 miliar kepada pihak pabrik. Namun kini semua pesanan yang dibatalkan malah sudah kembali.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa sebagai kompensasi atas kerugian studio, mereka bersedia menaikkan harga, juga ada beberapa yang langsung melunasinya.

Moonela merasa senang, sekaligus khawatir terhadap Lillia. "Ulah Claude?"

Lillia menjawab dengan ekspresi dingin, "Ya. Makan malam sekali diganti dengan 40 miliar, pantas kok."

Pukul tujuh malam, Claude datang menjemputnya tepat waktu. Sepanjang perjalanan, mereka tidak bersuara sedikit pun.

Setibanya di depan pintu, Claude tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia memandang Lillia dengan tidak puas. "Ekspresimu ini jelas sekali mau membuat Kakek curiga."

Lillia langsung menunjukkan senyuman palsunya. "Tenang saja, aku berjanji akan bersandiwara sampai akhir."

Claude melemparkan tatapan tajam, hatinya terasa frustrasi. Lillia menggunakan kata "sandiwara", berarti dia masih tetap ingin bercerai. Padahal Claude sudah membantu Lillia menyelesaikan masalah studio, kenapa wanita itu masih saja tidak senang?

Claude hanya terpikirkan sebuah kemungkinan, dia langsung menyindir, "Sudah dapat pasangan baru?"

Senyuman Lillia langsung menghilang, dia berkata dengan nada menantang, "Kalau iya, memangnya kenapa?" Memangnya hanya Claude yang boleh mencari pasangan baru?

Claude mengerutkan alisnya. Saat dia baru saja hendak bicara, pintu rumah telah terbuka. Bibi Jeni menyambut mereka dengan tersenyum gembira, "Tuan Muda dan Nyonya sudah pulang!"

Claude menahan kembali kata-kata yang ingin diucapkannya, lalu berjalan dengan langkah cepat ke dalam rumah. Saat masuk, mereka mengenakan sandal rumah, lalu masing-masing berpisah. Satunya naik ke lantai atas mencari ayahnya, satunya lagi langsung berjalan ke ruang tamu menemui kakek dan neneknya.

Nenek Claude, Priya, menarik Lillia ke satu sisi dan melihat penampilannya. "Belum hamil ya?" Sambil berbicara, dia menghela napas sekilas lalu mengalihkan topiknya, "Nggak apa-apa, usaha lagi saja bulan depan."

Perkataannya yang terakhir tidak bermaksud menyalahkan Lillia, tetapi terdengar seperti beban bagi Lillia. Lillia merasa gugup saat mengungkit masalah itu, seolah-olah terus mengingatkannya bahwa pernikahan ini memang tidak sepadan sedari awal.

Dulu, Lillia begitu rajin mengikuti program kehamilan. Awalnya dia mengira Priya benar-benar memakluminya. Hingga suatu saat, dia tidak sengaja mendengar Priya berbincang dengan kepala pelayan. Nada bicaranya terdengar sangat tidak acuh, "Saat itu kami menyuruh Claude menikahinya karena ingin melanjutkan keturunan. Kakeknya berutang banyak pada kami, tentu saja harus menebusnya dengan nyawa. Setelah melahirkan anak, aku baru menganggap utangnya ini sudah lunas. Kalau nggak, siapa tahu keluarga mereka akan balas budi atau nggak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status