Suara pintu yang di buka kasar begitu nyaring diruangan, semua mata langsung tertuju pada Malik yang sudah ada di ambang pintu. "Siapa yang ibu bilang mandul?" tanyanya dengan nada yang begitu emosi Bu Lili langsung ciut saat melihat kakak dari menantunya ada di rumahnya. Baskara pun demikian, dia mendadak gusar dan tidak siap berhadapan kembali dengan kakak iparnya. "Ibu jangan asal ngomong ya, emangnya ibunya udah pastiin kalau omongan ibu itu bener!" sentak Malik lagi Bu Lili beringsut sedikit kebelakang punggung Baskara mencoba mencari perlindungan agar dirinya tidak dicerca oleh Malik. "Mas... Aku pikir dengan kamu ngusir aku kemarin ada sedikit rasa bersalah dan menyesal dihati kamu... Tapi ternyata kamu malah menggunakan waktu kamu sama perempuan itu! Jadi apa yang harus aku usahakan untuk bisa mempertahankan rumah tangga kita menjadi baik kembali?" tanya Anjani, matanya menatap lekat Baskara dengan rasa kecewa yang semakin membuncah. Baskara menelan ludahnya dengan susah
Sisil dan Malik masuk ke rumah dan langsung mencari Anjani. Dikamar Anjani yang sedang asik sendiri terperanjat karena pintu kamarnya yang kebetulan lupa tidak dia kunci dibuka dengan kasar oleh kakaknya."Astaghfirullah... Bang, pelan-pelan buka pintunya! Bikin kaget aja," tegur Anjani sambil mengusap dadaMalik berjalan dan langsung memeluk adiknya, tidak mengerti kenapa abangnya langsung memeluk dia dengan posesif seperti itu."Abang kenapa sih? Jangan kenceng-kenceng peluknya sesek ini ih," Keluh Anjani sambil memukul kecil punggung MalikSisil yang ikut kesal langsung menjewer kecil suaminya, "Kamu panik boleh tapi liat adek kamu itu susah nafas," bisiknya dengan tegasMalik langsung melepaskan, tangannya mengusap-ngusap kepala adiknya."Dek, kenapa kamu gak ngomong sama abang," ucap MalikAnjani mengangkat satu alisnya, kemudian dia menatap Sisil meminta penjelasan."Kamu sama Baskara lagi gak baik-baik aja kan dek?" Sisil mulai menatap serius. Dia sudah siap mengintrogasi adikn
Sudah dua hari Anjani menginap di rumah orang tuanya, sekalipun Baskara tidak terlihat datang. Dia hanya mengirim pesan kepada Anjani untuk pulang ke rumah Bu Lili. Anjani tidak menggubris. Bukankah seharusnya Baskara yang menjemputnya jika memang dia ingin kembali membicarakan ini semua? Kenapa juga harus Anjani yang selalu mengalah dan menurut? Bu Aulia mulai curiga karena tidak biasanya Anjani diam dan lebih asik menulis, tapi kecurigaannya dia pendam. Bu Aulia mengerti bagaimana melelahkannya menjadi seorang IRT yang hanya bergelut dengan pekerjaan rumah satu persatu. Di kamarnya, Anjani bernyanyi sambil mencurahkan segala ide, melanjutkan jalan cerita yang selalu dinanti oleh pembaca setianya. Naskah yang diminta pun sudah dia kirimkan, waktunya semakin longgar dan ia manfaatkan untuk menulis saja. Ponsel Anjani menyala dan bergetar, sengaja dia bisu kan agar fokusnya tidak terdistraksi, melihat kakak laki-lakinya yang menelpon, secepat kilat dia langsung menjawabnya. "Halo
Anjani akhirnya memutuskan untuk meminta jemput supir saja. Untungnya sang supir selalu standby dan selalu siap jika dimintai untuk dijemput. Saat makan tadi tidak banyak yang diobrolkan oleh Anjani dan Andreas, Yudistira yang lebih banyak berbicara dan aktif bertanya ini dan itu. Meski ingin sekali menanyakan hal yang mengganggu Anjani, Yudistira berusaha sekuat mungkin untuk tidak membuat Anjani tidak nyaman. Sesampainya di kediaman orang tua Anjani, ia langsung disambut hangat oleh ibunya. Kepulangan Anjani selalu membuat hati Bu Aulia bahagia. Berbeda dengan Pak Sanjaya yang justru langsung curiga dengan kepulangan anaknya lagi. Bagaimana tidak? Untuk datang ke rumahnya sebulan sekali saja, sulit untuk Anjani. Tapi bulan ini dia pulang bahkan sudah tiga kali termasuk sekarang. Kecurigaannya langsung diperkuat dengan tidak ada kehadiran menantunya disana. "Kenapa gak bilang dari siang kalau kamu lagi dia sekitar sini? Tahu gitu kan mama samperin kamu dan temenin kamu belanj
Baskara yang terlanjur dikuasai amarah, langsung meminta Anjani untuk keluar dari rumah. Tanpa penolakan dan tanpa merasa keberatan, Anjani menuruti kemauan suaminya. Bu Lili yang melihat kepergian menantunya sedikit merasa lega. Kali ini dia tidak takut kehilangan Anjani, karena ada Melati yang akan menjadi menantunya. Sudah hampir magrib Anjani pergi. Dia menangis sendiri sambil berjalan tanpa arah. Anjani keluar dari area rumah mertuanya. Ketua RT yang melihat kepergian Anjani dengan wajah sembab dan langkah lemas langsung menghampirinya. "Neng... Neng Anjani…?" panggil pak RT. Anjani mengusap ujung matanya dan menarik napas sesaat, kepalanya menoleh dan tersenyum kepada pak RT. "Iya pak RT... Ada apa?" tanya Anjani dengan sopan. Pak RT langsung menghampiri, "Mau kemana neng? Tumben mau magrib kaya gini masih di luar..." ucapnya. Matanya terlihat biasa saja, tapi kenyataannya Pak RT menelisik dalam diam. "Emmm... Itu pak, saya ada urusan tadi kelupaan, jadinya saya pergi sek
Keputusannya... Mas gak bisa selesaikan hubungan mas dengan Melati," Hati Anjani yang awalnya tenang itu langsung hancur seketika. Hatinya kembali berdesir merasakan luka yang kembali ditoreh oleh suaminya. "Mas gak bisa, Jan... Mas dengan kesadaran penuh meminta kamu mengizinkan hubungan mas dengan Melati sekaligus mas mau minta izin... Mas mau mempersunting Melati untuk menjadi istri kedua mas," lanjut Baskara. “Apa?” Tubuhnya seperti tersambar petir, Anjani meremas mukenanya dengan kencang menyalurkan keterkejutannya mendengar penuturan suaminya. "Mas harap kamu mengizinkan, mas yakin kamu paham dalam agama kita, seorang laki-laki bisa memiliki istri lebih dari satu dan itu diizinkan oleh agama," lanjutnya lagi tanpa mau tahu bagaimana perasaan Anjani saat ini. Anjani menyunggingkan senyum getir, senyuman dengan sirat kesakitan. "Alasan apa yang mendasari kamu untuk memilih dia menjadi istri kedua kamu mas?" tanya Anjani tanpa menatap Baskara. Baskara langsung duduk tegap