Anjani meringkuk di kamarnya, badannya masih terasa panas. Dia sudah meminum obat, tapi masih saja panasnya belum juga turun. Anjani terus mengabari Baskara perihal kondisinya. Baskara meminta Anjani untuk ke klinik saja.
Di luar, Bu Lili merasa jengah saat mengetahui menantunya belum juga keluar dari kamar, kesal tidak melihat Anjani lalu lalang membereskan rumah. “Anjaniiii....” teriak Bu Lili. “Mau sampai kapan kamu di kamar seperti itu? Gak akan keluar kamar kamu, hah?!” teriak Bu Lili lagi. Belum ada sahutan dari dalam kamar, Bu Lili pun mengetuk-ngetuk kamar Anjani dengan kencang. “Anjaniiii! Kamu budeg atau gimana?! Buruan keluar ini udah hampir siang, Ibu lapar ini mau makan!” Ceklek. Tidak lama pintu kamar Anjani terbuka. Anjani membetulkan kerudungnya terlebih dahulu. “Bu, badan aku masih belum enakan. Biar Anjani pesenin makanan online aja ya, Bu,” Anjani berinisiatif menawarkan. “Ibu itu udah beli bahan mentah. Sayang, dong, kalau gak dimasak, mubazir tahu enggak! Udah kamu masak yang ada aja, gak usah beli online-online, ngabisin uang Baskara aja kamu itu.” “Bu, Anjani belinya pake uang Anjani dulu kok Bu, bukan uang dari Mas Baskara,” sanggah Anjani. “Dih, uang kamu? Emang kamu punya uang dari mana? Kamu aja gak kerja, cuma diem di rumah. Gimana caranya kamu bisa punya yang kaya gitu? Udah jelas uang yang kamu pegang itu uang anak Ibu! Udah buruan ke dapur. Ibu udah lapar, masak gak pake lama!” Bu Lili langsung duduk di kursi, dia menyalakan TV dan menonton gosip. Walau dengan keadaan lemas, akhirnya Anjani menuju dapur dan mulai memasak. Di sela-sela memasak Anjani merasa tubuhnya begitu ringan, dia memegang ujung meja sesaat sambil memejamkan mata. Mencoba menyeimbangkan diri agar tetap bisa berdiri, tapi tubuhnya malah ambruk. Braaaak! “Apa tuh?” Bu Lili langsung menuju dapur ke sumber suara yang dia dengar tadi. “Anjani! Aduh gimana ini, malah pingsan lagi si Anjani. Kamu itu Ibu suruh masak Anjani bukan malah ambruk disini, nyusahin aja kamu itu,” Bu Lili mendumel sambil menepuk-nepuk pipi Anjani berharap sang menantu sadar. Tapi setelah beberapa kali mencoba Anjani belum juga sadar. Dengan sedikit rasa panik Bu Lili keluar rumah untuk meminta bantuan, berharap ada tetangga yang bisa membantunya. “Bu Lili kenapa?” tanya Bu Ambar tetangga seberang rumah Bu Lili. “Aduh, syukur ada Bu Ambar. Bu Ambar tolong itu si Anjani pingsan di dapur, saya bingung gotongnya. Apa Bu Ambar bisa bantu?” “Pingsan? Kenapa Bu kok Anjani bisa pingsan kaya gitu?” tanya Bu Ambar yang sedikit kaget “Saya juga gak tahu, tadi dia di dapur eh langsung pingsan. Ayo Bu Ambar bantu saya!” Bu Ambar memanggil suaminya untuk membantu mengecek kondisi Anjani. “Aduh pah, ini badan si Anjani panas banget. Kayanya bener deh harus di bawa ke klinik.” Ucap Bu Ambar pada suaminya “Yaudah ayok, Mah. kita langsung ke klinik dokter Andres aja.” Seru pak Agus Bu Ambar mengangguk, dia membuka pintu mobil miliknya yang kebetulan terparkir di depan rumah. Pak Agus menggendong Anjani dan langsung menyimpan kursi mobil bagian belakang. “Padahal gak usah di bawa ke klinik bu Ambar, Pak Agus. Kayanya sebentar lagi juga si Anjani bakalan bangun.” Ucap Bu Lili “Gak usah gimana sih Bu? Menantunya sakit begitu sampe pingsan kok malah dilarang buat dibawa ke klinik,” Jawab Bu Ambar matanya mendelik kepada Bu Lili “Bu-bukan begitu Bu Ambar tapi nanti aja nunggu Baskara pulang. Biar Baskara yang antar, Bu.” Jawab Bu Lili gelagapan “Hubungi aja anak ibu sekarang suruh dia nyusul ke klinik sekarang.” Jawab Bu Ambar Bu Lili menelan salivanya, meski keberatan tapi dia tetap menghubungi anaknya memberitahu bahwa Anjani di bawa ke klinik terdekat. Baskara yang kebetulan sedang istirahat langsung membaca pesan yang masuk. Setelah membaca isinya Baskara langsung meninggalkan teman-temannya yang asik makan dan merokok di kantin. Baskara melajukan motornya keluar area pabrik sedikit mengebut, saat di tengah jalan di arah berlawanan muncul mobil. Baskara yang kurang fokus yang reflek mengerem agar tidak menabrak mobil di depannya. “Mas, gapapa?” Ucap seseorang yang keluar dari mobil dengan sedikit tergesa. “Gapapa, maaf saya…” Baskara tidak melanjutkan ucapannya, matanya tidak berkedip saat melihat wanita cantik di depannya. “Loh, Baskara! Kamu Baskara kan?” Ucap wanita itu yang sadar siapa pria yang hampir menabrak mobilnya “Melati,” ucap Baskara dengan suara pelan “Kamu melati?” Tanya Baskara. “Iya, aku Melati. Kamu mau kemana sih? Kok ngebut segala bawa motornya? Hampir aja nabrak kalau kamu gak cepet-cepet rem motornya” Ucap Melati. “Iya sorry, aku lagi buru-buru ada urusan.” Jawab Baskara, matanya masih menyiratkan keterkejutan sekaligus kekaguman dengan melihat wajah Melati. “Oh gitu ya. Eh nanti kamu datengkan ke acara reuni? Anak-anak yang lain udah konfirmasi kalau mau dateng, tapi kamu kayanya belum ada konfirmasi deh.” “I-itu, iya aku usahain ya.” Jawab Baskara “Eh ke cafe itu dulu yuk, mumpung kita ketemu. Kamu gak buru-buru bangetkan?” Tanya Melati sambil meraba lengan Baskara. Baskara ingin menolak tapi logikanya kalah oleh ego yang ingin berbincang dengan perempuan yang pernah menjadi tambatan hatinya. “Boleh, yuk.” Ucap Baskara sambil mengangguk, dia memberikan senyum manis kepada Melati. Keduanya langsung menuju Cafe yang tidak jauh dari tempat mereka saat ini berbincang.Persidangan ke-2 dilanjutkan. Anjani dan Baskara kembali hadir dalam persidangan. Namun kali ini ada yang berbeda. Baskara tidak hadir sendirian. Ia ditemani Melati, Bu Lili dan Putri. Mungkin kehadiran mereka untuk menjadi saksi di pihak Baskara, tapi Anjani terlanjur sudah tidak peduli apapun itu. Suasana ruangan kali ini sedikit formal, terasa dingin namun bukan semata-mata karena AC. "Baik bapak dan ibu, untuk sidang kali ini saya ingin mengetahui lebih lanjut alasan ibu memilih untuk bercerai... Serta melihat bukti-bukti yang dimiliki untuk memperkuat alasannya," ucap Hakim dengan tegas, meski wajahnya tidak menunjukan sikap dingin. "Apa alasan ibu mengajukan perceraian ini?" tanya hakim kepada Anjani. Anjani tersenyum ia duduk dengan tegak di kursinya. "Terima kasih pak hakim... Alasan saya menggugat cerai suami saya karena suami saya yang sudah berselingkuh. Alasan yang sudah tidak bisa saya toleransi lagi," jawab Anjani tanpa ragu. "Adakah alasan lainnya?" tanya hakim la
Cuaca masih terasa panas meski di ruangan ber AC. Melati menunggu gilirannya kembali untuk pemotretan. Ia duduk di sebelah Clarissa, jarinya sibuk membuka aplikasi dan juga berbalas pesan dengan Baskara."Permisi," seseorang masuk dengan membawa satu bingkisan di tangannya.Melati langsung tersenyum melihat kedatangan OB yang tadi sudah ia suruh untuk membeli rujak."Mba Melati ini rujaknya, maaf lama saya tadi cari di tempat lain," ucap OB itu dengan memberikan kresek kepada Melati.Melati melihat isi rujak yang cukup banyak dengan bumbu yang terpisah. "Makasih ya, kembaliannya buat kamu aja," sahutnya tanpa menoleh ke OB itu.Clarissa menatap Melati yang sudah terlihat tidak sabar untuk memakan rujak itu. Ia memperhatikan bagaimana Melati langsung menggigit buah mangga muda yang sudah bisa ditebak bagaimana rasanya."Mel, apa lu gak bisa tahan dulu apa kepengen lu yang kali ini? Apa gak bikin curiga orang-orang ya dengan lu kaya gitu," ucap Clarissa dengan nada sinis.Melati merasa
Hari persidangan tiba, Anjani ditemani Gerald melangkah dengan tekad yang kuat. Sebelum mereka ke persidangan, keduanya melakukan diskusi. Gerald melakukan konfirmasi terlebih dahulu soal keputusan apa yang akan Anjani ambil, meski sudah dilakukannya mediasi. Baskara memilih pergi diam-diam. Ponselnya sudah penuh dengan panggilan dari Melati yang memaksa Baskara untuk tidak datang, begitupun dengan ibunya yang baru tahu kalau Baskara sudah di pengadilan. "Mari mba kita masuk," ajak Gerald dengan sopan. Anjani mengangguk ia masuk mengikuti Gerald keruangan. Anjani dan tim pengacara duduk di sisi kiri. Tidak lama Baskara hadir seorang diri dan langsung duduk di sisi kanan. Matanya mencuri pandang kepada Anjani, ia melihat penampilan Anjani yang berbeda. Wajahnya lebih cerah, pakaiannya begitu cocok dengan Anjani, kerudung pashmina yang ia kenakan dengan model berbeda namun tetap syar'i membuat Anjani semakin terlihat anggun. Berbeda dengan Anjani, meski tahu Baskara ada di sebelahn
Anjani membantu ibunya membersihkan kebun belakang di rumahnya. Ia menyambut beberapa rumput liar dan memindahkan beberapa tanaman agar posisinya terlihat lebih rapi.Suara ponsel Anjani menghentikan aktivitasnya, ia izin untuk mengangkat telepon terlebih dahulu kepada Bu Aulia."Ma, aku angkat telpon dulu ya... Kayanya penting dari Mas Gerald," ucap Anjani. Bu Aulia mengangguk dan kembali membereskan tanaman.Anjani duduk terlebih dahulu di kursi yang terbuat dari kayu dengan segala jenis makanan dan minuman yang sudah ditata rapi oleh ART-nya jika majikannya beristirahat."Assalamualaikum, mas Gerald," sapa Anjani langsung."Waalaikumsalam, Mba Anjani... Maaf saya mengganggu mba, saya hanya mau menginformasikan kalau jadwal sidang pertama dan pemanggilan untuk mba Anjani sudah ada, sidang akan dilakukan dua hari lagi," tutur Gerald langsung ke inti.Anjani mengangguk pelan, "Apa saya harus hadir mas Gerald? Atau bisa diwakilkan saja oleh mas Gerald?" tanya Anjani."Ya bisa saja Bu A
Clarissa tidak ikut ke dalam. Ia memilih untuk menunggu di depan saja. Clarissa menggunakan earphone, agar tidak mengganggu orang lain saat ia memainkan ponsel, Melati dan Baskara sudah masuk beberapa menit untuk melakukan pemeriksaan kehamilannya. "Clarissa," ucap seseorang yang sadar Clarissa sedang duduk. Clarissa langsung menoleh ia melepas earphone terlebih dahulu, dadanya langsung berdegup cukup kencang saat melihat siapa yang ada di depannya. "Eh… ha-hai..." Ia menyapa balik dengan sedikit gugup. Perempuan itu duduk di samping Clarissa tanpa diminta, "Lu lagi ngapain di sini? Siapa yang sakit?" tanyanya. "Oh i-itu... Ya gue lagi gak enak badan," sahut Clarissa mencoba menutupi keberadaan Melati. Mata orang itu melihat ruangan yang ada didepannya, dahinya langsung berkerut dan ia tertawa kecil. "Lu sakit apa? Lu mau periksa ke Obgyn? Seriously?" Bagaimana tidak? Orang itu tahu Clarissa bukan wanita sesungguhnya, jadi sangat tidak mungkin Clarissa memeriksakan diri ke dokt
Yudistira sudah tertawa terbahak saat Andreas mendumel tanpa henti. "Sesekali lu baik sama cewek, jangan jutek terus kaya gitu... Untung tuh cewek gak baper parah, tapi gue yakin sih dia bakalan ngadu ke mamihnya dan itu pasti sampe ke telinga mamih Sekar," ucap Yudistira yang sedang berhenti tertawa."Gue juga tadi kepaksa aja sanggupin permintaannya buat ketemu... Kalau bukan karena mamih gue juga gak mau," sahut Andreas dengan wajah masamnya."Tapi lumayan cantik juga tuh cewek, masa sih elu gak tertarik sama sekali? Dres, gue agak khawatir sebenarnya sama elu," ucap Yudistira dibuat serius.Andreas menautkan alis, "khawatir kenapa? Tumben lu khawatir sama gue!" sindirnya."Ya gue khawatir aja... sebenernya elu itu emang gak tertarik sama cewek karena elu males buat berurusan sama yang namanya perempuan, atau.... atau elu begitu karena elu tuh sebenernya tertariknya sama cowok juga," jawab Yudistira dengan sedikit bergidik.Cekiit….!Mobil direm mendadak oleh Andreas. Dia membuka