Sesampainya di klinik Pak Agus membawa Anjani masuk ke IGD dia membaringkan tubuh Anjani di kasur kosong, di susul oleh Bu Ambar dan Bu Lili. Dokter jaga di ruangan IGD langsung melakukan pemeriksaan kepada Anjani.
Dokter tersebut memeriksa dengan seksama, ternyata tekanan darahnya rendah, demamnya hampir mencapai 40 derajat, denyut nadinya pun lemah. Selesai pemeriksaan dokter langsung menjelaskan kepada Bu Ambar dan Bu Lili bahwa Anjani perlu perawatan insentif karena kondisinya tidak memungkinkan untuk pulang. "Bu Anjani harus di rawat inap beberapa hari ke depan ya, Bu." Ucap dokter kepada Bu Ambar dan Bu Lili "Apa gak bisa pulang aja, dok?" Tanya Bu Lili "Tidak bisa Bu, melihat kondisinya tidak memungkinkan untuk pulang. Jadi saran saya Bu Anjani di rawat untuk pemeriksaan lebih lanjut." Jawab dokter dengan sopan. "Bisakan kalau pakai kartu kesehatan dari pemerintah dok?" Tanya Bu Lili. "Bisa ibu" jawab Dokter dengan sopan "Yaudah gapapa dok, kalau emang bisa di cover pake itu." Tungkas Bu Lili walau tidak setuju dengan saran dokter tersebut "Baik, saya akan minta perawat untuk mengurus ruang inapnya ya Bu." Bu Lili mengangguk Bu Ambar dan Bu Lili menunggu, sampai perawat menginformasikan ruang inap sudah siap. Dan Anjani akan segera dipindahkan. “Permisi, pak, Bu ruangannya sudah siap. Bu Anjani sudah bisa dipindahkan keruangan inap” Ucap Salah satu perawat. “Silakan sus.” Jawab Bu Lili dan Bu Ambar berbarengan Diam-diam Bu Lili mengirim pesan kembali kepada Baskara karena sudah lebih dari setengah jam anaknya belum juga tiba di klinik. "Kemana lagi si Baskara! Jarak dari pabrik ke sinikan gak jauh, kenapa belum sampe juga!" batin Bu Lili sambil mengecek kembali handphonenya Cukup lama Bu Lili menunggu di ruang inap sampai akhirnya kedua orang tua Anjani tiba di klinik. Bu Lili memberanikan diri untuk pamit pulang bersama Bu Ambar dan pak Agus. "Nak, ayah mau pindahin kamu ke ruangan VIP saja ya." Ucap Pak Sanjaya kepada anaknya "Kenapa emangnya pah? Di sini juga gapapa." Jawab Anjani "Ya gapapa, papah pengen kamu lebih nyaman aja jadi papah pindahkan ke VIP. Sebentar ya biar papah urus dulu ke depan." Pak Sanjaya langsung keluar ruangan meninggalkan anak dan istrinya. Bagaimana mungkin pak Sanjaya tega membiarkan anak bungsunya di rawat di ruangan yang menurutnya kurang bagus. Anjani selalu dia berikan fasilitas yang baik, itu sebabnya pak sanjaya berinisiatif untuk memindahkan ruang anaknya. Hingga hampir magrib Baskara belum juga datang ke klinik, bahkan Anjani sendiri sudah dipindahkan ke ruangan VIP Tok! Tok! Tok! Pintu kamar terbuka. Masuk seorang dokter dengan menggunakan jas putih, membawa stetoskop, wajahnya tenang meski terlihat lelah. "Permisi, Bu Anjani?" Sapanya "Maaf ya Bu saya baru datang ke sini. Ada tindakan terlebih dahulu, jadi jadwal visit saya sedikit mundur." ucap Dokter Andreas dengan sopan "Ya tidak apa dok," jawab Anjani "Bagaimana kondisi ibu sekarang? Apa masih ada keluhan seperti pusing, mual dan muntah Bu?" Tanya Dokter Andreas dengan melihat rekam medis "Sudah lebih baik dok, hanya sedikit lemas saja." Jawab Anjani "Bagaimana dengan nyerinya Bu? Apa masih terasa?" Tanya dokter Andreas lagi "Masih ada sedikit dok, tapi tidak seperti sebelumnya" jawab Anjani Dokter Andreas tersenyum, "Sepertinya ibu mengalami iritasi lambung, saya cek dulu ya Bu. Boleh saya cek perutnya?" Izin dokter Andreas terlebih dahulu, Anjani mengangguk. Dokter Andreas memeriksa dengan hati-hati, menekan beberapa titik tertentu "tarik nafas dalam, ya Bu... Sekarang buang... Bagus..." Dokter Andreas melepas tangannya dari perut Anjani "Jaga pola makannya ya Bu Anjani, jangan terlalu capek dan juga setres. Jangan biasa menyimpan banyak pikiran, karena tubuh kita terkadang sulit untuk di ajak kompromi." Ucap dokter Andreas dengan nada lembut. "Baik dok, terima kasih" . "Apa ibu sendirian di sini? Saya tidak lihat ada keluarga yang jaga Bu?" Ucap dokter Andreas sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "Orang tua saya izin untuk ke musola dulu dok, mungkin sebentar lagi kembali. Suami saya juga sedang dalam perjalanan kesini." Jawab Anjani, Dokter Andreas tersenyum. "Ya usahakan ada yang menunggu di sini. Jika nanti ada sesuatu, pihak kami mudah untuk menghubungi." Ucap dokter Andreas menatap wajah Anjani yang masih sedikit pucat. Mata keduanya saling beradu untuk beberapa detik. Tok! Tok! Pintu kembali di ketuk dari luar. Seseorang masuk ke dalam ruangan dengan langkah sedikit tergesa dan napasnya terengah. "Selamat malam dok" sapa Baskara kepada dokter Andreas yang ada di sisi ranjang Anjani "Ya, malam." Jawabnya "Maaf saya baru datang, saya suami Anjani dok." Ucap Baskara, dokter Andreas sedikit menggerakan tubuhnya "Saya dokter Andreas yang menangani istri bapak. Saya sedang melakukan Visit karena tadi sempat tertunda" Baskara melirik ke arah Anjani kemudian beralih kepada Dokter Andreas. Tatapannya sedikit menyelidik, merasa tidak nyaman melihat Anjani yang tadi sempat tersenyum dan saling pandang dengan dokter Andreas. "Gimana kondisi kamu sekarang?" Tanya Baskara, tangannya langsung menggenggam tangan Anjani. "Udah lebih baik mas" jawab Anjani tersenyum lembut. "Bu Anjani tolong obatnya di minum dan jangan sampai terlewat ya Bu. Selain menjaga pola makan, juga harus menjaga pikiran. Jika ada sesuatu yang memberatkan ibu, di bicarakan saja jangan di pendam sendiri, karena terkadang sakit juga bukan karena dari penyakit itu sendiri melainkan dari pikiran juga." Ucap dokter Andreas, nadanya berubah sedikit tegas. Baskara sedikit terhenyak mendengar penuturan dokter Andreas, dia mendadak kikuk. "Baik dok, saya mengerti. Terima kasih." Jawab Anjani. "Kalau begitu saya pamit ya pak, Bu. Semoga lekas sembuh" ucap dokter Andreas dengan tulus. Baskara memastikan dokter Andreas sudah keluar dari ruangan, dia langsung duduk dikursi pinggir ranjang Anjani. "Mas kamu kemana aja? Kenapa baru ke sini?" Tanya Anjani. "Maaf, mas tadi gak bisa izin pulang. Mas juga tadi sempet di minta lembur, cuma gak di ambil." Jawab Baskara berbohong, wajahnya di buat semeyakinkan mungkin. "Oh gitu ya mas." "Mamah sama papah mana? Kata ibu tadi mereka nunggu kamu di sini?" "Iya mas, mamah sama papah kayanya langsung ke kantin. Soalnya tadi izin ke mushola buat solat magrib." Jawab Anjani sambil mengelus tangan Baskara "Dokter tadi udah lama periksa kamu?" Tanya Baskara dengan nada cemburu "Enggak kok mas, gak lama sebelum kamu dateng dokter Andreas baru ke sini." Jawab Anjani "Oh, kirain dari tadi periksa kamunya." Jawab Baskara merasa lega "kamu udah makan? Kalau belum biar mas suapin, kamu harus minum obat lagi kan?" "Iya mas, itu makannya tadi di simpan di nakas. Obatnya juga ada di situ" tunjuk Anjani ke nakas yang tidak jauh dari tempat tidurnya Baskara langsung mengambil makan malam dan menyuapi Anjani. Tapi disela aktivitasnya Baskara masih kepikiran dokter Andreas yang menurutnya terasa aneh saat memeriksa Anjani. Terutama saat dia datang, tatapan mata dokter Andreas sedikit mengusiknya.Setelah berdiskusi bersama keluarganya dan memberi tahu bahwa keluarga Andreas akan datang di hari sabtu baik keluarga Anjani maupun Andreas mendadak sibuk. Bu Sekar begitu semangat menyiapkan hantaran yang akan dibawa nanti. Perasaannya cukup lega karena akhirnya Andreas benar bisa melupakan kejadian kelam masa lalunya tapi... tetap saja ada rasa khawatir yang dirasa oleh bu sekar. ia takut jika nanti kejadian dulu terulang untuk kedua kalinya.Andreas yang mengalami kecelakaan kecil sampai kakinya terkilir mencoba menyembunyikan kondisinya ia tidak ingin menghancurkan rencana baiknya hanya karena insiden seperti ini. Bukan tanpa alasan Andreas menyembunyikan kondisi dirinya tapi karena dia tahu bahwa Anjani adalah tipe orang yang tidak enakkan mendengar dia sakit pasti Anjani akan meminta menunda acaranya."Gimana kaki elu apa udah baikan?" tanya Yudistira yang duduk di depan meja kerja di rumah orang tua Andreas"ya udah mendingan... syukurlah nggak terlalu parah,""Parah sih sebe
Andreas dan Anjani akhirnya sampai di puncak ditempat biasa. keduanya langsung menikmati pemandangan yang sangat sejuk. Kedatangan Melati yang tiba-tiba membuat suasana hati Anjani memburuk. meski sudah ikhlas dan mencoba melupakan ia tetap saja masih merasa nyeri meski tidak sehebat dulu. "Tidak usah dipikirkan ucapan wanita tadi. Biar orang lain menilai kita seperti apa karena yang tahu kebenarannya hanya kita," Ucapan Andreas terdengar menasihati sepertinya ia paham apa yang membuat Anjani tiba-tiba banyak diam "Aku cuma nggak habis pikir aja mas... apa yang dia mau sebenarnya? apa belum cukup dengan dia memiliki mas Baskara sekarang? kenapa bisa dia terus membual dan mengatakan sesuatu yang tidak benar?" sahut Anjani "Dia hanya tidak suka melihat kamu bahagia tapi kamu kamu sangat berhak mendapatkan kebahagiaan itu," "Anjani... Apa saya boleh bertanya suatu hal?" tanya Andreas Anjani melirik ke arah Andreas dan tersenyum "Boleh mas, apa?" "Saya sudah memberi tahu keluarga s
Andreas semakin percaya diri dan yakin untuk lebih dekat dengan Anjani karena ternyata orang tuanya mendukung apalagi freya yang langsung bahagia saat tahu perempuan yang di sukai oleh kakaknya adalah penulis terkenal yang sangat ia sukai. Setelah meyakinkan diri dan keluarganya Andreas akan mengabarkan kepada Anjani agar iya bisa lebih melangkah lebih pasti lagi. Andreas menunggu di salah satu resto yang ada disebelah kampus tempat Anjani sedang mengisi acara. Ia ingin berbicara lebih jauh soal hubungan keduanya. "Mas... maaf ya udah nunggu lama," ucap Anjani membuyarkan lamunan Andreas "Nggak kok kebetulan baru dateng," jawab Andreas bohong "Mau makan apa?" tanyanya lagi Anjani menunjuk makanan dan minuman keduanya berbincang dan bertukar cerita tentang kegiatan masing-masing. Perbincangan keduanya terganggu saat terdengar orang yang bicara dibelakang Anjani "Hallo Anjani... Ketemu lagi kita," ucap Melati yang sudah berdiri dibelakangnya bersama Baskara Anjani langsung mem
Anjani akhirnya memberi jawaban untuk mengizinkan dia mengenal Anjani lebih jauh. Anjani memberikan kesempatan untuk dirinya dan juga Andreas untuk sama-sama tahu keyakinannya perihal hati masing-masing. Setelah mendapat izin Anjani dan Andress melipir ke gazebo keduanya duduk sambil menatap awan. Sepertinya mulai sekarang mereka harus terbiasa jika obrolannya tidak terlihat sebatas seorang teman. "Anjani... Apabila kita merasa cocok satu sama lain apa holeh saya langsung membawa orang tua saya ke sini?" tanya Andreas "Saya pikir usia kita sudah bukan waktunya untuk menjalani hubungan tanpa tujuan. Sebenarnya saya ingin membawa keluarga saya langsung menghadap orang tua kamu. tapi... saya takut jika hasilnya tidak sesuai dengan harapan saya," "Memangnya Mas Andreas seyakin apa bahwa kita bisa cocok dan lanjut dalam perkenalan ini?" tanya Anjani "Ya saya yakin saja," "Pa mas Andreas setelah ini akan jujur kepada orang tua mas siapa yang sedang mas dekati? apa mas tapi dak
Andress sudah datang ke rumah Anjani ia berbasa-basi terlebih dahulu sebelum menuturkan maksud kedatangannya. Seperti biasa bu Aulia akan menyiapkan segala hasil tangannya jika Andreas datang ke rumah. Cukup lama Andreas dan kedua orang tua Anjani mengobrol santai sampai akhirnya Andreas mulai membuka obrolan dengan lebih serius. "Maaf om, tante. Kedatangan saya kesini sebenarnya ada maksud lain yang ingin saya bicarakan dengan om dan tante," Bu Aulia dan Pal Sanjaya sudah saling melirik. "Saya... Mau meminta izin kepada om dan tante untuk bisa mengenal lebih jauh anak perempuannya, Anjani. Sekiranya om dan Tante mengizinkan maksud baik saya," ucapnya sesikit gerogi Bu Aulia menoel paha suaminya ia sedikit kaget ternyata Andreas memang sengaja datang kerumahnya untuk menyampaikan maksudnya. "Kalau Om sih gimana Anjani saja. Om tidak bisa mengizinkan atau melarang karena yang nanti akan saling mengenalkan kalian, hanya saja om harus menanyakan beberapa hal dulu kepada kamu jika m
Anjani dan Andreas semakin merasa hubungannya jauh lebih dekat. Keduanya sekarang tidak ragu untuk memperlihatkan perhatian satu sama lain tapi Anjani paham bahwa mereka tidak bisa terus seperti itu. Harus ada sesuatu yang jelas agar tidak bertindak lebih jauh lagi. Malam ini Anjani kembali duduk di balkon kamarnya, merenung dan kembali memantapkan hatinya. Ia sudah beberapa kali melakukan sholat istikharah dan meminta petunjuk hasilnya ya tetep sama. Andreas sendiri mendadak bungkam setelah Bu Sekar menanyakan perihal kedekatannya dengan seseorang yang berstatus janda. Sebenarnya tidak ada maksud lain hanya ingin tahu saja tapi pertanyaan itu justru ditangkap sebagai sinyal bahwa ibunya merasa kurang sreg dengan keputusannya. Tring! Suara Ponsel andreas berbunyi ia buru-buru membuka pesan yang masuk ke dalam aplikasi chatnya. [Mas, apa sedang sibuk? Boleh aku telpon mas sebentar] Andreas tidak membalas ia lebih memilih menelpon anjani lebih dulu. "Hallo... assalamualaik