Share

Pernikahan

***

Sudah satu minggu Wisnu keluar dari rumah sakit milik keluarga Bagas. Ia mendapatkan perawatan terbaik di rumah sakit itu secara cuma-cuma. Wisnu tidak tahu kalau rumah sakit itu milik keluarga sahabatnya karena Bagas tidak pernah cerita padanya. Yang Wisnu tahu sahabatnya hanya pengusaha sukses dengan beberapa anak cabang perusahaan di seluruh Indonesia. Wisnu hanya tahu kalau biaya rumah sakitnya ditanggung sang sahabat. Bagas sudah melakukan banyak hal untuknya juga keluarganya. Saat dirinya di phk, Bagaslah yang memberinya pekerjaan sehingga dapat mencukupi kebutuhan kedua putrinya saat itu.

Bagas dan Wisnu memutuskan mempercepat acara pernikahan Erland dan Aruna. Bagas akan mengadakan pesta besar dengan mengundang berbagai relasi bisnisnya. Maklum Erland adalah anak tunggalnya.

Satu minggu sebelum pernikahan Aruna masih bekerja, meskipun Wisnu sudah melarangnya. Saat ini Aruna sedang berada di ruangan sang bos sekaligus kekasihnya, Rafa.

"Pokoknya aku enggak mau kamu berhubungan badan dengannya, kamu milikku dan selamanya begitu. Aku mengizinkan kamu menikah dengannya, tapi tidak untuk tubuhmu. Setelah adik perempuanku menikah aku akan menikahimu," tegas Rafa.

"Iya, Sayang. Aku mencintaimu, hanya kamu. Cintaku dan tubuhku milikmu dan enggak akan aku bagi," ujarnya dengan manja.

"Iya, Sayang. Dokumen yang dibutuhkan untuk meeting sudah beres 'kan? tanyanya.

"Sudah, Sayang. Emangnya mau berangkat sekarang? Meetingnya kan masih pukul satu nanti," ucapnya.

"Kita meeting di puncak 'kan?"

"Iya, emang kenapa?" tanyanya balik.

"Aku mau kita berangkat sekarang. Aku mau kamu! Mungkin setelah kamu menikah kita tidak akan sebebas ini, dan itu pastinya akan membuatku merindukanmu. Jangan pernah tinggalin aku, dan jangan pernah berpaling dariku. Sejujurnya aku takut kehilangan kamu, Sayang. Andai mamaku sebelum meninggal tidak berpesan untuk menikahkan Silvia terlebih dahulu, diriku pasti sudah menikahimu sejak dulu, maaf ... maaf diriku sudah terikat dengan wasiat Mama," ucap Rafa sedih sambil memegang pipi Aruna.

"Kamu percaya padaku 'kan? Aku mencintaimu dari dulu dan sampai kapan pun. Aku enggak akan pernah berpaling darimu. Aku janji akan segera meminta Erland menceraikanku, setelah adikmu, Rafikah menikah."

"Aku pegang janjimu dan aku percaya padamu. Terima kasih, ya." Aruna mengangguk sambil mencium pipi Rafa.

Saat ini Aruna dan Rafa sudah berada di sebuah hotel yang ada di puncak. Mereka melakukan hubungan terlarang tanpa ikatan sebelum meeting dimulai. Sudah lama mereka melakukannya. Bahkan Aruna memakai alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Aruna benar-benar keterlaluan, di sisi lain tidak mau melepas Rafa dan di sisi lain ia menerima perjodohan ini hanya karena tidak mau menolak permintaan sang papa yang merasa berhutang budi pada keluarga Erland dirinya menerima perjodohan ini. Namun, ia tidak sadar perbuatannya akan membuat Erland sakit hati dan semakin trauma akan sebuah hubungan.

***

Besok adalah hari pernikahan Aruna. Namun, Aida sang adik belum pulang ke rumahnya di Bandung. Aruna pun menelepon sang adik. Aida meminta maaf tidak bisa hadir karena ada ujian penentuan yang sangat penting untuknya. Aruna pun bisa memahami itu.

Jumat pagi ini Aruna sudah bersiap di kamarnya dengan bantuan MUA. Setelah selesai Aruna akan dibawa ke masjid agung tempatnya melangsungkan akad nikah bersama Erland.

Aruna terlihat cantik dengan balutan kebaya modern yang pas di tubuhnya. Rambutnya disanggul dengan beberapa aksesoris yang menempel di rambut hitamnya.

Setelah rombongan pengiring yang membawa Aruna sampai di masjid. Aruna langsung dipertemukan dengan Erland yang sudah duduk di depan Wisnu dan penghulu.

Erland melihat Aruna kagum dan terpesona. Sedangkan Aruna hanya terlihat biasa.

Setelah semua sudah siap Erland menjabat tangan Wisnu mengucapkan ijab qobul dengan khidmat. Hingga para saksi dan undangan yang hadir bersamaan mengucapkan kata 'sah'

Aruna dipersilakan penghulu untuk mencium tangan Erland dan menandatangani buku nikah. Setelahnya mereka berdua bertukar cincin. Erland mencium kening Aruna sambil berdoa sesuai yang ia pelajari dalam seminggu ini. Erland tersenyum pada perempuan yang sudah menjadi istrinya itu.

Acara selesai sebelum Zuhur. Erland dan Aruna langsung dibawa ke hotel tempatnya nanti melangsungkan resepsi pernikahan sore nanti. Mereka akan beristirahat di kamar yang sudah disediakan untuk mereka saat ini juga pada malam nanti.

Erland dan Aruna masih canggung. Saat ini keduanya sudah berada di kamar. Mereka sama-sama diam. Aruna tipe perempuan yang cuek, tidak suka terlalu dikekang juga tidak suka diatur, sedangkan Erland tipe laki-laki yang perfeksionis, pendiam dan dingin. Banyak perbedaan antara keduanya. Namun, mereka juga ada kesamaan yaitu penurut pada orang tua. Bagi mereka orang tua adalah segalanya.

Mereka hanya bertemu empat kali sebelum pernikahan ini, diawali saat di rumah sakit, fitting baju, foto prewedding, dan saat ini. Mereka pun tidak pernah mengobrol hanya akan bicara bila itu perlu.

"Mas, mohon maaf sebelumnya, setelah kita menikah aku akan tetap bekerja. Aku harap Mas mengizinkannya," ucap Aruna tiba-tiba.

"Kenapa harus bekerja? Aku bisa memberimu nafkah berapa pun kamu minta, aku rasa kamu enggak usah bekerja lagi. Cukup duduk manis saja di rumah.

"Maaf, aku tidak bisa, karena aku ingin tetap bekerja, sebelumnya saya sudah mengatakan ini pada Padaku juga Papamu, Mas."

"Mereka tidak akan menyetujuinya," ucap Erland.

"Ya, Mas benar ... mereka tidak mau memberi keputusannya. tapi menyuruhku untuk meminta izin langsung padamu, saya harap kamu mengizinkannya. Aku sudah terbiasa bekerja, aku pasti bosan di rumah. Aku mohon ...," pintanya membujuk.

"Baiklah kalau kamu tetap ingin bekerja dan tetap jadi sekretaris, kamu bekerja di perusahaan saja, menjadi sekretarisku. Kebetulan Mbak Vena juga akan cuti sekitar 3 bulanan. Dia mau melahirkan putra pertamanya, aku baru saja akan mencari sekretaris."

"Tidak, Mas. Kalau bekerja di perusahaanmu aku akan beradaptasi lagi. Aku sudah cocok dan sangat cocok dengan lingkungan lamaku, aku enggak mau. Teman-temanku di sana juga sangat baik-baik padaku, jadi aku mohon ...," bujuknya.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau, dan kalau bekerja membuatmu nyaman aku ijinkan," ucap Erland mengalah. Ia tidak mau di hari pertama pernikahan mereka terjadi perdebatan. Toh, pikirnya kalau Aruna hamil juga akan berhenti bekerja sendiri. Erland hanya bisa berharap tidak tahu bagaimana kehidupan pernikahannya nanti.

Setelah Aruna dirias, dirinya dijemput Erland. Mereka berjalan ke ballroom tempat acara resepsi diadakan. Bagas, Arumi dan Wisnu mendampingi mereka dengan tersenyum pada para undangan yang sudah hadir. Erland dengan pesona dan ketampanannya juga tersenyum menyapa beberapa relasinya, berbeda dengan Aruna yang terlihat datar dengan senyum tipisnya, Padahal dirinya terlihat sangat cantik dan anggun dengan gaun pernikahannya yang elegan. Pernikahan ini bagi Aruna hanya sandiwara untuk tidak mengecewakan sang papa. Ia tidak tahu kalau yang ia lakukan ini akan membuat sang papa hancur.

Resepsi berjalan dengan lancar, semua undangan yang berjumlah ratusan, sedikit demi sedikit meninggalkan tempat acara. Aruna dan Erland kembali ke kamar mereka yang ada di hotel ini. Kamar itu sekarang sudah dihias ala kamar pengantin.

Erland masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Berharap rasa lelahnya hilang. Ini adalah malam pertamanya. Ia memang pernah punya banyak kekasih. Namun, Erland tidak pernah melakukan hal yang jauh melewati batasannya dengan kekasih-kekasihnya. Pergaulannya juga sangat dibatasi kedua orang tuanya. Pendidikan agama dari sang mama selalu ia dapatkan, sehingga ia tidak pernah terjerumus pada pergaulan bebas. Rasanya Erland masih canggung berada satu kamar dengan Aruna.

Erland lupa tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi, ia pun keluar hanya menggunakan handuk sebatas pinggang dan lututnya. Aruna mencoba membuka retsleting gaunnya, sedikit kesulitan. Erland yang melihat itu menawarkan dirinya untuk membantu membuka. Aruna melihat Erland hanya memakai handuk memperlihatkan tubuh atletisnya, dada bidang dan perut sixpack membuat jantung Aruna berdetak kencang. Ia memang sudah biasa melihat Rafa seperti itu, tapi ini berbeda. Erland jauh lebih memesona daripada Rafa. Aruna tercenung. Ia menolak Erland membantunya. Ia berjalan ke kamar mandi. Namun, sebelum sampai kakinya tergelincir karena menginjak gaunnya hingga--

Bruuk ... beruntung Erland dengan sigap memegangi tubuh itu hingga jatuh ke atas ranjang dengan Erland ada di atasnya. Mereka berpandangan cukup lama. Hingga Erland tanpa sadar mencium kening Aruna.

"Maaf, apa kamu sudah siap untuk malam ini?" tanya Erland ragu. Entah, apa yang terjadi pada Aruna. Ia dengan mantap mengangguk. Dirinya lupa dengan janjinya pada Rafa, meskipun dirinya sudah sah menjadi istri Erland dan melakukan ini adalah suatu kewajibannya sebagai seorang istri. Namun, ia masih menjaga perasaan Rafa, laki-laki yang sangat ia cintanya.

"Baiklah untuk malam ini biarkan aku melakukan kewajibanku pada Mas Erland. Namun, setelah ini aku enggak akan melakukannya lagi. Maafkan aku Mas Rafa, aku janji ini yang pertama sekaligus yang terakhir," batin Aruna.

Erland merasakan ada yang berbeda pada tubuh Aruna. Meskipun ini baru pertama untuknya tapi dirinya bisa membedakan antara yang masih belum tersentuh dan sudah tersentuh. Ia menghentikan aktivitasnya menatap lama wajah Aruna.

"Kenapa?" tanya Aruna.

"Enggak apa." jawabnya. Erland melanjutkan aktivitasnya setelah berhenti sejenak. Ia tidak mau menyakiti hati Aruna dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya privasi. Ia mencoba menerima Aruna apa adanya. Ia hanya tidak menyangka saja Aruna yang terlihat sebagai gadis baik-baik, penurut dan pendiam tidak bisa menjaga mahkotanya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yhy Alex Sam
b . .i u5d4rd h v h
goodnovel comment avatar
Dewi Astati
Kisahnya sangat menegangkan......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status