"Nares!"
"Narestu, I love you! Jadi pacarku ya!""Res, cek DM! Aku chat kamu di sana!""NARESTU AKU SUKA KAMU!""LO PAKE SKINCARE APA SI RES! GUE JUGA MAU GANTENG KEK LO COK!""ANJINK! MESKIPUN EKSOTIS TAPI LO GANTENG BANGET NARES!"Itu teriakan yang kudengar setelah memasuki area SMA CEMPAKA. Tak hanya satu, bahkan beberapa anak cewek maupun cowok saling berebut untuk melihat Narestu membuka helm fullface hitamnya.Aku baru tahu jika pesona sahabatku itu begini dashyatnya. Atau, mungkin saja aku yang kurang gaul selama ini?Di tengah pikiranku yang mulai kacau, Nares segera memeluk bahuku. Menepuknya pelan, menyadarkan diriku yang sempat melamun karena terhanyut riuh teriakan para fans Nares yang menggila."Jangan ngelamun Odyl, masih pagi loh kalo lo kesambet, kan, nggak lucu!" peringat Nares padaku.Seolah-olah cowok itu tak mempedulikan seisi dunia yang tengah mengangumi dirinya bak seorang idol papan atas.Lihat saja, anak-anak yang saling menjerit histeris di samping kanan-kiri. Nares bahkan tak menggubris mereka sama sekali. Cowok itu tetap berjalan santai dengan pandangan mata lurus ke depan. Jangan lupakan, tangan kanannya yang masih setia merangkul bahuku.Sebenarnya aku sempat mendengar beberapa kalimat cacian terhadapku. Namun, aku yang terlihat kecil diantara yang lain memilih untuk tak memperdulikan mereka. Sampai, kejadian yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya terjadi di depan mata.Bugh!"Nares!" teriak para penggemar cowok itu.Kulihat Nares yang beberapa menit masih memeluk bahuku kini jatuh tersungkur di atas aspal. Sudut bibirnya tampak pecah dan sedikit mengeluarkan darah.Susah payah cowok itu bangkit dari posisi jatuhnya tadi. Terlebih ada banyak pasang mata yang menyaksikan kejadian tak terduga barusan. Mungkin, jika aku diposisi Nares, aku akan sangat malu kemudian memilih untuk segera meninggalkan parkiran.Hanya saja, nyali Nares tak seciut nyaliku. Tampak dia bangkit, kemudian segera berjalan ke arah diriku yang masih diam mematung di tempat."Maksud lo apaan, dateng-dateng main tonjok muka orang? Apa sebelumnya gue punya salah sama lo, huh?" tanya Nares ketus pada Jay yang aku sendiri bahkan tidak tahu kapan dia datang.Anehnya lagi, Kakak tiriku itu sudah berdiri dengan tampang arogannya di belakang tubuhku tanpa tahu malu."Hhh, nggak."Mata Nares mendelik. Tidak terima dengan balasan Jay barusan. "Terus kenapa lo main tonjok gue?""Risih aja!" jawab Jay seenaknya lantas melenggang pergi dengan begitu santai seolah tanpa beban.©©©Sejujurnya, ada banyak pikiran yang mampir di otakku. Tentang pernikahan Ayah dan Roselin, sekaligus Kakak tiriku yang sinting, Jay.Aku masih tidak menduga jika hidupku akan berubah seratus delapan puluh derajat begini. Dari aku yang tadinya remaja biasa, kini menjadi anak seorang pengusaha kaya. Pantas, jika si Jay iblis itu kurang diperhatikan. Salah satu faktor utamanya adalah Roselin yang sibuk dengan pekerjaan.Ah, tunggu!Kenapa aku mendadak berpikiran jika kehidupan kami sedikit mirip?Hanya saja, aku yang kurang perhatian memilih mengurung diri di dalam kamar. Tentu saja, itu berefek pada lingkungan sosial. Di mana, aku lebih memilih menjadi seorang introvert dari pada berkelana bebas di dunia luar.Ya, seperti Jay. Mungkin karena rasa kesepiannya itu dia memilih untuk brutal. Mencari jati diri dengan kebebasan alam, lantas terjerumus kedalam pergaulan bebas. Kasihan.Terkadang anak-anak modelan begitu, justru harus diberikan perhatian lebih. Bukannya malah semakin tak diacuhkan. Hanya saja ..."Ikut gue, sekarang!"Itu tidak berlaku untuk Jay."Ih, kasar banget sih! Abang bisa pelan-pelan nggak nyeretnya?" rutukku, saat Jay tiba-tiba menyeret pergelangan tangan ini dengan paksa.Pria jangkung itu bahkan tidak memedulikan ribuan pasang mata yang melihat dirinya membawaku berjalan di koridor, menuju ke arah halaman belakang sekolah.Sebaliknya, malah mereka yang menundukkan wajah takut saat Jay balik menatap mereka satu persatu."Apa lihat-lihat? Mau mata lo gue colok, huh?" ancamnya galak.Aku hanya bisa diam menurut saja di belakang. Sampai akhirnya, langkah Jay terhenti mendadak, membuatku mau tak mau menubruk punggung kekarnya dari belakang."Ih, bisa nggak sih kalo berhenti jalan, ngomong dulu? Jidat Odyl jadi sakit, nih!" gerutuku seraya mengelus-elus permukaan dahiku yang terasa nyeri.Kulihat Jay membalikkan tubuhnya ke arahku. Lalu tanpa permisi menoel dahiku dengan tidak manusiawi."Manja!"Aku melotot. Tidak suka dengan ucapan Jay barusan."Suka-suka Odyl dong! Lagian Abang aneh, tiba-tiba nyeret tangan Odyl keluar. Padahal tadi pagi bilang, nggak usah sok kenal, nggak usah sok akrab, awas aja kalo-hmph!""Mulut lo bawel banget sumpah! Apa perlu gue cium biar berenti ngomong?" bisik Jay tepat di depan telingaku.Dia bahkan berani meletakkan ibu jarinya tepat di depan bibirku. Kemudian mengusap bagian bawah dengan sensual, tentu itu yang berhasil membuat ucapanku terpotong beberapa saat yang lalu."A-apaan, sih! Tangan Abang bau jengkol!" elakku kemudian.Segera mendorong dada bidang Jay agar mengikis jarak di antara kami. Untung saja, Jay tak berulah. Pria jangkung itu hanya terkekeh ringan menatap diriku yang masih uring-uringan."Salting, Dek?" tanyanya.Aku mendongakkan kepala dengan cepat. "Nggak, tuh.""Tsk! Terus blasson dipipi barusan, apa dong?"Huh? Apa katanya tadi? Blasson?Segera kulihat pantulan diri di dinding halaman belakang. Tampak penampilanku masih rapi dan cantik. Akan tetapi, rona kemerahan yang ada disekitar area pipi membuatku kelabakan.Sial!Aku kecolongan. Lagi-lagi, entah untuk keberapa kalinya aku mengutukki paras Jay yang tampan. Saking tampannya, aku bahkan hampir terjerat ke dalam pesona pria itu.Lantas saat kulirik kakak tiriku dari ujung mata. Dia hanya terbahak-bahak, menertawakan kebodohan diriku kembali.©©©'Teruntuk malaikat kecilku. Maaf karena kami berdua tidak bisa pulang nanti malam. Ayah ada penerbangan mendadak ke Busan bersama Ibu. Ini perjalanan bisnis yang penting, mungkin kami akan terlambat pulang selama 3 hari. Jangan lupa makan malam, kami berdua mencintaimu.' ~Ervano My Sugar Dady.Perjalanan bisnis apanya?Bilang saja mereka mau bulan madu. Cih, menyebabkan! Mereka pikir aku tidak tahu apa? Alasan perjalanan bisnis yang berkedok bulan madu?Sial!Aku hanya bisa mendesah berat setelah membaca pesan singkat dari Ayah. Melempar benda pipih itu kesembarang arah, agar tak melihat notif pesan lagi dari Ayah.Jujur, aku begitu takut dengan hal ini. Hari dimana Ayah mulai sibuk kembali dengan urusan pribadinya dan meninggalkan diriku seorang diri. Apalagi, sekarang ada si Jay iblis itu.Aku tidak bisa menjamin, Kakak tiriku itu menawan luar dan dalam. Ada banyak hal dari Jay yang masih sulit aku prediksi, terutama satu hal, sikapnya yang misteriusnya itu.Mengapa demikian?Aku juga tidak tahu kenapa? Yang pasti, aku merasa jika ada hal besar yang sengaja Jay sembunyikan.Bruks!"Siapa?"Langit mendung menggantung rendah di atas sekolah pagi ini, menggambarkan persis bagaimana rasanya berjalan ke neraka setiap hari. Begitu aku melewati gerbang, bisikan-bisikan itu langsung menyambutku, mencabik-cabik ketenangan yang sejak tadi pagi aku coba bangun."Lihat, pembunuhnya datang," suara seorang gadis memekik dari lorong sebelah.Aku menunduk, mencoba tak peduli. Tapi bisikan-bisikan itu seperti belati yang menghujami punggungku."Jangan dekat-dekat sama dia, nanti lo juga jadi korban," bisik yang lain, disusul tawa sinis teman-temannya.Aku menguatkan langkahku, mencoba mencapai kelas sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi. Tapi harapanku pupus ketika Doni, salah satu siswa yang paling sering menggangguku, muncul di tikungan."Hei, Odyl," katanya, senyumnya menyeringai seperti iblis.Aku ingin kabur, tapi tubuhku menegang.Menjadikanku hanya bisa berdiri diam ditempat."Lo pikir, lo bisa lolos dari ini semua?" dia melangkah mendekat, mendorongku ke dinding."Bukan Odyl p
Aku masih mengetuk pintu kamar kakak tiriku ini dengan kerasnya. Berharap jika pria tampan berparas malaikat itu segera membukanya dari dalam sana.Namun, lagi dan lagi. Usaha yang aku lakukan tak mendapatkan apapun. Malah Roselin tiba-tiba menarik pergelangan tanganku dengan kencangnya, hingga membuat tubuhku seketika berputar, menjadi menghadap ke arahnya yang kini menatap wajahku marah."Odyl!" bentaknya keras, yang membuatku detik itu juga tersentak saking kagetnya.Sebab, ini kali pertama aku melihat Roselin menatap mataku begitu penuh emosi. Hingga rasanya aku tak sanggup membalas tatapan matanya yang tajam itu."Kenapa kamu susah sekali diatur, sih? Dan satu lagi, berhenti bertanya soal Jay. Karena dia sudah tidak tinggal lagi di rumah ini!" Tidak ada kebohongan dibalik kata yang Roselin ucapkan padaku. Justru, aku makin merasa jika ibu tiriku ini benar-benar sangat marah sekali, serta tak peduli. Tapi, kenapa?Memang apa yang sudah Jay perbuat, selama aku tak sadarkan diri se
Aku terduduk di atas kasur dengan pandangan mata kosong menatap ke arah luar jendela. Yang tanpa sadar mengulang kembali memori dimana aku hampir mati malam itu. Mungkin ini sudah tiga hari semenjak acara camping keakraban tempo hari. Yang membuat Ayah dan Roselin, langsung melarangku untuk tidak pernah ikut lagi dalam acara sekolah apapun itu. Terlebih jika ada kegiatan di luar ruangan. Mereka berdua menjadi overprotektif dalam sekejap. Apalagi saat melihat kondisi kakiku yang bengkak dan baru terlihat sembuh beberapa hari kemudian. Ayah dan Roselin, entah mengapa menjadi lebih ketat.Lalu soal Jay? Aku belum melihat batang hidungnya semenjak kejadian dia menggendong tubuhku untuk keluar dari hutan, sampai detik ini. Fyi, apa jangan-jangan dia merasa bersalah karena gagal menjaga aku? Sampai diberi hukuman oleh Ayah dan Roselin juga? Namun, jika melihat karakternya yang suka melawan, harusnya sih, Jay masa bodo.Ah, sial! Aku jadi merasa khawatir. "Odyl!" Kulihat pintu kamarku d
"Katakan padaku, siapa yang melakukan ini padamu?" Pertanyaan singkatnya itu, seketika membuat tangisanku pecah. Aku tidak tahu, kenapa bila bersama dengan Jay. Aku menjadi sosok yang begitu lemah dan manja. Seolah-olah aku sedang menunjukkan jati diriku padanya, jika yah, ini aku, seorang gadis tujuh belas tahun yang benar-benar butuh kasih sayang. Bukan seperti Odyl yang kebanyakan orang kenal, jika aku ini anak yang ceria dan suka ikut campur dalam urusan orang lain. Terlebih lagi, dalam urusan menegakkan keadilan. Seolah-olah, Jay itu sesuatu. Yang mampu membuatku menunjukkan sikap asliku. Yakni, salah satu sikap yang memang tak pernah aku tunjukkan pada siapapun, bahkan ayahku sendiri.Kulihat dia masih menatap wajahku lekat, tanpa sekalipun ingin mengalihkan perhatiannya itu barang sedetik pun dariku. Kedua tangannya juga terulur, yang dengan cepat menangkup wajahku supaya tetap menatap lurus ke arah kelereng hitamnya itu, yang jika semakin kuselami dalam-dalam, aku tak tahu
Aku terbangun saat merasakan rintik hujan membasahi permukaan pipi. Juga karena bunyi gemuruh petir yang cukup memekakkan gendang telinga. Entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri, namun saat aku mencoba melihat sekeliling. Rupanya aku masih berada ditempat yang sama, dimana aku jatuh dan mulai kehilangan kesadaran diri. Hal pertama yang memaksa semua panca inderaku bekerja bukan hanya dari sentuhan tetesan hujan. Melainkan karena rasa sakit yang masih sangat terasa diarea kaki, hingga menggeser posisi pun begitu sulit bagiku. Meringis pelan, aku mencoba sebisa mungkin untuk mengatur posisi tidurku menjadi setengah duduk. Dengan cara menyeret tubuh ini ke arah akar pohon yang mencuat keluar, sebagai tempat untuk menyandarkan punggung. Kulihat langit makin menggelap, selain karena tertutup mendung. Sepertinya malam hampir tiba. Hal yang tiba-tiba mengingatkanku dengan keadaan sebelumnya. Jika benar ini hampir petang, itu berarti aku sudah seharian tak sadarkan diri di sini. S
"I love you, Odyl." Siapa? Cowok yang tiba-tiba membisikkan kata-kata seperti itu ditengah bisingnya sekitar. Cowok yang dengan lugunya mengambil kesempatan dalam kesempitan, dan bersembunyi didalam gelap malam.Jujur, aku masih memikirkannya sampai detik ini. Kejadian semalam yang kuanggap layaknya sebuah mimpi manis. Tiba-tiba membuat pagiku yang biasanya cerah tanpa beban. Berubah sedikit mendung dengan berbagai macam pemikiran.Jelas, aku masih memikirkannya. Bahkan saat, guru sedang menerangkan beberapa penjelasan tentang games yang akan dilakukan pada pukul 09.00 nanti. Pikiranku seolah-olah tak berada di tempat ini.Walaupun begitu, aku masih saja bersikap seolah-olah aku mendengarkan semua penjelasan beliau dengan baik, dari awal sampai akhir. Sekitar sepuluh menit setelah pengumuman tadi, kami dikumpulkan kembali ditengah lapangan tempat api unggun semalam. Untuk dibagi menjadi beberapa regu yang berisikan dua sampai tiga orang anggota. Kudengar sih, akan ada acara jelaja
Terkadang aku heran, saat mendapati sikap Jay yang begitu lembut serta perhatian padaku. Meskipun tidaklah sering, namun tetap saja. Hal itu bisa membuat hatiku menghangat. Selain itu, jantungku juga kerap berdesir aneh tatkala manik mata kami tidak sengaja bertemu tatap. Belum lagi, gejolak layaknya kupu-kupu berterbangan didalam perut, saat wajah tampannya itu berada tepat didepan wajahku. Sekaligus rona merah hebat diatas permukaan pipi, dan sikap salah tingkah saat berada didekatnya. Hm, sebenarnya aku ini kenapa, sih? "Gimana, enak?" tanya Jay kembali, setelah aku mengambil salah satu camilan mini itu kedalam mulut.Mengunyahnya perlahan, seraya mengangguk-angguk sebagai jawaban atas pertanyaannya itu."Kalau gitu, besok gue beli lagi buat lo." "Huh?" Mataku mengerjap, merespon alami saat mendengar ucapan dari mulut kakak tiriku itu, yang tidak seperti biasanya. "Abang bilang apa barusan?" tanyaku memastikan. Kulihat Jay justru tersenyum. Lagi-lagi tampak tak seperti dirin
Tertawa sinis, kulihat Rosa hanya mengangkat bahunya cuek. "Nggak ada yang salah sih sebenernya, cuma gue risih aja kalau liat cewek yang gampangan kayak lo." Dia menunjukku tepat, dengan dagunya yang diangkat sedikit itu. Masih kurang terima dengan penjelasannya barusan. Aku pun memastikannya sekali lagi, setelah bangkit dari posisi jatuhku tadi."Maksud kamu bilang Odyl gampangan itu, apa yah?" Tampak Rosa mendengus sebal, sebelum melirik ke arahku lagi dengan sinisnya. Tak hanya Rosa saja, rekan sereguku yang lain juga, mereka ikut menatap ke arah mataku tak kalah kesalnya."Hh, lo itu bego atau polos, sih?" ujarnya sembari tersenyum remeh. Yang lagi-lagi dibarengi tawa mengejek yang lainnya.Mereka semua terlihat melihat ke arahku dengan rasa tak suka. Seolah-olah aku ini binatang jalang dari kumpulannya yang terbuang. Dan tentu, itu benar-benar tak enak sekali rasanya.Yakni, saat dimana, diri kita dikucilkan oleh orang tanpa tahu alasannya mengapa? "Oh iya, ada satu hal lagi
Aku tidak pernah menebak sama sekali apa yang akan Jay lakukan untuk membalas cewek itu. Yang aku pikirkan, mungkin saja itu hanya kata-kata pelipur lara, supaya aku tidak merasa sedih lagi.Toh, semenjak kejadian itu. Aku sudah tidak memikirkan apapun lagi, selain acara camping yang akan diadakan hari ini. Yah, camping keakraban yang dilaksanakan wajib untuk semua angkatan kelas 11 tanpa terkecuali. Sebenarnya beberapa anak kelas 12 juga ada yang ikut berpartisipasi, hanya sekadar untuk meramaikan kegiatan. Sekaligus menyiapkan beberapa game seru nantinya. Seperti Jay serta Devan, yakni dua orang most wanted-nya sekolah Garuda, saking tampannya. Sejujurnya, aku masih tidak mengerti kenapa dua orang itu bisa ikut ambil adil. Namun, setelah mengetahui dari beberapa kabar yang beredar jika Devan serta Jay, tergabung dalam organisasi bernama OSIS. Reaksi pertama yang aku tunjukkan adalah melongo di tempatku berdiri.Sungguh, kabar yang sangat-sangat tidaklah terduga."Res, jujur yah, Od