Share

06. Perjanjian Antara Penculik dan Sandera

     Seorang pria berusia 40 tahunan memasuki ruangan. Garis wajahnya sangar dan serius. Belum lagi bekas luka memanjang terlihat di pipi dan keningnya semakin meninggalkan kesan menakutkan.

      Penampilannya sebelas dua belas dengan orang yang ada di depannya sekarang. Hanya saja, caranya berpakaiannya yang terlihat lebih rapih seperti menegaskan posisinya sebagai seorang bawahan.

     “Silahkan, Tuan,” pria itu meletakkan selembar kertas di hadapan mereka.

     Dia tidak langsung keluar ruangan. Justru malah menoleh dan memandangi Jun tepat di mata. Tajam dan mengintimidasi. Pemuda itu seketika tersentak. Tatapannya sukses membuat Jun membeku, bertanya-tanya, dosa besar apa yang baru saja ia lakukan.

     “Perkenalkan, saya adalah Huang Arthur. Saya adalah mantan ajudan di Organisasi Mafia ‘Triangle’. Saya sudah pensiun dan beralih menjadi tangan kanan Tuan Richard.”

     Tunggu… tunggu sebentar, apa tadi katanya? M-mafia? Maksudnya sejenis gangster… yang hanya pernah dilihat Jun di film itu?

     “Jelaskan yang benar Arthur. Dia belum tahu tentang identitasku yang sebenarnya.”

     Memangnya siapa orang ini? Jika bawahannya saja pernah berada di organisasi mafia, maka… setinggi apa jabatan orang ini?

     “Tuan Wang Richard adalah pemimpin dari organisasi mafia yang pernah saya ikuti di China. Dia sudah menurunkan bisnisnya kepada penerusnya sejak sepuluh tahun yang lalu dan memutuskan untuk menjalani kehidupan orang biasa bersama putrinya di Indonesia.”

     Jun tercengang—dia tidak bisa percaya pendengarannya sendiri.

     Bukan hanya diculik… tapi ia baru saja menemukan fakta kalau penculiknya adalah seorang pemilik kartel sekaligus mantan ketua mafia!

     Kepala lelaki itu rasanya jadi sakit lagi karena dijejeli terlalu banyak informasi yang mengejutkan.

     “Apa anda sudah mengerti sekarang? Biar saya yang jelaskan kesepakatannya.”

     “…”

     Jun terpaku. Dia menggelengkan kepalanya. Matanya membelalak tidak percaya. “Tidak,” lelaki itu tersenyum manis. “Tidak mungkin… tidak mungkin, kan? Ini pasti hanya bohong, kan? Katakan padaku… kalau ini cuma bohong?!?!”

     BRUK!

     “Ah, dia pingsan lagi?” Arthur memandangi Jun dengan sedikit heran. “Anak lelaki ini lemah sekali. Apa saya harus bawa dia ke kamar lagi, Tuan?”

     Richard menggeleng sembari menggerakan tangannya. Matanya menatap tubuh Jun yang terlungkup dengan wajahnya menempel di lantai. Tangannya yang mengepal itu bergetar kecil.

     “Payah sekali, apa benar dia seorang aktor?”

     “Maaf, Tuan? Saya tidak mendengar ucapan anda.”

     Richard mengalihkan pandangannya ke arah Arthur. Ia menggelengkan kepala kecil. Seulas senyum culas tersungging di wajahnya.

     “Tidak perlu khawatir. Sebentar lagi dia juga akan bangun. Ya… itupun jika dia masih ingin hidup, tentu saja dia harus bangun.”  Dengan santai dia menginjak tumit lelaki yang terbaring di depannya itu.

     * * *

     Dikawal oleh Arthur, Jun berjalan kembali ke ‘kamarnya’. Yaitu kamar tempat pertama kali ia siuman. Kamar yang semula ia kira merupakan kamar milik gadis aneh itu… namun ternyata bukan.  Kenyataannya, kamar asing itu akan menjadi kamarnya mulai hari ini.

     “Makanan akan diantar tiga kali sehari, pukul tujuh, pukul dua belas dan pukul enam. Untuk keperluan lainnya  anda bisa mengatakan kepada saya atau asisten Nona Sharon, Kai.”

     “Pakaian sudah disediakan di lemari dan akan segera ditambah dalam waktu dekat. Sesuai kesepakatan, anda akan diperlakukan seperti ‘manusia’ selama anda disini, asalkan anda mau mematuhi peraturan.”

     Jun tidak menjawab. Dia hanya memandang nanar pria tua itu lama. Sampai akhirnya Arthur menunduk pamit dan benar-benar keluar dari ruangan itu. Tak ada sepatah kata pun yang keluar.

     Pemuda itu masih saja menatap ruang kosong tempat Arthur berdiri tadi. Jiwanya terasa melayang-layang.

     “Kau cukup menandatanganinya di sini.”

     Richard mendorong kertas itu ke arahnya. Dia masih menyunggingkan senyum oportunisnya. Di sebelahnya, berdiri Arthur yang tengah menjelaskan tentang kontrak perjanjian itu.

     Jun terpangu melihat kertas itu. Dia sudah mencoba untuk membacanya, tapi aksara-aksara mandarin yang sudah dipelajarinya sejak SD mendadak hilang dari kepalanya.

     Satu-satunya yang memandu dia memahami isi perjanjian itu hanya penjelasan Arthur.

     Pada intinya, mereka ingin dia untuk melakukan pernikahan kontrak yang dirahasiakan dari pihak “istri.” Tidak cukup sampai disitu saja, Jun juga harus memperlakukan “istri kontraknya” dengan baik jika ia ingin dibebaskan dalam waktu tiga puluh hari.

     Sangat konyol bukan? Tak bisa dipercaya, tiba juga hari dimana Jun meragukan kewarasannya sendiri. Seorang Jun—yang selalu dipuja fansnya. Sosok yang terbiasa menerima pujian atas bakat aktingnya yang disebut sebagai “berkah dari langit.”

     Entah bagaimana, dia merasa langit seperti membuangnya hari ini. Bukan hanya pujian dan kehidupan lamanya yang dirampas, ia juga lupa bagaimana cara berakting. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik yang membuatnya terlihat sangat lemah.

     Namun persetan dengan itu, Jun benar-benar clueless. Ini pertama kali ia meras otaknya kelebihan beban setelah ia lulus dari SMA dulu. Semua masih terasa tidak nyata—namun juga nyata di saat yang sama.

     Dia tidak tahu siapa nama putri dari mafia yang menjebaknya itu. Dia tidak tahu bagaimana dia akan dikembalikan ke tempat asalnya nanti. Dia juga tidak tahu perlakuan baik macam apa yang harus dilakukannya.

     Klausa-klausa dalam kontrak itu tertulis begitu panjang dan memusingkan.  Jelas sekali situasi ini sudah diatur sedemikian rupa agar ia tidak memiliki pilihan lain selain menyetujuinya.

     Pada akhirnya ini bukan bisnis, bukan pula negosiasi. Hanya sebuah pemerasan yang disamarkan seolah bisa menguntungkan dua belah pihak.

     “Apa…” Jun menjeda sebentar, “saya benar-benar bisa selamat?”

     Lelaki muda itu menoleh memandangi Richard. Bukan berarti dia benar-benar mempercayainya. Dia hanya… putus asa, mungkin?

     Jun tidak memiliki pilihan lain selain mempercayai orang yang menawarkannya perjanjian ini.

     “Tentu saja. Aku sudah bilang, kau tidak dibawa kesini untuk dibunuh.”

     ‘Iya, benar. Kau bilang begitu. Tapi justru ucapanmulah yang membuatku semakin ragu. Seakan kau akan membunuhku jika aku tidak patuh.’

     Beruntung, Jun masih bisa mengendalikan mulutnya untuk tidak mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya jatuh ke dalam bahaya yang lebih besar.

     “Selama kau setuju pada persyaratan yang kuberikan, kau bisa tinggal selayaknya penghuni di mansion ini. Tentu saja, seperti yang tertulis, kau tidak boleh keluar kamar jika bukan untuk menemui anakku.

     “Selain itu, jangan pernah berpikir untuk melarikan diri karena itu hanya akan memperkecil kemungkinanmu untuk bisa keluar hidup-hidup.”

     Kelereng Richard seakan menyileti selapis demi selapis nyali Jun. Dia melanjutkan, masih dengan sorot dan nada yang menusuk.

     “Mansionku ini terletak di pulau pribadi milikku. Bahkan jika ada keajaiban dan kau berhasil keluar, kau hanya akan mati konyol. Tempat ini dikelilingi laut dan hutan, tak ada siapa pun yang bisa keluar masuk tanpa seizinku. Lalu jika kau tertangkap basah sedang berusaha kabur, kau juga akan tetap mati karena melanggar perjanjian. Apa kau mengerti?”

     Seperti itulah… akhirnya, Wang Jun yang biasanya tak pernah takut apapun, meraih pena. Ia menandatanganinya tanpa mampu menegakkan wajahnya barang sekali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status