Share

Lebih Baik Pergi

Author: Azalea
last update Last Updated: 2023-09-05 18:12:39

Tangisku tak bisa lagi ditahan. Rasanya begitu sakit. Bukan lagi soal fisik tapi sayatan luka di hatiku kian bertambah, luka kemarin saja belum sembuh kini ditambah lagi luka baru.

Allah ….

Kenapa sesakit ini?

Apa aku benar-benar tidak berarti lagi bagimu, Mas? Kau bahkan lebih memilih wanita yang baru satu bulan dikenal daripada aku yang sepuluh tahun menemanimu dalam duka dan kejamnya dunia.

Mas Tito pergi begitu saja menggunakan mobilnya, entah kemana dia akan pergi. Sebelum dia kembali lebih dulu aku membawa tas yang berisi surat-surat penting, tanpa ini aku tidak akan bisa menggugatnya karena dia pergi tanpa talak yang terucap. Tidak lupa juga membawa keperluan anak-anak

Apalah artinya uang banyak jika batinku tersiksa, neraka bagi seorang istri itu memiliki suami yang tidak berperasaan, egois dan juga kasar dan tak setia. Padahal dulu Mas Tito tidak seperti ini, dia juga begitu menyayangi anak-anakku meski mereka bukan darah daging Mas Tito.

Dia diuji dengan harta tapi ternyata gagal, namun saat diuji oleh ekonomi sulit dia malah menjadi sosok pemimpin yang tangguh. Kecewaku tak bisa lagi terlukiskan. Dia yang begitu aku percayai menghancurkan hatiku sampai tak bersisa.

Cincin yang menjadi pengikat turut kulepaskan. Mulai sekarang aku akan mencoba menghilangkan semua bayang dan kenangannya dan memulai hidup baru bersama dengan anak-anak.

Tidak ada satu lembar baju pun yang kubawa.

Untuk sementara aku akan tinggal di rumah bibi, sebelum pergi kesana lebih dulu kujemput Devan dan Davin di sekolah. Mereka pasti akan bertanya nantinya tapi aku yakin mereka sudah bisa mengerti. Anak kembarku itu begitu cerdas, mereka pasti tidak akan banyak bertanya jika sudah sekali kujelaskan.

Devan dan Davin adalah anak yang terlahir sebelum aku menikah dengan Mas Tito. Benih dari lelaki bajing*n yang sama sekali tidak kukenal. Mengingat kembali kejadian itu selalu sukses membuat dadaku sesak. Malam itu menghancurkan segalanya, menghancurkan hidupku. Tapi aku tidak lagi menyesali kehadiran anak-anak karena mereka tidak berdosa.

“Mila, kenapa jalan kaki? Suamimu mana?”

Langkahku terhenti saat berpapasan dengan Bu RT.

“Suami saya sedang pergi Bu RT. Mari.” Tidak ingin memperpanjang obrolan, aku ingin cepat-cepat menemui anak-anak.

Saat ini hanya mereka yang bisa membuatku kuat, mereka yang membuatku bertahan sejauh ini. Entah seperti apa hidupku tanpa mereka setelah sikap Mas Tito berubah total, tepatnya setelah ia bertemu dengan wanita yang namanya saja enggan kusebut.

Jarak rumah ke sekolah anak-anak tidak terlalu jauh, sekarang aku menunggu di depan gerbang. Ini sudah jam mereka pulang.

“Ibu!” Dengan senyum merekah Davin berlari menghampiri.

“Devan mana, Nak?” tanyaku sambil mengusap lembut wajahnya.

“Masih di dalam, Bu. Aku tidak sabar untuk pulang dan memberitahu Ayah jika aku dapat nilai 100 di ulangan harian matematika. Ayah bilang akan membelikan sepeda baru kalau aku berhasil.”

Mataku langsung memanas, dengan cepat kuseka air mata yang merembes. Apa yang dikatakannya hal yang biasa tapi itu sukses membuat hatiku seperti disayat sembilu, perih.

“Hari ini … kita menginap di rumah nenek ya.”

Davin terlihat kecewa, “kenapa, Bu? Aku sudah tidak sabar memberitahu Ayah.”

Air mataku berjatuhan tak sanggup lagi kubendung. Kenapa aku selemah ini.

“Ibu kenapa menangis?”

Bagaimana cara ibu mengatakannya kepada kalian jika ayah kalian sudah tidak menginginkan kehadiran kita lagi.

“Ibu kelilipan, Nak. Di sini banyak debu,” sangkalku. Aku tidak pernah berbohong di depan anak-anak dan sekarang aku melakukan itu untuk pertama kalinya.

“Sini, biar aku tiup, Bu.”

“Tidak apa, Nak.” Dengan cepat kuseka air mata menggunakan ujung jilbab.

Aku harus bisa menahannya, setidaknya jangan sampai menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat apalagi disini banyak anak-anak sekolah.

“Ibu!” Devan memanggil sambil berjalan santai.

“Kita pulang sekarang ya. Sudah mendung takutnya hujan.”

Mereka sudah besar jadi tidak mau dituntun, kubiarkan mereka berjalan di depan.

“Ibu tumben menjemput?” tanya Devan sambi melirik sekilas sebelum kembali fokus menatap jalan.

“Kita malam ini menginap di rumah nenek ya.”

Tidak seperti Davin yang bertanya-tanya, Devan hanya mengangguk singkat.

Pergi ke rumah bibi memakan waktu lebih lama, kasihan juga pada anak-anak yang harus berjalan setelah lelah sekolah. Biasanya Mas Tito yang akan menjemput saat ada waktu luang atau mereka pulang sendiri. Mereka sudah kelas enam sekolah dasar dan sebentar lagi ujian nasional.

Aku jadi bimbang untuk mengatakan semuanya karena takut mengganggu pikiran mereka. Meski masih anak-anak tapi pasti mereka juga akan kepikiran melihat ayah dan ibunya tinggal terpisah.

“Tumben cucu nenek main kesini pulang sekolah?” Bi Hesti merangkul si kembar masuk ke dalam.

“Ibu bilang kita akan menginap disini, Nek.”

Bi Hesti langsung melempar pandang padaku, aku hanya diam. Bibi pasti mengerti jika hal yang kukatakan tidak boleh didengar anak-anak.

“Wah, bagus itu. Kakek kalian juga sedang tidak ada di rumah jadi nenek ada teman. Ayo makan dulu nenek barusan masak.”

Tubuhku luruh ke lantai saat mereka sudah beranjak ke dapur dan tak terlihat lagi.

Aku menekan dada yang terasa sakit. Air mata kembali berderai, sekuat apapun aku menahan aku hanya manusia biasa yang bisa terpuruk saat merasakan titik terendah hidupku. Tapi aku yakin semua ini tidak akan berlarut

Kalian mungkin tidak akan lagi mendapatkan kasih sayang ayah tapi ibu akan mencurahkan seluruh kasih sayang ibu pada kalian. Kalian adalah harta paling berharga untuk ibu.

Aku bangkit dengan langkah terayun menuju kamar mandi. Tidak seharusnya seperti ini, jangan sampai anak-anak melihat ibu mereka yang begitu rapuh.

“Mil, Mila.”

Suara bibi membuatku tersentak.

“Iya, Bi.”

“Ayo keluar, kita harus bicara. Mumpung anak-anak sedang makan.”

Setelah membasuh wajah untuk menghapus jejak air mata, aku keluar menemui bibi yang sudah menunggu, menatap penuh tanya.

“Ayo, bicara di kamar bibi.”

Kutarik nafas dalam-dalam sebelum mengekori bibi. Orang tuaku sudah tidak ada, hanya bibi keluargaku satu-satunya di kota ini sedangkan keluarga dari ibu beda pulau bahkan sama sekali tidak pernah bertemu.

“Ada masalah?”

“Aku dan Mas Tito … akan berpisah,” ungkapku sambil menunduk tak berani menatap manik matanya.

“Kenapa? Selama ini bibi melihat kalian baik-baik saja.”

Aku tidak pernah memperlihatkan masalah rumah tanggaku pada siapapun termasuk pada bibi. Tidak ada rasa ingin berjuang untuk mempertahankan pernikahan karena rasanya pasti akan semakin sakit. Lebih baik aku mundur, biarlah dia bahagia dengan pilihannya dan aku akan mencari kebahagiaanku sendiri bersama dengan anak-anak.

“Mungkin … kami sudah tidak berjodoh.”

“Tidak berjodoh atau dia yang selingkuh?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diduakan Suami Dipinang Hot Duda   Happy Ending

    Waktu bergulir begitu cepat. Usia kehamilan Mila kini memasuki bulannya, tinggal menghitung hari sampai bayi yang dikandungnya lahir ke dunia.Seluruh keluarga Hartanto jelas sangat bahagia menantikan kehadiran bayi yang sudah lama dinantikan. Tanpa mereka tahu jika sebenarnya sebelum bayi itu lahir, Zayn sudah menjadi seorang ayah untuk dua anak kembarnya. Sebuah takdir yang tidak pernah disangka oleh siapapun termasuk Zayn sendiri.Nyonya Diva bahkan kini sudah tinggal di rumah sebelah. Bukan lagi disewa tapi dibeli dan sudah direnovasi. Nyonya Diva tidak mau berjauhan dari menantu dan juga cucunya.Livia dan juga Tito tidak pernah muncul lagi. Mereka tidak akan menang jika melawan Zayn jadi lebih memilih mundur daripada dibuat babak belur lebih parah.“Kamu belum makan juga, Mila?”Mila tersenyum lebar, “Sebentar lagi, Mam. Masih kenyang.”“Ini sudah jam makan siang, bahkan lewat lima menit. Jangan sepelekan makan.”“Iya, Mam. Sebentar lagi, aku mau selesaikan ini dulu.” Mila tenga

  • Diduakan Suami Dipinang Hot Duda   Mereka Dapat Karma

    Livia resah karena Tito tidak bisa dihubungi padahal mereka sudah memiliki kesepakatan yang belum usai. Livia menggantungkan harapannya pada Tito karena dirinya sudah tidak bisa melakukan apa-apa karena jika selangkah lagi Livia maju Zayn yang akan langsung memberikan pelajaran.Jelas saja Tito tidak bisa dihubungi karena ia sudah mendapakan pelajaran dan tidak akan pernah berani lagi memperlihatkan batang hidungnya. Tito sudah kembali ke kampung halaman orang tuanya. Anak buah Zayn sudah menangani Tito yang diduga akan berencana untuk membuat onar lagi, jadi harus antisipasi sebelum ada hal-hal buruk terjadi."Bagaimana ini?""Tidak ada harapan lagi, untukmu, Vi. Kau memang ceroboh, kita kehilangan semua harta yang seharusnya ada di tangan.""Bukannya membantu memecahkan masalah mama malah memojokkan aku, ini semua juga ide mama. Jadi kita sama-sama salah, Ma." Livia tidak mau kalah."Kalau Zayn masih mengincarmu, Mama tidak mau ikut campur." Wanita paruh baya itu meninggalkan Livia

  • Diduakan Suami Dipinang Hot Duda   Bapak Rumah Tangga

    "Boleh 'kan aku tidur di sini?" tanya Zayn sedikit ragu.Sebelumnya ia tidur di bawah demi membiarkan istrinya nyaman.Mila tidak menjawab tapi ia menggeser tubuhnya memberikan ruang lebih untuk Zayn.Lelaki itu mengulum senyum melihat tingkah sang istri, meski belum seperti biasa lagi tingkahnya tapi setidaknya Mila sudah sedikit luluh.Dengan hati yang plong, Zayn naik ke atas kasur, berbaring di sebelah Mila yang sudah lebih dulu memejamkan mata."Apa aku juga harus minta izin untuk memeluknya?" batin Zayn frustasi.Tangannya sudah gatal, ingin sekali ia menggeser tubuhnya mendekat untuk bisa mendekap tubuh sang istri. Ia sangat merindukan hangatnya tubuh Mila dan wangi tubuh wanita itu.Saat ini hanya bisa memandang punggung Mila, tapi itu saja sudah membuatnya senang karena Mila menerima maaf Zayn.Jika urusan perceraian bisa diselesaikan satu hari, sudah dari kemarin ia melakukannya. Tapi sayang, Zayn harus harus bisa mengikuti proses yang berjalan seperti semestinya.Satu jam b

  • Diduakan Suami Dipinang Hot Duda   Kembali Bersama

    Mata Mila terbelalak saat tahu ternyata yang mengirimkan pesan adalah ibu mertuanya, ibunya Zayn.Ingin menolak tapi Mila merasa tidak enak apalagi nyonya Diva mengatakan jika ia saat ini sedang di jalan menuju tempat Mila. Jika sampai Mila menolak untuk bertemu bukankah tidak sopan, apalagi pada orang tua.[Bisa, Bu. Nanti saya akan temui ibu.] pesan balasan dari Mila yang baru saja dikirim.Mila ingin masalah segera selesai tapi saat ini ia merasa masih bingung, takut salah mengambil keputusan. Masalahnya kondisi sekarang sedang hamil, Mila tidak mau untuk kedua kalinya ia melihat anaknya lahir dan kehilangan kasih sayang ayahnya.Mungkin untuk memaafkan memang sulit tapi setidaknya Mila masih mencoba untuk menerima karena orang tidak luput dari dosa. Kalau memang Zayn sudah tidak ada hubungan dengan Livia, maka tidak ada alasan Mila lagi untuk menghindar apalagi pergi.[Jangan kemana-mana, tetap tinggal di rumahmu. Saya yang akan ke sana.]Nyonya Diva tidak mau terjadi sesuatu pada

  • Diduakan Suami Dipinang Hot Duda   Sebuah Kesempatan

    Dengan amarah yang masih membuncah Zayn kembali. Ia tidak akan tenang jika meninggalkan istrinya terlalu lama. Apalagi dalam keadaan mereka sedang bersitegang begini.Zayn ingin menjelaskan semuanya pada Mila. Siap mengakui kesalahannya yang diam-diam menikahi Mila saat statusnya masih menjadi suami orang.Satu hal yang paling Zayn khawatirkan adalah kondisi Mila yang saat ini sedang mengandung. Jangan sampai terjadi hal buruk, apalagi ingat pesan dokter jika Mila tidak boleh sampai kelelahan apalagi stres dan masalah yang ada sudah pasti akan membuat Mila kepikiran. Bohong kalau tidak."Papa dari mana, kenapa malam baru pulang?" tanya Davin."Papa ada pekerjaan di luar. Ibu kalian sudah tidur?"Devan mengangguk, "Baru saja ibu tidur, Pa.""Lalu kenapa kalian belum tidur?""Menunggu Papa pulang. Tante Nita juga sudah kembali ke rumahnya satu jam lalu," jelas Davin."Maafkan papa. Pergilah kalian istirahat, besok harus sekolah bukan."Zayn masih berdiri di ruang tengah sampai anak-anak

  • Diduakan Suami Dipinang Hot Duda   Jatuhnya Talak

    Perkataan Livia terngiang di telinga Mila. Perasaannya campur aduk, ia tidak akan mungkin bisa menyangkal fakta apalagi setelah tadi Livia memperlihatkan foto pernikahannya dengan Zayn karena Mila sempat tidak percaya namun Mila sendiri tidak mengatakan kalau dirinya juga istrinya Zayn, ia hanya diam tanpa kata.Satu hari Mila masih diam, mencerna semuanya. Ia tidak bisa langsung bicara karena ingin mendinginkan kepalanya tapi kenyataannya itu tidak berdampak apa-apa karena tetap saja hatinya sakit.Siapa yang tidak akan sakit dan terluka jika dibohongi seperti ini. Apalagi Mila yang awalnya menolak rasanya pada Zayn, kini sudah mengakui malah diterpa badai sebesar ini dalam pernikahan mereka yang baru saja seumur jagung.“Sayang, kenapa menyuruhku cepat pulang? Apa ada yang sakit, atau mau sesuatu?” tanya Zayn yang baru saja datang.Hati Mila langsung perih, sebisa mungkin ia menahan air mata yang akan tumpah. Baru saja beberapa hari merasakan kebahagiaan sekarang ia malah terluka se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status