Bab 39Kelabakan"Nduk, makan dulu!" pinta Bu Laila kepada anaknya. Razmi. Sejak kejadian itu, Razmi memang belum makan. Tatapan matanya kosong. Bu Laila sengaja datang ke rumah Razmi. Untuk mengurus cucu-cucunya. Karena dia tahu, kalau Razmi sedang tak fokus pikirannya. "Razmi nggak lapar, Bu!" jawab Razmi pelan. Tapi masih cukup terdengar jelas di telinga Bu Laila. Bu Laila menelan ludah sejenak. Mengatur napas yang ia rasa sesak. "Kamu belum makan, Nduk! Makan dulu, ya! Perutmu itu harus diisi! Jangan sampai kamu sakit, kasihan anak-anakmu!" balas Bu Laila pelan. Memberikan penjelasan dengan pelan ke arah anaknya. Razmi menarik napasnya kuat-kuat, berharap bisa mengeluarkan batu besar, yang ia rasa sedang bersarang di dadanya. "Nggak lapar, Bu!" balas Razmi lirih. Air matanya sesekali masih bergulir. Karena panasnya hati, menyatu ke area mata. "Paksa makan, ya! Ibu ambilkan, walau sedikit harus tetap diisi!" ucap Bu Laila, masih kekeuh memaksa anaknya itu, agar mau makan. "
Bab 40Kena Mental"Mbak Tarfi'ah!" ucap Tamam terlebih dahulu. Tarfi'ah juga makan di luar. Dia pesan mie ayam. "Tante," sapa Nabilla juga. Seketika Tarfi'ah menoleh ke arah Tamam dan Nabilla. Melihat mereka, seketika Tarfi'ah terkejut, kemudian memaksakan mengulas senyum. "Hai, ngapain?" sapa dan tanya balik Tarfi'ah. Hanya basa-basi saja. Walau tahu tujuan mereka ke situ jelas untuk cari makanan. "Laper, Tante, mau makan!" jawab Nabilla. Tarfi'ah mengedarkan pandang. Ingin tahu mereka datang berdua saja atau bertiga. Bersama Arsilla atau tidak tentunya. "Ayah, kita duduk satu meja sama Tante Fiah, ya!" ucap Nabilla. Tamam seketika mengulas senyum. Kemudian dengan pelan Tamam menganggukkan kepalanya. "Boleh, Sayang!" balas Tamam pelan. Ia usap kepala anaknya. Nabilla mengulas senyum dengan polosnya. "Iyes!" balas Nabilla senang. Kemudian dia segera memilih kursi yang ingin dia duduki. Pun Tamam. Juga duduk di sebelah anaknya. Tarfi'ah terdiam sejenak. Hatinya merasa tak enak
Bab 41Rasa Malu itu"Arsilla ke mana lagi?" hanya Pak Luyo kepada istrinya. Bu Anna hanya bisa menghela napas panjang. Kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Entahlah, Pak, Ibu nggak tahu," jawab Bu Anna. Nada suara lirih, tapi masih terdengar jelas di telinga Pak Luyo. Mereka ada di kamar sekarang. Pak Luyo menatap langit-langit kamarnya. Memakai selimut dan jaket. Kejadian itu, cukup membuat ketahanan tubuhnya down. Bu Anna duduk di tepian ranjang. Duduk di sebelah suaminya. Ketahanan tubuh Bu Anna lebih kuat dibandingkan dengan suaminya. Tapi, masalah hati tetap sama. Terluka. "Anak itu semakin hari, semakin menjadi. Bapak kira kejadian pertama dulu itu, membuat dia insyaf, tapi justru menjadi! Ya Allah ... astagfirullah ...." ucap Pak Luyo, sorot matanya masih fokus ke langit-langit kamarnya. Bu Anna hanya bisa menghela napas panjang. Dia pun juga sama, sama berpikiran seperti suaminya itu. "Ibu pikir juga gitu, Pak, ternyata salah. Ternyata malah semakin menjadi! E
Bab 42Jalur Hukum"Sayang, agak cepat makannya, ya! Kita pulang!" pinta Tamam kepada anaknya. Nabilla sedikit mengerutkan kening mendengarnya. Menatap ke arah Tamam dengan tatapan yang penuh dengan tanda tanya. "Papa udah selesai, ya?" balas Nabilla. Tamam menganggukkan kepalanya pelan. Nabilla menghela napasnya sejenak. Ya, sengaja Tamam mempercepat makannya. Karena hatinya pun tak enak. Dia juga malas jika Arsilla datang ke tempat dia makan mie ayam ini. Selain malas melihat orangnya, juga malas ribut juga. Karena Tamam tahu, pasti akan terjadi ribut jika ketemu dengan Arsilla, karena hati masih sama-sama panas. Jadi lebih baik menjauhi, seperti itulah pemikiran Tamam. Apalagi ini sedang di tempat ramai. "Agak di cepatkan makannya, ya! Papa ada urusan, nggak apa-apa, kan?" tanya dan pinta Tamam hanya untuk alasan. "Iya, Pa, nggak apa-apa, kok," jawab Nabilla nurut. Dia pun tak banyak tanya juga. Tak mau tahu juga urusan papanya apa. "Walau cepat-cepat, tapi makannya tetap hat
Bab 43Tak Merasa"Aku kayaknya nggak usah pulang dulu, deh, kalau aku pulang terus Mas Tamam dan Nabilla pulang juga, tiba-tiba Mbak Silla datang bisa bahaya ini. Lebih baik aku ke toko buku ajalah, sekalian beli novel," ucap Tarfi'ah ngomong sendiri. Dia masih di motor sekarang. Dia memang masih ragu mau pulang. Pikiran dan hatinya pun masih belum tenang. Yang ada dibenaknya sekarang, justru wajah Arsilla yang lagi mencak-mencak ngelabrak dia. Akhirnya Tarfi'ah mengambil keputusan untuk pergi ke toko buku. Karena dia benar-benar belum tenang, jika harus pulang ke rumahnya. Pikiran jelek terus melintas. Cukup membuatnya tak nyaman. Dengan santai, Tarfi'ah mengendarai motornya. Menuju ke toko buku. Selain itu, dia juga mau menenangkan diri. Menenangkan hati dan pikirannya. Agar tak berkemelut hebat. "Mudah-mudahan tak ada masalah lagi dengan Mbak Arsilla. Nggak nyaman banget rasanya!" ucap Tarfi'ah dalam hati, dengan mata terus menatap fokus ke jalanan. **************************
Bab 44Detik-detik"Yakin Bu, tak dampingi Arsilla di rumah Pak Kades?" tanya Pak Luyo kepada istrinya. Hanya sekedar ingin memastikan saja. Bu Anna menelan ludah yang ia rasa susah. Tatapan mata Bu Anna kosong. Hatinya masih sakit. Pikirannya pun kacau. Dengan pelan perempuan paruh baya itu menggelengkan kepalanya. Matanya pun tak mengarah ke arah suaminya. Tatapan matanya kosong. Hatinya masih sangat sakit. "Nggak, Pak, Ibu nggak akan sanggup. Ibu malu, ibu sangat malu dengan keadaan ini, Ibu nggak sanggup ketemu dengan orang-orang sini!" jawab Bu Anna. Pak Luyo menarik napasnya kuat dan menghembuskan pelan. Hatinya masih berkemelut hebat. Tapi dia paham betul perasaan istrinya. Karena dirinya sendiri pun juga merasakan. Sakitnya, malunya, memang masih terasa. "Bapak juga malu, tapi Bapak kasihan juga sama Arsilla!" balas Pak Luyo. "Arsilla nggak kasihan sama kita, Pak! Dia melakukan ini semua benar-bener nggak mikir sama sekali, nggak mikirkan perasaan kita," balas Bu Anna. Pak
Bab 45Detik Akhir"Owh, Mbak Tarfi'ah baru pulang, syukurlah dia baik-baik saja. Berarti tadi dia tadi tak langsung pulang. Tapi memang lebih baik seperti itu, karena kalau tadi dia langsung pulang pasti ketemu sama Arsilla! Nggak tahu lah apa yang terjadi, kalau sampai tadi ketemu sama Arsilla!" ucap Tamam dalam hati. Ya, saat telinganya mendengar suara deru motor, dia langsung mengintip dari jendela. Gendang telinganya hapal betul suara motor tetangganya itu. Sekarang hatinya lega, karena tetangganya itu baik-baik saja. Pulang sampai rumahnya dengan selamat. Tamam sudah siap menuju ke rumah Pak Luqman. Dia masih bingung Nabilla mau dititipkan ke mana. Karena tak mungkin akan dia ajak ke rumah Pak Luqman. Mau dititipkan ke Tarfi'ah lagi, dia tak enak hati. Tak enak sendiri dengan Tarfi'ah, karena tak mau semakin menambah masalah. "Emm, aku telpon Ibu saja. Tapi, apa iya ibu nggak dampingi Arsilla ke rumah Pak Kedes?" ucap Tamam resah. Dia bingung sendiri. Mau meninggalkan Nabilla
Bab 46Kekecewaan dan Maaf"Bapak kecewa sama kamu!" ucap Pak Narwan, bapaknya Anton. Nada suaranya sangat terdengar kecewa. Raut wajahnya pun tak bisa dibohongi, kalau dia memang sangat kecewa. Ya, bapaknya Anton telah datang ke kantor polisi, di mana Anton ditahan. Pak Narwan datang bersama adik kandungnya. "Om juga malu dan kecewa sama kamu Anton. Bisa-bisanya kamu berbuat seperti itu! Astagfirullah ...." sungut adik kandungnya Pak Narwan. Namanya Topa.Anton hanya bisa menundukan kepalanya. Dia tak berani menatap keduanya. Sepuluh jemarinya saling bertautan. Pertanda dia sedang mengontrol emosinya. Hatinya masih sesak dengan peristiwa saat dia dipaksa untuk dibawa ketempat ini. "Tega kamu sama Bapak!" sungut Pak Narwan, masih belum puas dengan mata menyalang memerah. Anton mendongakkan kepalanya pelan. "Maafkan Anton, Pak, tapi ini bukan sepenuhnya salah Anton. Anton dijebak! Tolong bantu Anton keluar dari sini! Pleas, Pak, tolong Anton!" pinta Anton. Pak Narwan menghela napa