Share

2. Tawaran Pernikahan

Author: Losi
last update Last Updated: 2025-10-14 16:25:08

Wajah Ash begitu pucat. Sama seperti Nina, ia pun begitu terkejut mendengar penjelasan dari dokter wanita di hadapannya.

“Mual dan muntah sering terjadi di awal kehamilan, Anda tidak perlu khawatir. Tapi anda juga tetap harus menjaga kondisi tubuh, jangan terlalu lelah atau stress karena bisa berpengaruh pada perkembangan janin.”

Nina tak sanggup berucap, sekedar menganggukkan kepala saja ia tak sanggup. Berita yang didengarnya begitu membuatnya terpukul. Ia tak mengira, hanya sekali melakukannya bisa membuatnya hamil dengan cepat.

Beberapa saat setelahnya, Nina dan Ash telah meninggalkan ruang dokter. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga tak ada yang membuka suara meski sebenarnya ada banyak pertanyaan di kepala Ash.

Rasanya Ash tak mau percaya, sebab Nina adalah wanita baik-baik. Baik saat masih kuliah hingga detik ini. Sepengetahuannya pula, Nina tidak memiliki kekasih. Tapi, bagaimana bisa Nina hamil?

Tiba-tiba langkah Ash terhenti. Kepalanya tertunduk, tangannya mengepal kuat di sisi tubuh. Dengan menahan berbagai perasaan yang berkecamuk, ia membuka suara. “Siapa … siapa ayah dari bayi itu, Nina?”

Tubuh Nina mematung mendengar pertanyaan Ash di mana suaranya terdengar bergetar. Haruskah ia memberitahunya? Sementara, ia sendiri tidak mengenal siapa pria waktu itu, pria yang sudah menanam benih di rahimnya hingga tumbuh.

Tap!

Nina tersentak merasakan genggam tangan Ash. Ash menggenggam tangannya begitu erat. Dan saat Ash kembali membuka suara, ia hanya mampu melebarkan mata.

“Aku mencintaimu, Nina. Sejak dulu, sudah sangat lama. Tapi aku begitu pengecut untuk mengatakannya. Aku terlalu takut perasaanku akan menghancurkan hubungan kita. Sekarang aku menyesal, harusnya aku mengatakannya sebelum semua ini terjadi. Tapi ….” Ucapan Ash menggantung, genggam tangannya pada tangan Nina semakin menguat. Dengan mata yang sedikit basah ia menatap Nina dengan keseriusan dan kembali mengatakan, “tidak peduli siapa ayah dari anak yang kau kandung. Menikah lah denganku. Menikah lah denganku.”

***

Nina tak bisa tidur. Ia masih memikirkan ucapan Ash tadi siang, yang mana pria itu mengajaknya menikah. Bagaimana mungkin? Karena saat ini telah tumbuh janin di rahim dan merupakan anak dari pria asing.

Nina mengubah posisi menjadi berbaring miring. Sambil mengusap perut ratanya, ia tak bisa berhenti berpikir. Memikirkan nasib jabang bayi dalam perutnya. Meski ia sama sekali tak menginginkan calon bayi dalam rahimnya sekarang, tapi ia tak akan melenyapkannya. Calon bayi itu tidak bersalah, tak pantas menanggung kesalahan yang ia perbuat.

Nina memejamkan mata dan perlahan tetes demi tetes air mata lolos dari ujung mata dan membasahi bantal. Ia tak mau menggugurkan calon bayinya, tapi tak sanggup membayangkan kehidupannya di masa depan. Selain itu, ia tak bisa berhenti memikirkan Ash. Andai saja Ash menyatakan perasaannya sejak dulu, andai ia tak hamil, ia akan dengan senang hati menerima tawaran pernikahan darinya. Namun, untuk saat ini, sepertinya itu tidak mungkin. Tak mungkin ia mengorbankan Ash, menumbalkan pria baik-baik itu demi nama baiknya juga masa depan calon buah hatinya.

Nina meremas bantal dan kian meringkuk meratapi nasibnya. Tangisnya yang selalu berusaha ia tahan, pada akhirnya pecah. Ia menangis sejadi-jadinya, menangisi penyesalannya yang tiada guna.

Keesokan harinya, Ash mendatangi rumah Nina di waktu yang masih sangat pagi. Pria itu juga membawa beberapa kantong plastik berisi makanan juga buah. Hari ini hari libur membuatnya punya banyak waktu.

“Untuk apa makanan sebanyak ini, Ash?” Nina bertanya sambil menatap banyaknya makanan di atas meja ruang tamunya. Bukan hanya makanan, tapi juga ada beberapa kotak susu untuk ibu hamil.

“Tentu saja untukmu, Nina. Kau tidak lupa pesan dokter kemarin, bukan? Kau harus banyak mengonsumsi makanan sehat. Selain itu, aku mencari banyak hal tentang ibu hamil di internet dan menemukan, susu hamil dapat mengurangi mual dan muntah,” papar Ash seraya mengambil sekotak susu untuk ibu hamil. “tapi aku tidak tahu mana susu yang cocok jadi aku membeli beberapa jenis merek susu.”

Rasanya Nina ingin menangis. Ash begitu antusias seakan-akan ia adalah ayah dari calon bayi dalam rahimnya.

Nina duduk di kursi dengan lemas dan mengusap setitik air mata membuat Ash menatapnya dengan wajah sendu.

“Terima kasih, Ash, tapi … kau tidak perlu melakukan semua ini. Apa yang kau lakukan justru membuatku merasa bersalah.”

Ash meletakkan kotak susu di tangan ke atas meja kemudian duduk di sofa berhadapan dengan Nina. “Apa maksudmu, Nin. Sudah kukatakan aku siap bertanggung jawab–”

“Tapi ini bukan anakmu,” potong Nina sebelum Ash selesai bicara. “anak ini ada karena kesalahanku, kau tidak pantas menanggungnya!”

“Bukankah sudah kukatakan? Aku mencintaimu, apapun yang terjadi. Aku menerimamu seperti apapun kondisi dan keadaanmu, Nin.”

Nina menatap Ash dengan mata berkaca-kaca. Ia dapat merasakan ketulusan yang terpancar dari cara Ash memandangnya. Tapi tetap saja, rasanya tak tega jika harus menerima Ash mengingat keadaannya.

Tangan Ash saling meremas saat ia ingin menanyakan sesuatu pada Nina. Nina belum memberinya jawaban mengenai siapa ayah dari anak yang dikandungnya. Nina juga belum memberinya jawaban mengenai lamarannya. Namun, ia tak akan menyerah membuat Nina menerimanya.

“Nin, mengenai pertanyaanku kemarin, apakah kau bisa memberitahuku siapa ayah anak itu? Tapi … jika kau tak ingin membicarakannya, aku–”

“Aku tidak tahu.” Sekali lagi, Nina kembali memotong ucapan Ash. Ia pun melanjutkan dengan memberitahu Ash tentang kejadian di malam itu, saat ia berakhir di ranjang dengan pria tak dikenalnya.

Ash tampak terkejut. Dugaannya benar, kehamilan Nina pasti tidak disengaja olehnya. Ia masih sangat yakin Nina adalah wanita baik-baik.

“Jadi … kau sama sekali tidak mengenal pria itu?” tanya Ash dengan bibir bergetar. Ada sedikit kelegaan di dadanya mengetahui Nina tak memiliki hubungan bahkan mengenal pria asing itu. Dengan begitu, ia tak perlu khawatir jika pria asing itu merebut Nina jika ia dan Nina bersama.

Nina menggeleng pelan. Namun, ia masih ingat wajah pria itu cukup jelas. Pria itu tinggi, mungkin beberapa centi lebih tinggi dari Ash. Dia tampan dan memiliki sorot mata cukup tajam dengan rahang tegas. Dengan potongan rambut model slanted sweep, pria tampan itu tampak gagah dan sempurna.

“Kalau begitu, bagaimana dengan tawaranku kemarin? Menikahlah denganku, Nin."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dihamili Kakaknya, Dicintai Adiknya   8. Dua Suami?

    "Nin, kau … mau ke mana?”Dengan raut wajah penuh tanya, Ash menatap Nina menunggunya menjawab sambil sesekali melirik koper di balik kaki Nina.Nina mulai sedikit gugup setelah dibuat begitu terkejut dengan keberadaan Ash.“Ah, ini ….” Nina berusaha mencari jawaban, tapi ia tak bisa menemukannya dengan segera.Ash mendorong Nina pelan dan masuk ke dalam rumah kemudian menutup pintu.“Jangan bilang kau mau kabur?” tanya Ash menuduh seraya menahan koper Nina.Nina tak menjawab, mau berbohong rasanya percuma sebab, Ash pasti tak akan percaya.Ash mendongak saat ia mengembuskan napas panjang dari mulutnya. Ia lalu menggenggam tangan Nina yang memegang troli koper dan melepaskannya.“Kenapa, Nin? Kenapa kau mencoba kabur?”Tangan Nina gemetar, merasakan tangan Ash yang gemetar.“Apa karena kakakku? Ah, atau … bagaimana kalau kita kabur bersama-sama? Kita bisa pindah jauh dari sini, menikah, dan memulai kehidupan yang baru.”Nina segera mengangkat kepala menatap Ash. Padahal ia berniat kab

  • Dihamili Kakaknya, Dicintai Adiknya   7. Tak Ada yang Mau Memgalah

    Riyon menatap Nina dengan raut wajah yang dingin dan sorot mata setajam elang, seakan Nina adalah ular kecil yang menjadi calon santapannya.Nina menelan ludah susah payah kemudian menunduk mengalihkan pandangan. Ia seakan tak mampu menatap mata tajam Riyon lama-lama.“Aku … mau pulang,” ucap Nina dengan suara pelan.“Tidak punya sopan santun.”Tubuh Nina menegang, ulu hatinya seolah dicubit mendengar ucapan Ruyon.“Kau datang ke sini baik-baik, dan ingin pergi dengan cara seperti ini?”Nina menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia tahu caranya mungkin salah, tapi ia tak punya pilihan lain. Ia ingin kabur dari masalah ini.Tiba-tiba Nina mengangkat kepala menatap Riyon dengan keberanian. “Bagaimana jika kita selesaikan masalah ini sekarang? Aku akan pergi, kita tidak perlu menikah, dan aku tidak akan menikah dengan Ash,” ucap Nina dengan tegas. Ia sudah memikirkannya dan itu lah keputusan yang diambilnya.Riyon menatap Nina dalam diam, ia kemudian meraih tangan Nina dan menariknya.“A-

  • Dihamili Kakaknya, Dicintai Adiknya   6. Rumit

    Nina berusaha membuka mata yang terasa berat. Dan setelah matanya menangkap cahaya, ia membuka matanya lebar.“Nina, syukurlah kau sudah bangun.”Nina menoleh ke sumber suara dan menemukan Rahayu duduk di sisi ranjang di sampingnya. Wajah wanita paruh baya itu tampak cemas.Nina berusaha bangun untuk duduk di tengah sakit kepala yang kembali terasa. Rasanya ia ingin pingsan saja bahkan selamanya agar sakit kepalanya sirna.“Jangan memaksakan diri,” ucap Rahayu seraya membantu Nina bangun menegakkan punggungnya.“Jam berapa sekarang, Tante?” tanya Nina dengan suara parau. Ia ingin segera pulang berharap dengan begitu mengurangi beban pikiran. Melihat keluarga Ash membuatnya tidak tenang.“Ini sudah malam, kau mau pulang? Menginap saja di sini, ya,” kata Rahayu sambil menggenggam tangan Nina.“Ta- tapi ….”“Tidur di kamarku.”Sebuah suara tiba-tiba terdengar membuat Nina dan Rahayu menoleh dan menemukan Riyon berdiri di depan pintu kamar Ash.Riyon mengambil langkah dan berhenti di depa

  • Dihamili Kakaknya, Dicintai Adiknya   5. Kenyataan Mengejutkan

    Riyon masih mematung saat ingatan malam itu berputar dalam kepala. Tentu ia masih mengingat dengan jelas wajah wanita yang menikmati malam panas dengannya.“Riyon … Riyon? Ada apa?”Riyon tersentak saat suara Rahayu menginterupsi pendengaran. Ia pun segera melanjutkan langkah dan duduk di kursi kosong dekat kursi yang ibunya duduki dan berhadapan dengan Nina.Nina menundukkan kepala. Senyuman dan wajah hangat yang sebelumnya ia tunjukkan, kini lenyap entah ke mana dan Ash menyadarinya.“Nin, ada apa? Kau baik-baik saja?” tanya Ash dengan memegang bahu Nina. Dan ia pun terkejut merasakan bahu Nina sedikit bergetar.“Ri, kenalkan. Dia Nina, calon istri adikmu,” ujar Rahayu memperkenalkan Nina.Riyon hanya diam. Ia bahkan tak mengalihkan pandangan dari Nina. Ia tak percaya, dunia ini begitu sempit. Tak ada yang mengira, wanita yang menghabiskan malam dengannya adalah calon istri adiknya.“Nina, ini kakakku, Riyon. Dan Kak, ini Nina, calon istriku,” ujar Ash memperkenalkan Nina.Nina tak

  • Dihamili Kakaknya, Dicintai Adiknya   4. Flash Back

    Riyon memasuki ballroom hotel bintang 5 itu dengan penuh wibawa. Ia datang sebagai tamu undangan dalam acara ulang tahun perusahaan tempat Nina bekerja yang diadakan di sana. Acara itu dihadiri banyak tamu undangan, bukan hanya seluruh karyawan perusahaan tapi juga para kolega dan kenalan pemilik perusahaan.Di sisi lain, Nina berjalan anggun memasuki ruang acara. Penampilannya yang memukau membuat beberapa pasang mata mengarah padanya. Bukan hanya rekan kerja, tapi juga tamu undangan lainnya. Rambut sebahunya ia sanggul rendah dengan menyisakan sedikit anak rambut bergelombang yang membingkai wajahnya. Hiasan rambut berbentuk bunga sakura warna putih yang menghiasi surai hitamnya itu kian mempercantik tatanan rambutnya, membuatnya terlihat semakin manis. Make up tipis yang terpoles di wajah justru membuatnya tampak cantik alami. Meski hanya memakai gaun sederhana berwarna khaki, tak mengurangi kesan anggun darinya.Seorang pria menghampiri Nina setelah tak berhenti memperhatikannya

  • Dihamili Kakaknya, Dicintai Adiknya   3. Bertemu Kembali

    "Kalau begitu, bagaimana dengan tawaranku kemarin? Menikahlah denganku, Nin. Aku tahu kau tak akan melakukan sesuatu pada kandunganmu, kau wanita yang baik. Jadi, izinkan aku membantumu, kita bisa membesarkannya bersama-sama.”Nina terdiam, tak mengira Ash kembali menanyakan hal yang sama. “Tapi Ash ….”“Tidak ada tapi, Nin. Bukankah sudah kukatakan? Aku menerimamu apa adanya karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin menyesal lagi di kemudian hari. Sudah cukup aku menyesal karena memendam perasaanku selama ini.”“Ta- tapi … bagaimana dengan orang tuamu? Keluargamu? Bagaimana jika mereka tahu kalau–”“Bilang saja itu adalah anakku. Aku akan katakan bahwa bayi dalam perutmu adalah darah dagingku,” potong Ash tanpa ragu. Ia tak masalah mengakui jabang bayi dalam perut Nina adalah anaknya asal ia dan Nina bisa menikah. Ia tak ingin melihat Nina menderita, bahkan tak ingin melihat Nina hidup bersama pria lain selain dirinya. Tak peduli Nina mengandung anak orang tak dikenal, ia akan menerim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status