LOGINAsh!” Moana melambaikan tangan dengan senyuman terukir lebar. Ia berdiri di depan pagar pembatas area bianglala. Ia lalu berpose meminta Ash mengambil fotonya. Ash mengambil foto Moana dengan wajah tampak datar. Ia terpaksa menemani Moana meski sebenarnya merasa malas. Moana berhenti berpose kemudian berlari kecil menyusul Ash yang berdiri beberapa meter di depannya.“Bagaimana hasilnya?” tanya Moana seraya melihat layar ponsel Ash yang menunjukkan beberapa fotonya. “Wah, bagus. Apa menurutmu aku cocok jadi model?”Ash menatap Moana dengan sebelah alis meninggi. Sifat narsis wanita itu tak berubah.“Ya, mungkin saja,” jawab Ash sambil melirik arah lain.Moana menggembungkan pipi berpura-pura kesal dengan jawaban Ash. “Huft, kenapa jawabanmu tidak ikhlas begitu.”Ash hanya diam, ia tahu Moana tidak benar-benar marah padanya. Secara tiba-tiba Moana merangkul tangan Ash dan menyeretnya menuju bianglala. “Sudah sampai di sini, jadi kita harus menaiki semua wahana dan kau harus ikut.”
Rahayu tak bisa menahan haru hingga air matanya menetes saat melihat pada layar monitor yang menunjukkan janin dalam rahim Nina meski masih berbentuk embrio dengan ukuran sebesar kacang merah.Nina, Riyon dan kedua orang tuanya telah berada di rumah sakit sekarang dan melakukan USG sekaligus berkonsultasi dengan dokter. “Apa ada keluhan, Nyonya,” tanya dokter pada Nina sambil tetap menatap layar.“Tidak, dok. Tapi, kadang perutku seperti berkedut, kadang sedikit nyeri tapi hanya sebentar,” ujar Nina. “Apa berbahaya, dok?” tanya Rahayu yang baru mendengar keluhan yang Nina rasakan.“Tidak, Nyonya. Kedutan dan rasa nyeri saat kehamilan masih beberapa minggu wajar terjadi karena terjadi peregangan pada otot perut dan rahim. Selama tidak disertai dengan gejala lain yang tidak wajar, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” jelas sang dokter. “Gejala lain seperti apa, dok?” tanya Rahayu dengan segera. Meski sudah pernah hamil dan melahirkan, tapi itu sudah sangat lama membuatnya sudah lupa
Ah, ya, benar. Aku sempat melihat teman ayah memposting foto bersama Moana,” ucap Salim setelah dirinya berhasil mengingat. “Apa anak teman ayah?” tanya Rahayu yang tertarik dengan apa yang suaminya katakan. Ia pikir mungkin bisa melanjutkan rencana menjodohkan Ash jika benar Moana adalah anak dari teman sang suami.Salim menoleh pada Rahayu dan menjawab, “Kurasa tidak, Bu. Teman ayah itu tidak punya anak perempuan.”Rahayu menatap sang suami dengan pandangan tak terbaca, seolah mengisyaratkan sedikit kekecewaan. “Aku sudah selesai. Aku kembali ke kamar dulu,” ucap Ash seraya bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang makan. “Aku juga ingin kembali ke kamar,” ucap Riyon. Mendengar itu, Nina segera bangkit dari duduknya, mengambilkan kruk untuk Riyon dan menemaninya kembali ke kamar. Kini, hanya ada Salim dan Rahayu yang melanjutkan pembicaraan sebelumnya. “Yah, padahal aku sudah berharap. Maksudku, kupikir kita bisa menjodohkan Ash dan Moana, yah. Kebetulan mereka teman lama dan
Riyon kembali berbaring di ranjang dengan hati-hati setelah sebelumnya melihat Nina dan Ash berpelukan di ruang tamu. Sebenarnya, sedari tadi ia tidak benar-benar tidur, dan saat Nina meninggalkannya dengan keluar kamar, rasa penasaran membuatnya memutuskan melihat ke mana perginya Nina. Riyon menatap langit kamar dalam diam. Entah kenapa ia merasakan sesuatu yang aneh di dada melihat Nina dan Ash berpelukan, seakan hati kecilnya berseru, Nina adalah istrinya, tak seharusnya dia berpelukan dengan pria lain selain dirinya. Akan tetapi, sebagian hatinya menyuruhnya sadar bahwa tak berhak dirinya berpikir seperti itu karena kenyataanya dirinya adalah penghalang sesungguhnya hubungan Nina dan Ash.Di luar, Ash melepas pelukan dan mencoba tersenyum saat menatap Nina. Diusapnya air mata Nina dengan ibu jari lalu menangkup pipi Nina seraya memberinya usapan lembut.“Harusnya aku yang minta maaf. Harusnya aku menghargai apapun keputusanmu. Maaf, aku terlalu egois dan berpikir menghindarimu d
Riyon turun dengan hati-hati dari dalam mobil dibantu sang ayah dan sopir. Salim lalu mendorong kursi roda Riyon menuju teras sementara sopir membawa kruk yang mulai hari ini bisa Riyon gunakan. Perhatian Riyon tertuju pada Moana. Ia tidak mengenalnya, membuatnya bertanya-tanya, siapa wanita itu. Moana pun memperhatikan Riyon dengan seksama. Riyon sama tampannya dengan Ash, hanya saja wajahnya terlihat lebih dewasa. Tatapan Riyon lebih dingin dan tajam, sementara Ash lebih meneduhkan. “Akhirnya pulang juga. Bagaimana hasilnya, Ri? Apa kata dokter?” tanya Rahayu setelah Riyon dan Salim di depannya. Riyon tak menjawab, ayahnya lah yang memberi penjelasan, mengatakan pemulihan kaki Riyon cukup bagus tapi tetap dibutuhkan waktu beberapa bulan lagi agar benar-benar sembuh dan Riyon bisa berjalan kembali seperti semula. “Ini, siapa?” tanya Salim setelah menjawab pertanyaan sang istri sebelumnyaDengan wajah cerah, Moana memperkenalkan diri. “Namaku Moana, Om. Dan aku temannya Nina dan A
Ash menunduk menatap air yang mengalir dari tubuh menuju saluran pembuangan. Ia tengah membersihkan diri sekarang, mengguyur tubuhnya dengan air dingin dari shower di atas kepala. Satu tangan Asah menekan dinding dengan tangan mengepal kala ia teringat sikapnya pada Nina dan entah kenapa dirinya justru merasa bersalah. Ia tak bermaksud untuk bersikap berbeda, hanya saja setiap kali menatap Nina, ia tak bisa menyembunyikan betapa dadanya terasa sesak. Sementara itu di ruang tamu, Moana dan Nina kembali mengingat masa-masa saat mereka kuliah. Sesekali Nina merekahkan tawa kecilnya membuat Rahayu menyunggingkan senyuman. “Tapi, Nin, kau itu jahat sekali. Kau menikah dan tidak mengabariku. Selain itu, kau menikah dengan kakak Ash? Huft, aku benar-benar terkejut,” ucap Moana yang membuat tawa kecil Nina yang sebelumnya timbul, kini menghilang. “Bagaimana aku mengabarimu, Mo? Aku tidak punya nomor ponselmu. Aku … juga tidak tahu kau sudah kembali ke sini. Terakhir kali aku dengar kau mas







