Dahlia sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Wanita paruh baya itu harus menerima sejumlah perawatan karena mengalami Hipertensi. Sejak dulu, wanita itu memang sudah langganan keluar masuk rumah sakit karena mengidap Hipertensi. Kondisi Dahlia akan semakin memburuk jika hati dan pikirannya sedang tertekan. Harusnya ada salah satu anak yang mengurus dan merawat Dahlia, namun nyatanya Selena yang Dahlia harap-harapkan, tak bisa mengabulkan keinginan kecilnya itu. Selena malah berkata kurang ajar dan menentang perkataan Dahlia, membuat Dahlia merasa kecewa dan akhirnya sakit seperti ini.
"Kira-kira kapan mama saya sadar dok?" Tanya Kevin pada dokter yang tengah memeriksa Dahlia."Kita tunggu saja ya pak, saya tidak bisa memastikannya. Namun anda tidak perlu khawatir, kondisi ibu Dahlia dalam keadaan stabil." Ucap dokter yang memeriksa Dahlia pada Kevin."Syukurlah, terimakasih dok.""Sama-sama pak, saya permisi dulu." Pamit dokter tersebut. Kevin pun lantas mendekat kearah Shera yang sedang menunggui Dahlia, sedangkan Yuli kini tengah pulang untuk mengambil pakaian Dahlia."Sudah makan? Jika belum, sebaiknya kamu makan malam dulu. Biar saya yang menjaga mama." Ujar Kevin pada Shera. Shera tampak menggeleng, ia sama sekali tidak nafsu makan, entahlah, Shera tak merasa lapar sama sekali, dan semua itu gara-gara Dahlia. Memikirkan keadaan Dahlia membuat Shera menjadi tak bernafsu makan dan melakukan apa-apa."Aku udah makan om." Jawab Shera singkat."Kapan?""Udah tadi."Jawaban Shera sontak membuat Kevin menghela nafas berat, kentara sekali jika mantan keponakannya itu sedang berbohong dan asal menjawab."Khawatir boleh, tapi jangan sampai telat makan. Biar saya carikan makanan dulu." Tanpa menunggu jawaban Shera, Kevin segera pergi meninggalkan kamar Dahlia untuk mencarikan Shera makanan di kantin."Tapi om!" Dan seruan Shera pun tak ada artinya, karena sekarang Kevin sudah pergi mencarikannya makanan.Shera juga turut menghela nafas berat, tak suka dengan situasi yang ia hadapi sekarang. Sungguh, rasanya Shera ingin pergi menghindari Kevin, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan Dahlia begitu saja. Mungkin disini Sheralah yang paling baper, padahal Kevin tidak, Kevin terlihat biasa saja, tidak seperti Shera yang kelabakan. Dan Shera juga tidak tahu kenapa dirinya bisa segila ini hanya karena Kevin."Ini bajunya non!" Tiba-tiba saja Yuli datang membawa sebuah koper berisikan baju dan keperluan Dahlia."Taruh di sana mbak!" Tunjuk Shera pada lemari yang tersedia."Iya non." Dan Yuli pun segera memasukkan baju-baju Dahlia ke dalam lemari."Non udah baikan? Kenapa nggak sekalian periksa disini aja sih non? Kalau non sakit juga gimana?" Tanya Yuli pada Shera dengan nada khawatir."Aku nggak apa-apa mbak, cuma pusing aja, nanti juga baik sendiri." Balas Shera dengan senyuman paksa."Tapi non-""Mbak... Aku beneran nggak apa-apa sumpah." Tekan Shera membuat Yuli akhirnya mengalah dan memilih diam. Yuli pun mengangguk, lalu selanjutnya ia lantas menata pakaian Dahlia di lemari yang tersedia.Selang beberapa menit, Kevin akhirnya kembali dengan membawa sejumlah makanan, namun saat masuk ke dalam kamar, ia tak melihat Shera ada disana, Kevin hanya melihat Yuli yang tengah menunggui Dahlia."Mbak Yuli, dimana Shera?" Tanya Kevin pada Yuli."Non Shera lagi di kamar mandi tuan." Jawab Yuli."Oh." Kevin hanya ber-oh ria."Kayaknya lagi nggak enak badan, udah dari kemarin." Ucapan Yuli barusan tentu langsung membuat Kevin merasa cemas, ia jadi mengingat akan perkataan Dahlia kemarin saat mengunjunginya di restoran. Padahal sudah tiga hari berlalu, kenapa keadaan Shera masih belum juga membaik. Shera memang terlihat lebih pucat dan agak kurusan, namun Kevin tak terlalu memperhatikannya."Sudah ke dokter?""Nggak mau tuan, bilangnya nggak apa-apa terus." Kevin kembali menghela nafas. Teringat ketika dirinya sakit waktu itu, Shera begitu comel, menyuruhnya supaya menjaga kesehatan. Sedangkan Shera sendiri malah mengabaikan kesehatannya seperti ini.CklekPintu kamar mandi tiba-tiba saja terbuka, menampilkan Shera yang keluar sambil memegangi perutnya yang tiba-tiba saja terasa nyeri. Pantas saja dirinya merasa lemas dan pusing akhir-akhir ini, baru saja Shera melihat ada sedikit darah di celana dalamnya, itu artinya ia tengah datang bulan. Namun kenapa perutnya tiba-tiba sakit? Padahal ketika datang bulan selama ini Shera tidak pernah merasakan sakit perut sama sekali."Non!" Panggil Yuli. Sedangkan Shera tampak terkejut melihat sosok Kevin yang ada didepannya."Om." Bisik Shera hampir tak terdengar."Kamu sakit? Kita ke dokter sekarang!" Ajak Kevin dengan tatapan entahlah, Shera tak bisa menyimpulkannya, entah itu tatapan khawatir atau kasihan?"A-ehhh... I-itu, nggak perlu om, aku baik-baik aja." Balas Shera dengan sedikit terbata-bata. Entahlah kenapa ia tiba-tiba jadi gugup begini, Shera yang bar-bar seketika langsung melempem ketika berhadapan dengan sosok Kevin yang tampan dan menyilaukan mata."Ada apa? Kenapa menatap saya begitu?" Tanya Kevin dengan nada heran.Sedangkan Shera yang ketahuan segera memalingkan wajahnya, merasa kesal dengan sikap bodohnya yang sungguh memalukan."Enggak om." Balas Shera sambil menunduk, tak berani menatap Kevin."Apa ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan? Apa telah terjadi sesuatu setelah kejadi-""Om please... Jangan bahas masalah itu disini, lagian aku udah lupa, om sendiri kan yang nyuruh aku untuk lupain semuanya? Kenapa sekarang om Kevin malah bahas-bahas itu?" Skak mat, bibir Kevin langsung terkatup. Ucapan Shera barusan membuat hatinya tersentil, harusnya Kevin bisa menerimanya, tapi kenapa ia merasa tak terima ketika Shera sudah bisa melupakan kejadian panas itu."Maafkan saya." Ungkap Kevin tak enak hati."It's okay. Om bisa pulang sekarang, biar aku sama mbak Yuli yang jaga Oma.""Kamu mengusir saya setelah saya mencarikan kamu makanan?" Nada bicara Kevin mulai tak enak, ia kesal karena Shera menyuruhnya pergi."Aku nggak pernah minta om untuk cariin aku makan, om sendiri yang punya inisiatif.""Jadi kamu mau saya pergi?""Iya, lebih baik om pulang aja. Aku bisa jagain Oma sendiri." Tutur Shera sembari memalingkan wajah, malas menatap Kevin yang membuatnya semakin hilang kendali."Sebenarnya kamu kenapa? Kamu sedang sakit, biar saya disini menemani kamu." Kevin mulai kesal, ia hampir saja lepas kontrol membentak Shera."ENGGAK PERLU." namun malah Kevin yang dibentak Shera. Bahkan Kevin sampai menutup matanya karena saking terkejutnya. "Lebih baik om Kevin pulang, udah malam, kalau om maksa disini, aku nggak mau ada kesalahpahaman diantara kita."Ucapan Shera yang kemana-kemana membuat Kevin semakin tak mengerti, karena tak ingin membuat Shera semakin emosi. Kevin pun akhirnya mengalah, mungkin karena Shera sedang sakit, makanya wanita itu jadi ngelantur. Biar besok Kevin kembali lagi kesini, dan sekarang ia akan pulang supaya Shera bisa tenang."Kamu aneh Shera." Ujar Kevin sebelum pergi meninggalkan kamar rawat Dahlia dengan perasaan kesal dan marah terhadap sikap Shera."Hhh..." Pecah sudah pertahanan Shera, wanita itu langsung menangis, dan Yuli pun segera menghampiri Shera."Non, ada apa non?" Tanya Yuli sembari memeluk tubuh Shera. Shera pun hanya menggelengkan kepalanya, tak mungkin juga ia menjelaskan masalahnya kepada Yuli. Shera sendiri bingung dengan dirinya yang tiba-tiba menjadi cengeng seperti ini, apa mungkin karena ia sedang datang bulan? Entahlah.Shera juga bingung dengan sikapnya terhadap Kevin. Padahal ia sedang merindukan sosok laki-laki itu, namun kenapa secara bersamaan Shera juga merasa kesal dan marah terhadap Kevin. Shera bahkan sudah mengusir Kevin tanpa sebab, sungguh kekanak-kanakan sekali tingkahnya ini.Keesokan harinya, Dahlia akhirnya sudah sadar dan kini sedang mengobrol dengan Shera. Karena dirinya yang sakit, Shera pun akhirnya membatalkan kepulangannya ke Rusia, hal itu pun membuat Dahlia menjadi merasa bersalah pada sang cucu. Padahal Shera mempunyai banyak pekerjaan disana, namun terpaksa harus meninggalkannya karena harus mengurus Dahlia disini."Harusnya kamu pulang, ada mbak Yuli yang akan jaga Oma. Oma jadi merasa bersalah karena kamu meninggalkan pekerjaan demi Oma." Ungkap Dahlia pada Shera dengan tatapan sedih. "Oma jangan ngomong begitu, aku nggak masalah kok, malah aku bakalan nggak tenang kalau pergi gitu aja ninggalin Oma dalam keadaan sakit. Sekarang yang penting Oma harus segera sembuh, jangan mikir macam-macam. Oma nggak boleh banyak pikiran." Tutur Shera. "Iya sayang. Karena ada kamu, Oma sekarang jadi senang, ada yang nemenin Oma, Oma jadi makin semangat buat sembuh." Dahlia tampak tersenyum manis."Nah, gitu dong Oma."Nenek dan cucu itu saling bertatapan d
Dahlia sudah pulang ke rumah karena kondisinya sudah membaik. Cepat sekali wanita paruh baya itu pulih, bahkan semakin semangat dan ceria karena Shera tak jadi pulang ke negara asalnya. Jika kondisi Dahlia semakin membaik, maka tidak dengan Shera. Pagi ini, Shera bahkan merasakan pusing dan mual. Mungkin sakitnya semakin berlanjut karena istirahatnya kurang. Untung saja datang bulannya sudah selesai dan hanya berselang selama dua hari. Itupun hanya sedikit, tidak banyak seperti biasanya. Shera sendiri merasa sangat heran dengan siklus menstruasinya. Namun tampaknya Shera tak terlalu ambil pusing mengenai itu, apalagi setelah mengingat jika Kevin memang mandul, tak bisa memberikan keturunan, jadi mana mungkin dirinya bisa hamil sedangkan Selena yang menikah dengan Kevin selama tiga tahun saja tidak bisa hamil karena kemandulan Kevin. Jadi Shera tak perlu cemas, karena dirinya tidak akan mungkin mengandung anak Kevin. "Sarapan dulu non! Non Shera kok jadi makin sakit begini?" Tanya He
Karena tak suka melihat Shera memeluk Kevin, Selena langsung berjalan kearah Shera dan Kevin, dengan sekali hentak, Selena langsung menarik tangan Shera, menyingkirkannya dari tubuh mantan suaminya itu. Hal itupun tentu membuat Kevin dan Shera sangat terkejut. Apalagi Kevin, ia sangat tak suka jika Selena sampai bersikap kasar kepada Shera, apalagi Shera sedang dalam kondisi sakit. "Kamu udah gila ya? Ngapain kamu peluk-peluk laki-laki ini? Tante nggak suka kamu dekat-dekat sama dia Shera." Seru Selena dengan penuh amarah. "Apa hak tante larang-larang aku? Terserah aku mau dekat sama siapa. Lagian om Kevin udah cerai sama Tante, emang kenapa kalau aku deketin dia?" Meski sedang lemah, namun Shera masih sangat kuat untuk berdebat dengan Selena. Shera bukan wanita lemah yang akan diam saja jika ada orang lain ingin mengusik ketenangannya. Tak peduli meski itu Selena sekalipun Shera akan tetap melawannya. "SHERA! Tante itu peduli sama kamu, tante nggak mau kamu berhubungan sama laki-l
Shera meneguk ludahnya melihat makanan yang tersaji didepan matanya. Sungguh menggoda selera, membuat perutnya meronta-ronta. Makanan buatan Kevin memang tak hanya enak, tapi juga membuat Shera selalu takjub karena tampilannya yang sangat menggoda. Sungguh beruntungnya ia bila setiap hari bisa dimasakan oleh chef terkenal seperti Kevin, sudah tampan, gagah, pandai masak, sabar meski kadang sangat menyebalkan, tapi Shera suka. "Tunggu apa lagi? Kenapa belum dimakan?" Tanya Kevin dengan tatapan heran. Shera tampak menggigit bibir bawahnya, menatap Kevin dengan ragu. "Mau disuapi." Pinta Shera dengan penuh harap. Membuat Kevin kembali tertegun. Oh, apalagi ini Shera? Shera sudah kelewat batas, Kevin tak bisa menuruti keinginan gila Shera terus-terusan. "Tangan kamu tidak sakit, yang sakit pipi kamu, kamu masih bisa makan sendiri, kamu bukan anak kecil lagi Shera." Ucapan Kevin yang menohok barusan membuat Shera langsung terdiam. Merasa kesal, lalu iapun menunduk dan memakan makananny
dr. Shavira kini tengah memeriksa Shera, dokter senior berusia lima puluh lebih itu tampak tersenyum hangat ketika melihat layar USG yang memperlihatkan kondisi rahim milik Shera. "Lihat! Kantong bayinya sudah terbentuk ya, sekarang kita cari dulu si kecil, duh... Sembunyi dimana anak kesayangan papa ini ya." Kalimat terakhir dr. Shavira begitu menggetarkan hati Kevin. Oh astaga, demi apa Kevin kini tengah menitikkan air matanya saat melihat layar USG itu. Cepat-cepat ia segera menghapus airmata sialannya, demi Tuhan ia sungguh malu, namun pria tampan itu juga tidak sanggup menyembunyikan perasaan luar biasa yang sedang ia rasakan sekarang. Sedangkan Shera sejak tadi hanya terdiam kaku, airmatanya tak henti mengalir, wanita itu masih tak menyangka jika dirinya kini tengah berbadan dua. Apalagi yang sedang ia kandung sekarang adalah anak Kevin. Kevin yang katanya mandul alias tak bisa memberikan keturunan kini nyatanya malah bisa membuat Shera hamil dengan begitu ajaibnya. "Ini nih
Setelah dari rumah sakit, kini Kevin memutuskan untuk memulangkan Shera ke mansion Gunawan. Hari sudah semakin sore, dan Kevin tadi mengajak Shera pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Dahlia. Pasti sekarang Dahlia sedang mencemaskan Shera, dan Kevin sungguh merasa tak enak dibuatnya. Mengingat sosok Dahlia membuat Kevin kembali memikirkan bagaimana cara ia bicara pada wanita paruh baya itu nanti perihal kehamilan Shera. Bagaimana reaksi Dahlia? Kevin takut Dahlia akan jatuh sakit, dan yang lebih menakutkannya lagi adalah, Dahlia akan membencinya karena ia yang telah menghamili cucu kesayangan Dahlia. "Huh..." Kevin menghembuskan nafas kasar, lalu mengusap wajahnya. Demi Tuhan semua kejadian ini masih seperti mimpi. Kevin masih tak menyangka jika sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, apalagi wanita yang mengandung anaknya adalah Shera. Wanita yang sebenarnya sangat haram baginya. Shera kini tengah tertidur dipelukan Kevin, karena lelah menangis dan memang sejak tadi
Kevin tentunya langsung kelabakan saat Shera tiba-tiba saja memutuskan sambungan teleponnya. Apalagi setelah wanita itu mengatakan hal yang membuat Kevin merasa seperti kena mental. Namun Kevin yang notabene adalah pria penyabar tak akan menelan mentah-mentah ucapan Shera barusan. Kevin emosi? Oh, tentu tidak, ia hanya shock dan tak menyangka jika Shera bisa berpikir seperti itu terhadapnya. 'Pak Kevin harus banyak-banyak bersabar ya pak, ibu hamil itu sudah biasa kalau gampang emosional, gampang sensitif, gampang ngambek, dan gampang aneh-aneh lah pokoknya. Itu semua bukan dibuat-buat, tapi karena pengaruh hormon, mereka akan bertingkah seperti anak kecil, ya... Meskipun nggak semua ibu hamil seperti itu, tapi kebanyakan memang begitu. Jadi pak Kevin harus selalu bisa mengontrol emosi, jangan mudah terpancing dan akhirnya melampiaskan kemarahan ke ibunya ya pak, jangan sampailah pokoknya.'Perkataan dr. Shavira kemarin kembali berputar dimemori otak Kevin, membaut Kevin tersenyum sa
Shera dan Kevin masuk ke dalam mansion, Shera terus bergelayut manja di lengan Kevin, Kevin pun tak terlalu ambil pusing, ia membiarkan Shera melakukan hal sesuka hatinya, supaya Shera senang dan tidak kecewa. Saat berjalan melewati ruang tamu, mereka bertemu dengan Selena dan juga Brandon yang tengah bermesraan. Selena memang sengaja melakukan itu untuk melihat reaksi Kevin, ia ingin membuat Kevin cemburu melihatnya bersama dengan Brandon. "Sayang... Cium pipiku!" Pinta Selena pada Brandon dengan nada manja, Brandon pun lantas mencium pipi Selena, lalu melumat bibir wanita itu sekilas. Hal itupun tak luput dari tatapan Kevin dan Shera. Jika Selena pikir Kevin akan cemburu melihatnya bersama Brandon, maka Selena salah besar, Kevin bahkan tak peduli sama sekali, pria tampan itu bahkan merasa malu melihat kelakuan Selena yang seperti ABG tua."Oh Hay... Mantan suamiku, kebetulan kamu datang, lusa aku akan bertunangan sama Brandon kekasihku, jadi aku harap kamu bisa datang ya." Selena