Share

Bab 5. Lamaran

Author: Nona Kim
last update Last Updated: 2025-09-09 14:26:35

Bab 5. Lamaran

Alea menghela napas panjang sambil merentangkan tangan. Pekerjaannya akhirnya selesai setelah berjam-jam duduk tanpa banyak bergerak. Di meja, tiga gelas kosong berjejer—teh, kopi, dan minuman ringan—bersama sisa permen serta camilan kecil.

“Makan siang.” Fania, teman kerjanya, mendekat sambil tersenyum.

“Boleh. Tapi aku gak bawa bekal,” Alea meringis.

“Aku traktir. Hari ini aku ulang tahun. Kita makan di kafe dekat sini.” Fania menarik tangannya.

“Dengan senang hati.” Alea mengambil tasnya dan berjalan bersama Fania.

Hanya butuh tujuh menit berjalan kaki. Begitu sampai, mereka memilih tempat di sudut kafe.

“Pesan apa saja, bebas. Aku gak ada acara spesial di ulang tahun ini.” Fania menyerahkan menu.

“Terima kasih,” jawab Alea. Untuk sesaat, kekalutan di kepalanya mereda. Bersama Fania, ia bisa berpura-pura baik-baik saja.

“Alaaah, kayak sama orang asing aja.” Fania terkekeh.

“Aku ke toilet dulu,” ujar Alea, bangkit dari kursi.

Namun langkahnya terhenti. Dari pintu toilet pria, Javier keluar.

Tatapan mereka bertemu. Tubuh Alea langsung menegang, jemarinya bergetar. Semua kenangan malam itu berkelebat, membuat dadanya sesak.

“Lelaki berengsek!” bentak Alea. Tangan terangkat hendak menampar Javier, tapi lelaki itu menahan.

“Kau mau buat onar di sini?” Melepas kasar tangan Alea. “Ini kafe.” Beberapa pasang mata menatap ke mereka.

“Aku tidak peduli!” ujar Alea.

Javier menyunggingkan senyum sinis membuat Alea semakin marah.

“Aku membencimu, Javier. Hidupku hancur karena kau.” Menunjuk ke wajah Javier.

Javier menghela napas kasar. “Alea, dengar. Malam itu kau yang datang padaku. Aku membantumu. Selesai.” Suaranya pelan.

“Aku tidak mempercayai omonganmu. Kau—”

“Jadi kau mau apa? Bertanggung jawab?” selidik Javier.

Alea terdiam. Dia mau apa? Javier mengakui perbuatannya dan minta maaf, atau Javier mau bertanggung jawab?

“Aku—”

“Sudahlah.” Javier pergi begitu saja menyisakan Alea sendiri.

“Alea, kamu kenapa?” Fania mengernyitkan keningnya melihat Alea menangis

Alea menghapus air matanya. “Ak-aku gak apa.” Ia berbohong. “Ayo makan.”

Fania mengangguk, mengikuti langkah Alea. Alea sempat menatap perginya Javier, tapi lelaki itu sudah tidak terlihat lagi.

Ternyata Javier sedang berada di tempat pemotretan dekat kantor Alea, menunggu Aleza yang lokasi kerjanya tak jauh dari sana.

Aleza kemudian menceritakan tentang Alea kalau saudara kembarnya itu sudah 3 tahun bekerja di sini sebagai desain grafis. Javier hanya tersenyum kecut. Dia tidak tahu kalau perjodohan kemarin akan membawanya sedalam ini menuju kehidupan Alea.

Aleza kemudian menghela napas kasar.

Pemotretan hari ini menguras tenaganya, tapi ia sudah terbiasa. Namanya juga dunia modeling yang sudah membesarkan namanya. Keduanya pun inisiatif pulang setelah sesi selesai.

Sempat Aleza menawari Javier untuk berbincang bertiga dengan Alea perihal perjodohan ini, tapi Javier menolak.

Saat ditanya alasannya, dia hanya bilang kalau itu surprise untuk Alea.

Javier tiba-tiba berbisik ketika mobil berbelok di restoran sepi dengan lampu gemerlap menyala. “Aku sudah menyewa untuk malam ini. Tamunya hanya kita berdua.”

“Serius? Kamu menghabiskan uang sebanyak itu hanya untuk makan malam?” Aleza terkejut mendengarnya.

Javier mengangguk. “Aku gak mau ada yang ganggu kita.”

Pipi Aleza merona mendengarnya.

Keduanya masuk ke dalam, disambut musik romantis dari para pemain musik. Di atas meja sudah tersusun makanan dan minuman, serta buket bunga dan kotak merah berpita kuning keemasan.

Aleza tidak menutupi kebahagiaannya. “Romantis,” gumamnya. “Kamu menyiapkan semua ini?”

Javier mengangguk. Mempersilakan Aleza duduk setelah menarik kursi. “Kamu suka?” Ia duduk.

Aleza hanya menjawab dengan anggukan. Senyumnya melebar. Dia tidak menyangka Javier menyiapkan semua ini untuknya. Perlakuan kecil membuat pipi Aleza merona.

Sungguh berbanding terbalik dengan sikap Javier ke Alea!

“Hampir lupa.” Javier mengambil buket bunga mawar merah itu dan memberikannya ke Aleza. “Untukmu.”

“Ya Tuhan, Javier. Terima kasih.”  Dia mencium buket bunga itu. Ia kembali terkejut saat Javier memberikan kotak merah maron ukuran sedang ke Aleza. “Lagi?”

Javier mengangguk.

Aleza meletakkan buket bunga ke kursi kosong. Membuka kotak merah maron itu. Matanya terbelalak melihat isinya. Kalung berlian edisi terbaru dan juga cincin.

“Ini ...,” kata Aleza gugup.

“Hubungan kita atas dasar bisnis, tapi tetap saja aku harus melamarmu.” Javier mengambil cincin dan memasangkan di jari Aleza. “Mau kah kau menikah denganku?”

Tanpa basa basi, Aleza mengangguk cepat. “Tentu!”

Aleza menatap cincin berlian di jarinya. Sangat cocok. Sebentar lagi, dalam hitungan minggu ia akan menjadi nyonya Javier—istri dari lelaki tampan yang dijuluki Dewa Bisnis.

Siapa yang menolak menikahi CEO tampan yang penuh cinta?

Siapa pula yang tidak menginginkannya?

Hanya satu orang dan dia masih meratap di kamar. Sampai malam tiba, Alea masih mengurung diri, tidak berbincang pada siapa pun, bahkan dengan Emilia.

Sebenarnya, setelah selesai makan tadi, Aleza langsung pulang dan beberapa kali mengetuk pintu kamar Alea untuk menceritakan kabar bahagia ini. Namun, tak kunjung ada jawaban.

Untuk kesekian kalinya, Aleza mencoba lagi. Kesal karena tidak ada jawaban, Aleza menerobos masuk.

Ternyata pintu tidak dikunci.

“Ada apa? Kau kelihatan bahagia.” Alea bertanya, seperti orang tidak bergairah untuk menjalani hidup.

Aleza mengangguk. Ia menunjukkan buket bunga ke Alea. “Aku dapat buket bunga. Dan kau tahu ... aku bentar lagi nikah. Aku udah dilamar”

Mendengar kabar itu, Alea coba menyesuaikan diri. Dia ikut tersenyum, meski hatinya sedang hancur. Dia bahagia melihat kebahagiaan kembarannya itu.

“Dari?” tanya Alea. Ia menerima buket itu saat Aleza menyerahkan kepadanya.

“Dari calon suami dong.” Aleza menunjukkan jarinya lagi. “Cincin lamarannya waw banget, kan?”

Alea mengangguk. “Siapa? Aktor muda yang digosipkan itu?”

“Ya gaklah. Ini laki lebih gagah, lebih tampan, lebih kaya dari aktor itu. Pokoknya sempurna untuk jadi suami.” Ia juga menunjukkan kotak berisi kalung berlian ke Alea. “Lihat. Edisi terbaru.”

Alea tersenyum. Aleza memang pantas mendapatkannya. Dia cantik, berbakat dan terkenal. Dia selalu seperti bidadari di kalangan para lelaki. Dia iri sebenernya. Mereka kembar, tapi nasib mereka tidak sama.

“Aku penasaran. Apa aku kenal sama dia?” Alea menggoyang-goyangkan tubuh Aleza.

Aleza menggelengkan kepalanya. “Dia ... ah, nanti juga kamu pasti tau. Suprise!” Aleza terkekeh.

Alea menghela napas. “Oke.” Ia kembali fokus pada pekerjaannya. Dia memilih untuk tidak bertanya karena Aleza bilang suprise.

“Kapan?”

“Lusa.” Aleza mengatakannya tanpa beban. Justru, pertanyaannya selanjutnya yang benar-benar membebani Alea. “Kira-kira kamu kapan sama Reivan?”

Alea memejam mata sejenak. Perutnya kembali terasa mual. Entah kenapa, belakangan ini, dia terus-terusan merasa seperti ada yang salah dengan perutnya. Dia ingin berobat, tapi mungkin besok.

Alea fokus kembali ke pekerjaannya, hingga pintu tiba-tiba terbuka.

“Alea, di depan—”

Kalimat Emilia terpotong lantaran Alea berlari cepat ke kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya. Emilia segera menyusul dan mengelus punggung putrinya. “A-apa aku hamil?” bisiknya.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Anonim
fix aku benci Javier. manusia muka dua
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dihamili Suami Saudara Kembarku   Bab 89

    Bab 89Bram mengangguk. Javier menggertakkan giginya. Dia sudah menduga itu. “Kau bilang tidak tau namanya. Tapi apa barusan?” Aldo menyudutkan Bram. “A-aku—”Javier menghampiri Bram dan dengan gilanya mengambil tang pemotong itu lalu mengapit mulut Bram agar lidahnya keluar. “Berani berbohong padaku!” “A-apa yang ka-kau lakukan?” Bram memberontak. Ia yakin, Javier akan melukai dirinya. Javier menyeringai. “Lidahmu itu menyebalkan.” Bram mengatupkan mulutnya, tapi Javier memaksa untuk membuka dan lidahnya terjulur. Dengan cepat Javier memotong sedikit, darah mengalir deras dari sana. “Aaaaaa!” Bram menjerit kesakitan. Untuk berbicara saja, ia sudah tak sanggup. “Astaga.” Sontak Billy berucap seperti saat melihat kekejaman bosnya. Walau dia sudah biasa, tetap saja, ia sedikit terkejut. Sementara Aldo meringis, bulu kuduknya merinding melihat darah menglir dari mulut Bram. Ia juga sudah biasa menangani hak seperti ini, tapi tetap saja, jika sang bos yang bertindak akan lebih b

  • Dihamili Suami Saudara Kembarku   Bab 88. Dalang di Balik Penculikan

    Bab 88Rumah tua itu berdiri seperti bayangan masa lalu yang menolak mati. Cat dindingnya longsor, jendelanya pecah, dan pohon liar merayap sampai ke atap. Ini adalah salah satu properti keluarga besar Javier—dulunya villa musim panas milik almarhum papanya, kini berubah menjadi tempat penyekapan gelap yang hanya diketahui orang-orang tertentu dalam lingkaran dalam Javier.Lampu-lampu kuning temaram menyala samar, menerangi lorong berbau lembap. Dari kejauhan terdengar suara logam beradu dan desahan tertahan seseorang.Javier berjalan di depan, langkahnya mantap, meskipun wajahnya menyimpan kemarahan yang belum padam sejak ia menemukan Alea tergeletak pingsan di gudang. Billy mengikutinya dari belakang, sementara Aldo sudah menunggu di ruang bawah tanah.Saat Javier membuka pintu besi itu, bau amis menyambutnya. Bram diikat pada kursi besi, kedua pergelangannya terikat ke belakang, wajahnya penuh lebam. Sebagian bajunya robek, dan napasnya terengah pendek. Namun meski begitu, ia masih

  • Dihamili Suami Saudara Kembarku   Bab 87. Hampir Keguguran

    Bab 87“Alea, bertahan,” gumam Javier saat ia membawa Alea keluar dari mobil setelah tiba di depan rumah sakit.Seketika lampu-lampu neon rumah sakit memantulkan cahaya putih pucat di sepanjang lorong ketika Javier berlari masuk sambil menggendong Alea di dadanya. Napasnya memburu, wajahnya penuh keringat bercampur debu dari gudang tadi. Pintu UGD terbuka lebar, dan beberapa perawat langsung menghampiri begitu melihat kondisi Alea yang lemas dan pingsan.“Pasien wanita, hamil! Ada pendarahan!” seru Juan dari belakang.“Bantu saya!” Javier nyaris berteriak, suaranya pecah di ujung kalimat. “Dia kesakitan. Tolong!”Perawat segera mendorong ranjang dorong ke arahnya. Javier menunduk, memeluk Alea untuk terakhir kalinya sebelum meletakkan tubuh ringan itu di atas ranjang.“Alea … aku di sini,” bisiknya dengan suara parau. “Jangan tidur terlalu lama. Kau harus bangun, dengar?”Alea tidak menjawab. Kelopak matanya tertutup rapat, wajahnya pucat pasi, bibirnya membiru. Napasnya pendek, seola

  • Dihamili Suami Saudara Kembarku   Bab 86. Menemukan Alea

    Bab 86Pintu besi itu terhempas terbuka dengan suara nyaring yang memantul di seluruh ruangan besar dan kosong itu. Cahaya senter para lelaki itu menembus gelap dan langsung disambut oleh udara lembap yang dingin, bercampur bau karat, debu, dan entah apa lagi yang amis. Lantai beton retak-retak di beberapa titik, seperti sudah lama tidak disentuh siapa pun.Javier berdiri paling depan, pistol sudah dalam genggaman, rahangnya mengeras, tubuhnya kaku seperti busur yang siap dilepaskan.Billy dan Juan berada di sampingnya, masing-masing menyorotkan senter mereka ke setiap sudut gudang yang luas itu. Atap tinggi di atas kepala tampak gelap pekat, penuh sarang laba-laba dan besi berkarat yang berderit tertiup angin malam.Sesuatu bergerak di dalam. Sangat pelan. Seolah makhluk yang tidak ingin terlihat."Gerakan jam sembilan," bisik Billy dengan suara sangat rendah.Javier menoleh sedikit, matanya menyipit, mengikuti arah cahaya Billy. Cahaya diarahkan ke tumpukan kayu yang berserakan di u

  • Dihamili Suami Saudara Kembarku   Bab 85. Gudang Terbengkalai

    Bab 85Jam sudah menunjuk pukul satu dini hari. Udara di apartemen itu menegang seperti tali yang ditarik terlalu kencang—siap putus kapan saja. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar, berpadu dengan langkah kaki berat yang terus mondar-mandir di ruang tamu. Javier tidak berhenti berjalan, bolak-balik di depan sofa, seperti singa yang kehilangan arah di kandangnya sendiri.Rambutnya acak-acakan, matanya merah, dan napasnya berat. Di tangannya, ponsel terus ia genggam erat—sesekali ia menatap layar yang masih kosong, berharap ada panggilan, pesan, atau apa pun yang bisa memberinya sedikit harapan. Akan tetapi nihil. Tidak ada kabar dari Aldo. Tidak ada dari Billy. Tidak ada tanda-tanda Alea telah ditemukan oleh anak-anak buahnya itu.“Di mana kau, Alea …?” gumamnya dengan suara serak, seperti bicara pada dirinya sendiri. Ia menekan ponselnya lagi, membuka pesan terakhir yang dikirimkan Billy dua jam lalu—hanya berupa informasi singkat bahwa mereka masih melacak van putih yang te

  • Dihamili Suami Saudara Kembarku   Bab 84. Benarkah Javier Peduli?

    Bab 84Udara di ruangan itu berat, lembab, bercampur dengan bau karat dan oli mesin yang menyesakkan dada. Lampu neon di langit-langit terus berkedip, seperti akan mati setiap saat. Suara tetesan air di ujung ruangan memecah kesunyian, menimbulkan gema kecil yang membuat suasana semakin mencekam.Alea menarik napas di antara isaknya yang parau. Tangannya masih diikat erat di belakang kursi besi berkarat. Tali kasar itu sudah melukai pergelangan tangannya hingga terasa panas dan perih. Setiap kali ia berusaha menggerakkan tangan, serat tali itu menembus kulitnya, meninggalkan luka baru yang berdenyut.“Kau sudah bangun, Cantik?” suara berat itu kembali terdengar dari sudut ruangan.Alea menoleh dengan mata membulat. Lelaki bertopeng hitam itu masih berdiri di sana, menatapnya tanpa ekspresi dari balik kain yang menutupi wajah. Bayangan tubuhnya yang tinggi besar terpantul di dinding kusam di belakangnya.“Ka—kau siapa? Kenapa kau mengikatku begini?” suara Alea gemetar, terputus-putus.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status