Share

Bab 2

"Blagu banget kamu, Mira! Tapi lumayan juga sih, sering-sering saja kaya begini," ucap Bu Mega tidak tahu malu.

"Iya, Mira, sering-sering aja traktir kami," timpal Bu Mala.

"Bisa saja sih, Ibu-ibu, tapi apa untungnya buat aku?" tanyaku lalu pergi.

Aku pun tidak lagi merespon ucapan mereka, yang berisik setelah aku berkata seperti itu. Aku langsung pergi menuju rumah Ibu, yang hanya terhalang sepuluh rumah, dari rumah Mbak Nina tersebut.

*****

"Mira, kapan kamu pulang? Mana nih oleh-oleh Jakartaannya?" tanya Susi teman sekolahku, saat bertemu di jalan sewaktu aku pulang dari warung Mbak Nina.

"Aku nggak bawa oleh-oleh banyak, Sus. Soalnya aku datangnya saja naik angkutan umum, kalau kamu mau datang saja ke rumahku ya!" Aku menjawab pertanyaan Susi.

"Ya ampun, Mira, ternyata kamu ini masih kere saja ya! Pulang masih naik angkutan umum, percuma dong tinggal di kota, kalau kehidupan kamu lebih susah dari orang kampung." Susi mencela ucapanku.

Susi yang merupakan temanku sewaktu kecil juga menghinaku karena aku pulang naik angkutan umum.

"Susi, jaga ucapan kamu! Kok kamu bilang seperti itu sih sama, Mira," ucap seorang pria yang berasal dari arah belakangku.

Susi langsung terdiam, saat ada orang yang menegurnya. Aku pun menoleh ke arah datangnya suara dan ternyata itu adalah Mas Hamdan suaminya Susi. Pantas Susi pun langsung terdiam, saat orang tersebut menegurnya.

Mas Hamdan juga merupakan temanku sewaktu aku kecil, cuma umurnya tiga tahun berada di atasku. Ia merupakan Kakak kelasku, ia juga yang selalu membantuku sewaktu aku mendapat kesulitan di sekolah maupun dimanapun aku berada.

Kami bertiga sahabatan sewaktu kecil dulu, tapi karena ada sedikit permasalahan yang aku juga tidak tahu karena apa? sehingga kami menjadi jauh, tidak seintens dulu.

"Mas Hamdan!" lirihku.

"Mira, apa kabar kamu? Kapan kamu datang?" tanya Mas Hamdan dengan begitu lembut seperti biasanya.

"Kabar aku baik, Mas. Aku datang kemarin sore," sahutku.

Raut wajah Susi langsung merengut, saat mendengar suaminya bertanya kabar kepadaku. Entah kenapa dia seperti itu? Apa mungkin dia cemburu? Padahal Susi juga tahu, kalau aku dan Mas Hamdan sudah dekat sedari kecil.

Apalagi rumahku dengan rumah orang tua Mas Hamdan bertetangga. Bahkan hubungan Mas Hamdan dan Susi bisa menjadi suami istri, itu juga ada campur tanganku. Aku yang mendekatkan mereka berdua. Tetapi ternyata Susi malah bagaikan kacang lupa akan kulitnya padaku.

"Oh, syukurlah. Oh iya, Mir, suami kamu ikut pulang kampung juga kan?" tanyanya lagi.

"Mas Arsya nggak ikut pulang, Mas. Mira pulang kampung hanya bertiga dengan anak-anak, sebab Mas Arsya sedang ada kerjaan ke luar kota." Aku menerangkan sedetail mungkin tentang keadaan aku dan suamiku.

"Mas, kamu apa-apaan sih, kok nanyanya sampai sejauh itu? Apa kamu masih suka ya sama Mira?" tanya Susi dengan nada yang emosi.

Degh!

Aku merasa kaget, saat mendengar pertanyaan terakhir yang diucapkan Susi. Aku bertanya dalam hati, apa maksud dari ucapan Susi itu? Apa benar Mas Hamdan pernah menyukaiku? Kapan, kok aku tidak tau kalau Mas Hamdan suka padaku? Karena Mas Hamdan tidak pernah mengutarakan apapun tentang isi hatinya padaku, makanya aku merasa kaget saat mendengar perkataan Susi barusan.

"Susi, kamu itu ngomong apaan sih?" tanya Mas Hamdan kepada istrinya.

"Alah, jangan pura-pura tidak tau maksudku kamu, Mas! Kamu masih suka 'kan sama si Mira, makanya kamu kepo ini dan itu?" tanya Susi lagi.

Ia berkata, sambil menunjuk-nunjuk kepadaku, serta dengan matanya yang melotot tajam ke arah suaminya itu. Aku pun merasa tidak enak hati, melihat pasangan suami istri ini bertengkar karena cemburu terhadapku.

"Mas Hamdan, Susi, maaf aku mau permisi pulang! Silahkan kalian bereskan urusannya di rumah kalian saja! Jangan di tengah jalan begini, malu lho dilihat orang." Aku pamit kepada Mas Hamdan dan juga Susi.

"Semua ini juga terjadi karena kamu, Mira. Karena kedatangan kamu ke kampung ini, suamiku jadi berkata kasar kepadaku." Susi berkata sambil menyalahkanku.

"Susi, kamu nggak usah menyalahkan orang lain dalam masalah ini. Aku seperti ini juga karena sifat kamu, yang nggak sopan terhadap Mira tadi. Makanya, kalau kamu tidak mau aku salahkan. Kamu jangan pernah berbuat atau berkata kasar terhadap orang lain. Apalagi Mira ini kan teman kamu dari kecil, masa iya sih kamu malah memusuhinya?" Mas Hamdan menasehati istrinya.

Ia memberitahu letak kesalahan istrinya itu, serta meminta untuk tidak mengulanginya lagi. Aku tambah tidak merasa nyaman berada di tengah-tengah pasangan suami istri yang sedang bertengkar ini. Aku merasa kalau aku adalah penyebab mereka bertengkar, seperti apa yang diucapkan suamiku barusan.

"Mas, Susi, sekali lagi aku minta maaf ya! Aku mau permisi pulang, aku takut anakku pada nyariin." Aku berkata sambil berlalu pergi, meninggalkan kedua insan ini.

Namun baru juga dua langkah aku berjalan, Susi berkata dengan sangat kasar kepadaku, hingga membuat emosiku ikut terpancing juga pada akhirnya.

"Heh, Mira, perempuan j*l*ng! Mau kemana kamu? Enak betul ya kamu, meninggalkan masalah tanpa mau menyelesaikannya. Sini kamu jangan pergi!" teriak Susi, sambil menjabak kerudungku, hingga membuat aku pun kembali berbalik arah.

"Susi, maksud kamu apa bicara seperti itu?" tanyaku, dengan nada bicara yang penuh emosi juga.

Aku merasa tersinggung, dengan apa yang diucapkan Susi. Bisa-bisanya Susi bicara seperti itu kepadaku, apa menurutnya aku tidak akan tersinggung dengan semua ini? Atau mungkin dia memang sengaja mengajakku untuk ribut.

"Mira, jangan kamu ladeni istriku! Silahkan kamu pulang saja, nanti anakmu mencarimu!" Mas Hamdan memerintahkan aku, supaya aku tidak meladeni ucapan istrinya.

"Iya, Mas, tapi aku berharap supaya mulut istrimu dijaga. Tapi kalau masih tetap tidak bisa, akan aku sumpali mulutnya pakai sambel. Seenaknya saja mengatai aku perempuan jalang," protesku.

"Iya, Mira, akan aku usahakan. Permisi ya aku duluan pulang!" Mas Hamdan pamit, sambil menarik paksa tangan istrinya.

Susi pun berontak, ia tidak mau diajak pulang oleh Mas Hamdan Suaminya.

"Mira, awas ya kamu," teriak Susi, disela-sela pemberontakannya tehadap Mas Hamdan.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status