Share

Bab 3

"Susi, sudah diam kamu! Jangan terus membuat masalah," ucap Mas Hamdan yang masih sempat aku dengar.

Aku pun geleng-geleng kepala, saat melihat tingkah laku teman masa kecilku, yang kini sudah banyak berubah. Setelah itu aku pun kembali berjalan meninggalkan tempat pertemuanku dengan Susi dan Mas Hamdan menuju rumah ibuku.

Sesampainya di sana, ternyata Bapak sudah menungguku di kursi yang ada di teras. Aku pun segera memberikan kopi tersebut kepada Bapak, yang memang sedang menungguku.

"Pak, maaf ya lama, tadi Mbak Nina ngajak ngobrol dulu,"

"Iya, Nak, tidak apa-apa. Ya sudah Bapak pamit dulu ya, assalamualaikum,"

"Waalaalaikumsalam," sahutku.

Bapak pun pergi meninggalkanku dan pekarangan rumah untuk pergi ke sawahnya yang lumayan jauh. Bapak berangkat menggunakan motor bututnya, tetapi mesinnya masih bagus sebab Bapak rawat. Motor tersebut katanya dibeli ketika Bapak masih berpacaran dengan Ibu.

Setelah Bapak tidak lagi terlihat, aku pun segera masuk ke dalam rumah, sambil membawa belanjaan yang tadi aku beli dari Mbak Nina.

*****

"Heh Ibu-ibu hati-hati lho kalian, sebab sekarang perempuan penggoda sudah datang. Kita harus menjaga suami-suami kita, supaya tidak tergoda olehnya. Aku saja kemarin sampai berantem dengan suamiku gara-gara dia," teriak Susi saat aku melintas di depan rumahnya.

Kebetulan hari ini aku mau mengantar makanan untuk Ibu dan Bapak, yang sedang  berada di sawah memanen padi. Anak-anakku juga sudah ikut Nenek sama kakeknya ke sawah.

Sawah Ibu yang sedang panen saat ini melewati depan rumah Susi, sehingga mau tidak mau aku harus melihat dia, yang sedang berkumpul dengan Ibu-ibu kepo lainnya. Selain para Ibu-ibu kepo, di sana juga ada teman-temanku yang lain semasa aku kecil.

Entah sedang merundingkan apa mereka itu, atau mungkin juga itu memang kebiasaan mereka selalu berkumpul seperti itu. Aku tidak tahu kebiasaan mereka semua karena aku baru pulang kampung dan sudah lama tidak mudik.

"Susi, maksud kamu perempuan penggoda itu siapa? Apa dia itu si Mira?" tanya Tuti, yang merupakan temanku semasa kecil.

"Ya iyalah, Tuti, siapa lagi?" sahut Susi.

Aku pun terperanjat, saat mendengar namaku di sebut, serta dikabarkan sebagai perempuan penggoda. Aku tersinggung mendengarnya, lalu aku pun menghampiri mereka.

"Apa maksud ucapan  kamu itu, Susi? Kapan aku menggoda suamimu?" tanyaku dengan dada yang sudah bergemuruh.

"Jangan pura-pura tidak tahu, Mira. Bukankah kemarin aku dimarahin Mas Hamdan gara-gara dia membelamu?" Susi malah balik  bertanya kepadaku.

"Kamu jangan asal tuduh ya, Susi. Karena semua yang terjadi kemarin itu, murni karena kesalahan kamu. Makanya suamimu memarahi kamu, bukan karena aku menggoda suami kamu." Aku pun menjelaskan  apa yang terjadi kemarin, supaya Ibu-ibu yang lain tidak salah paham kepadaku.

Aku tidak mau niatku untuk pulang kampungku saat ini, malah namaku menjadi hina dimata masyarakat. Aku pulang kampung karena ingin menengok keluargaku, sekaligus menghilangkan penat yang ada di kepalaku karena terlalu sibuk mencari rupiah. Bukan untuk mencari masalah, apalagi sebagai pengganggu rumah tangga orang.

"Kamu jangan mengelak lagi, Mira. Sudah jelas semuanya itu gara-gara kamu," ujar Susi tetap bersikukuh dengan pendiriannya.

"Mungkin si Mira mendekati Mas Hamdan karena hidup Mas Hamdan sudah tajir sekarang. Ia ingin numpang hidup enak sama kamu, Susi. Sebab hidup si Mira bersama suaminya begitu-begitu saja, hidupnya tidak ada perubahan." Tuti menyangkut pautkan semuanya dengan kehidupanku, yang menurut mereka aku dan Mas Arsya hidup susah.

"Terserah kalian mau membicarakan aku apa, tapi aku akan membuktikan kepada kalian, kalau ucapan kalian semuanya itu salah. Kalau apa yang kalian tuduhkan tidak terbukti, maka aku akan meminta pertanggung jawaban kalian semua lebih dari apa yang telah kalian lakukan terhadapku." Aku berkata sambil berlalu pergi.

Aku tidak mau lagi meladeni ucapan mereka. Karena aku ingat, kalau aku mau mengantar makanan untuk kedua orang tua serta anakku di sawah. Aku takut, kalau aku tetap meladeni mereka, keluargaku malah akan kelaparan di sana.

"Hu ... dasar perempuan penggoda, bilang saja kalau kamu itu takut, tetapi kamu tidak mau mengakuinya. Kamu nggak usah bilang tidak, Mira, jika memang kamu sudah menggoda Mas Hamdan." Tuti mengataiku, tetapi aku tidak mau meladeninya lagi.

"Iya, Tuti kamu benar, si Mira itu memang biang kerok di kampung kita sekarang. Kita harus waspada, jangan sampai suami kita diperalat oleh dia. Enak saja mau numpang hidup," teriak Susi.

Aku yakin suaranya sengaja dikeraskan, supaya aku bisa mendengar perkataannya. Aku meredam hatiku yang panas, supaya tidak berontak. Aku tetap berjalan untuk menuju sawah orang tuaku, sebab keluargaku di sana sedang menanti kedatanganku.

Sesampainya di sawah, aku melihat Ibu dan Bapak sedang bekerja. Sedangkan  anak-anakku sedang duduk di saung yang ada disana. Aku pun segera menghampiri anak-anakku, kemudian menyuruh mereka mengajak nenek serta kakeknya makan.

"Bu, kenapa ya, kok setiap aku pulang kampung, semua orang sepertinya tidak ada yang menyukaiku? Bahkan Uak Risma serta Kak Nina tidak pernah berhenti membenciku. Apa karena aku menikah dengan orang kota, sehingga mereka bersikap demikian? Memangnya apa yang salah, jika aku menikah dengan orang kota?" tanyaku kepada Ibu, saat kami sudah selesai makan.

"Tidak ada yang salah, jika kamu mau menikah dengan orang kota, atau dengan orang kampung. Tetapi yang salah itu cara berpikir orang-orang, yang sedari dulu membuli kamu, termasuk Uak dan Kakak sepupumu." Ibu menjawab pertanyaanku.

"Tapi biar begitu, kamu jangan pernah merasa dendam terhadap mereka, biarpun mereka telah begitu menyakitimu. Mereka semua itu sebenarnya iri kepadamu, sebab mereka tidak bisa sepertimu. Kamu itu lebih segalanya dari mereka, makanya dulu banyak pria yang datang untuk melamarmu." Ibu menjelaskan duduk persoalannya, kenapa mereka sejahat itu kepadaku.

Ternyata karena mereka merasa iri terhadapku, sehingga sampai saat ini mereka terus-menerus membuliku.

"Memangnya selain Mbak dan Uakmu, ada lagi orang-orang yang mengganggu kamu lagi, Nak?" tanya Ibu kemudian.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status