Share

Aku Lelah

Sepanjang malam kuhabiskan waktuku bersama dengan Caca. Aku ingin anakku tidak merasakan kesepian seperti yang aku rasakan. Dia harus berpikiran bahwa ada Ibunya yang sangat menyayanginya.

Mas Bagas bahkan tidak menghiraukan kami semenjak pulang kerja tadi. Dan aku memilih tak peduli. Dia mungkin marah, tapi aku jauh lebih sakit hati. Belum kering luka yang selama ini dibuatnya, ditambahinya lagi setiap hari hingga hati ini tak pernah sembuh dari luka.

Aku melirik ponselku yang tergeletak di atas nakas. Kenapa aku jadi ingin menghubungi Mas Rangga. Kenapa tiba-tiba aku memikirkan pria itu. Ingin berbagi hatiku yang sepi dengannya meskipun aku tahu ini salah.

Kuurungkan niatku karena aku takut Mbak Risa yang akan membuka pesanku. Bisa hancur aku ditangannya jika kedapatan menghubungi suaminya.

KLUNTING!!

Satu pesan masuk di ponselku. Kuraih dan kubuka pesan itu. Bibirku tersenyum ketika melihat nama si pengirim pesan.

[Sudah tidur, Kinan] tanya Mas Rangga.

[Belum, Mas] jawabku.

[Pasti lagi mikirin aku kan ya] balasnya diiringi emoticon senyum dan tutup mulut.

Aku tersenyum dalam hati. Tebakan lelaki itu benar 100%. Tapi aku malu jika harus mengakuinya, jadi aku membalasnya dengan alasan yang lain.

[Belum ngantuk aja, Mas] balasku.

Malam itu kami saling berbalas pesan. Mas Rangga menceritakan tentang perasaannya selama ini padaku. Dia merasa punya ketertarikan padaku sejak aku menginjakkan kaki di kampung ini.

Mas Rangga juga mengatakan kerap kali mengetahui sikap kasar suamiku itu. Dia cuma ingin membuat aku merasa tidak sendiri.

[Kinan, besok kita sarapan bareng ya] ucap Mas Rangga.

[Apa?! Aku gak salah denger, 'kan] balasku.

[Besok aku jemput di depan toko indoapril, depan gang jam 9 pagi] balasnya.

Aku tak tahu harus membalas apa, jujur aku sangat takut jika harus menemui pria itu. Bagaimana jika ada tetangga yang melihat kami keluar bersama.

Lama menunggu balasan pesanku, akhirnya Mas Rangga mengirimkan pesan lagi.

[Nggak usah takut, semuanya akan baik-baik saja. Yaudah selamat tidur, sampai ketemu besok pagi ya] ucap Mas Rangga dalam pesannya.

Aku memilih tak membalas pesannya lagi dan menyimpan ponselku di bawah bantal setelah sebelumnya kuhapus riwayat panggilan dan pesan masuk.

Belum dapat kuputuskan apakah besok akan menemui pria itu atau tidak. Hatiku mengatakan tidak tapi pikiranku tak dapat menolaknya.

Kudengar pintu kamar di buka, Mas Bagas masuk dan duduk di sisi ranjang. Aku memilih memejamkan mataku pura-pura tidur.

"Kinan, besok masakin aku gulai ikan," ucapnya seraya mengguncang bahuku.

Kubuka mataku dan melihatnya tengah memandangku."Liat besok aja, Mas. Mak Sarni suka kehabisan ikannya," sahutku.

"Makanya kalau bangun yang pagi biar gak keduluan sama emak-emak yang lain," sahutnya.

"Yaudah biarin aku tidur sekarang, biar besok gak kesiangan," balasku.

"Oh iya, tadi kamu beli martabak dua dus? Boros banget sih jadi istri. Awas aja kalau akhir bulan sampai kehabisan duit belanja," cerocosnya asal tuduh.

Mungkin suamiku menemukan dus martabak yang ada di kulkas. Aku memang belum menghabiskannya. Tak membaginya pada Ibu Mertuaku juga takut nanti dia tanya kapan aku belinya karena setahu dia aku hanya di rumah sepanjang hari.

Aku diam tak menanggapi pertanyaan Mas Bagas. Udah males saja dengan ucapannya yang selalu buruk. Lebih baik aku tidur. Dan sepertinya dia tak menuntutku untuk menjawabnya seperti tadi pagi.

Baru kutarik selimutku untuk segera tidur, Mas Bagas sudah menariknya lagi.

"Dek, kita main bentar ya?"

****

Aku bangun pagi-pagi sekali agar bisa mendapatkan ikan di warung Mak Sarni. Jangan sampai Mas Bagas mengomel lagi gara-gara kehabisan.

Alhamdulillah aku dapatkan ikannya. Segera kubersihkan ikan itu dan kuracik bumbunya. Aku masak gulai ikan.

Caca masih tertidur dengan pulas jadi aku melanjutkan beberes alat-alat masak dan membersihkan rumah. Setelah itu kusiapkan kopi Mas Bagas seperti biasa.

"Gulai ikannya udah mateng, dek?" tanya Mas Bagas saat baru bangun dari tidur.

"Udah, Mas. Mau diambilkan sekarang atau mau mandi dulu," tanyaku seraya menyapu lantai.

"Sekarang aja, aku udah laper banget ini. Gara-gara semalam liat postingan Nita yang makan gulai ikan jadi pingin," ucap Mas Bagas.

Rupanya dia stalking akun mantannya jadi tahu apa saja aktifitasnya dan apa yang dimakannya.

"Dek, kalau masak itu yang menggugah selera. Menu gonta-ganti jadi gak bosen makannya. Liat itu Nita pinter nyenengin suaminya. Kemarin masak gulai ikan, kemarinnya lagi masak daging rendang," ucap Mas Bagas lagi.

"Mas, aku bisa saja masak seperti mantanmu itu. Asal kau tambahi uang belanjaku. Asal kamu tahu, Mas. Saat aku masak ikan, semuanya kamu yang makan dan aku cuma kebagian telur atau tempe goreng. Aku ngalah biar kamu bisa makan enak, gak komplen mulu sama aku." jelasku tak suka karena dia selalu membandingkanku dengan mantannya itu.

"Kenapa kamu jadi marah? Wajarlah aku ngasih tau kamu biar bisa nyontoh istri yang baik itu gimana, dikasih tau malah nyerocos panjang lebar," ujarnya.

"Mas, sebelum kamu memintaku untuk jadi istri yang baik, coba berkaca lah. Apa kamu sudah menjadi suami yang baik. Berapa persen gajimu yang kau berikan padaku? Gak lebih dari seperempatnya, 'kan? Masih lebih gede gaji pembantu, dihargai pula." jelasku agar di mau membuka matanya.

"Dek, dari tadi kamu bantah aku terus ya. Apa susahnya sih nurutin yang aku minta!" serunya.

"Aku gak bisa, Mas. Aku capek selalu menurutimu. Aku lelah ...." aku berkata dengan air mata yang tak dapat dibendung lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status