Share

Menemui Rangga

"Dek, dari tadi kamu bantah aku terus ya. Apa susahnya sih nurutin yang aku minta!" serunya.

"Aku gak bisa, Mas. Aku capek selalu menurutimu. Aku lelah ...." aku berkata dengan air mata yang tak dapat dibendung lagi.

Mas Bagas menarik kursi kasar dan duduk di depan meja makan. Dia makan dengan lahap makanan yang telah aku sediakan tadi. Tak dihiraukannya aku yang menangis karena ulahnya.

"Ya Allah .... berikan aku kesabaran menghadapi manusia sepertinya," batinku.

****

Jam 9 kurang Mas Rangga menghubungiku. Suamiku sudah berangkat kerja dari jam 8 tadi. Caca sudah makan dan minum asi. Ibu mertuaku sudah mengambilnya dan dibawa ke rumahnya.

Kuangkat teleponnya dan Mas Rangga berkata bahwa dia sudah menungguku di depan supermarket Indoapril yang ada di ujung gang.

Kuganti daster lusuhku dengan celana jeans dan kaos oblong lengan panjang. Setelah itu aku memakai masker.

Aku berjalan menuju supermarket itu. Perasaan ragu menghantuiku, takut jika ada seseorang memergokiku.

Akhirnya aku tiba di depan supermarket dan kulihat ada Mas Rangga yang menungguku di atas sepede motornya. Aku mendekat ke arahnya.

"Kinan, ayo naik," ucap Mas Bagas.

"Aku gak bisa, Mas. Lebih baik kamu pergi dan jangan menghubungiku lagi," ucapku padanya.

"Aku cuma mau ngobrol sebentar saja, pliss. Ayo keburu ada tetangga yang liat kita," sahutnya.

"Kita mau ke mana, Mas?" tanyaku.

"Nanti kamu akan tahu sendiri. Yang penting sekarang kamu segera naik agar tak membuang waktu lama." sahutnya.

Aku menuruti perkataan Mas Rangga. Aku naik di sepeda motornya. Mas Rangga mulai melajukan motornya.

Kami berhenti di sebuah rumah makan yang bergaya pedesaan. Suasana di sekitar dibuat sejuk dengan banyak tanaman. Mas Rangga mengajakku duduk di salah satu gazebo.

Mas Rangga memesan makanan untuk kami berdua. Setelah itu dia duduk di depanku. Lelaki itu menatapku dengan senyum di wajahnya, membuatku salah tingkah.

"Akhirnya bisa ngobrol berdua dengan kamu, Kinan." ucap Mas Rangga memulai pembicaraan.

"Iya, Mas. Tapi aku masih takut," sahutku.

"Tenang aja gak ada yang lihat kita di sini. Nasi pecel di sini enak loh. Kamu belum sarapan, 'kan?" tanyanya padaku.

"Belum sempat sih," jawabku.

Pesanan kami sudah datang. Nasi dengan bumbu pecel lauk daging empal dan sayuran, ada peyek sebagai pelengkapnya. Rasanya memang sangat enak sekali berbeda dengan nasi pecel di kampung kami. Untuk beberapa saat kami fokus dengan makanan kami masing-masing.

"Kinan, kenapa gak ngajak Caca, apa nanti dia tak mencarimu?" tanya Mas Rangga.

"Caca sedang bersama Ibu Mertuaku, Mas. Makanya aku gak bisa lama-lama takut Caca nanti nangis cari aku," ucapku menjelaskan.

"Kinan, seperti yang aku bilang sebelumnya. Dari pertama kali aku melihatmu, aku sudah tertarik padamu. Saat itu kamu baru pindah ke sini ikut suamimu." Mas Rangga menjelaskan tentang perasaannya padaku.

"Tapi ini salah, Mas. Kita sudah sama-sama punya pasangan. Gak seharusnya berbagi hati dengan orang lain," jawabku.

Mas Rangga menarik nafas panjang seolah sedang mengeluarkan beban berat yang ditanggungnya.

"Lalu kenapa kamu mau menemuiku, Kinan? Aku yakin hati kecilmu juga memikirkan aku. Kita hampir sama. Mau atau tidak kamu mengakuinya, kenyataannya kita sama-sama kesepian." Mas Rangga berkata tanpa melepaskan pandangan matanya kepadaku.

Aku memikirkan ucapan pria itu. Memang aku merasa kesepian, bahkan di tengah keramaian sekali pun. Aku merasa sendiri dan hampa. Beruntung aku masih punya Caca bersamaku, obat dari segala gundah gulana.

"Kita bisa berteman dan saling mengisi. Kamu bisa percaya padaku, Kinan. Aku akan berusaha menjadi teman terbaikmu, dan siap menjadi lebih jika kamu mau," Mas Rangga berkata dengan serius.

Aku terdiam tak dapat berkata-kata. Selama ini pria di depanku itu memang selalu mengejarku. Tepatnya hampir 2 tahun aku di sini, dia selalu menunjukkan sikap yang berlebihan padaku. Tapi tak pernah sekali pun aku menggubrisnya, aku pikir itu hanya keisengannya.

Kami berdua telah selesei makan. Mas Rangga juga akan segera berangkat ke tempat kerjanya.

"Aku senang banget bisa berdua sama kamu meskipun sekedar ngobrol, Kinan. Karena hari sudah siang, aku anterin kamu pulang ya." ucap Mas Rangga.

"Iya, Mas. Anterin aku di depan supermarket seperti tadi." jawabku.

Pria itu lalu membuka dompetnya. Diambilnya beberapa lembar uang berwarna merah lalu memberikannya padaku.

"Ini sekedar buat jajanmu," ucap Mas Rangga seraya menggenggamkan uang itu di tanganku.

Aku merasa uang yang diberikan Mas Rangga cukup banyak. Terasa tebal saat ada di genggaman tanganku.

"Maaf, Mas. Aku gak bisa menerima ini." Aku berkata seraya mengembalikan uang itu di tangannya.

"Ambillah, Kinan. Kebetulan aku sedang ada rejeki lebih. Ada proyek masuk yang jumlahnya lumayan," ucapnya dengan wajah memohon.

Lelaki itu memaksaku untuk menerima kembali uang itu. Dia bersikeras tak mau menerimanya lagi saat aku kembalikan. Aku merasa tak enak dengan orang sekitar yang melihat perdebatan kami.

"Aku ikhlas berbagi rejeki denganmu. Kau bisa gunakan uang itu untuk membeli keperluanmu atau jajan bersama Caca." ujarnya lagi.

Mas Rangga mengantarkanku kembali. Setelah itu dia berpamitan untuk langsung ke tempat kerjanya. Di usahanya yang baru merintis, dia lah Bosnya karena itu dia bebas keluar masuk jam berapa saja.

Aku berjalan ke rumah Ibu Mertuaku untuk menjemput Caca. Ternyata anakku anteng bermain bersama dengan Neneknya.

Ibu mertua tersenyum melihat kedatanganku. Dia menawariku untuk sarapan di rumahnya.

"Kinan, kamu sudah sarapan? Itu Ibu masak telur balado, kamu makan gih," ucap Ibu Mertua.

"Sudah, Bu. Apa Caca tadi rewel?" tanyaku pada Ibu dari suamiku itu.

"Nggak, Caca pinter kok, seneng main sama Nenek ya, Sayang" sahut mertuaku seraya memeluk anakku dengan penuh kasih sayang.

Aku bisa bernafas lega. Setidaknya anakku itu tidak rewel. Tadinya aku buru-buru takut Caca nangis.

Bersyukur sekali mempunyai ibu mertua yang sangat sayang pada cucunya. Dia juga tak pernah ikut campur masalah rumah tanggaku.

****

Setelah dari rumah mertuaku, kubaringkan Caca diatas tempat tidur. Anakku tertidur karena lelah bermain. Aku teringat uang pemberian Mas Rangga tadi.

Kuambil uang dari saku dan menghitung jumlahnya. Aku terhenyak, jumlahnya ada 2 juta. Takut salah hitung, aku coba mengulanginya lagi dan memang benar uang itu berjumlah 2 juta rupiah.

Kenapa Mas Rangga memberiku uang sebanyak ini. Benarkah dia cuma ingin berbagi rejeki seperti yang dia bilang tadi.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Henny Suryani
duuuh kinan harusx jgn mw lah ktemuan ama rangga,itu namax kinan memberi peluang adax prslngkhan,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status