Jihan terkejut ia tidak menyangka jika Indah bicara dengan nada tinggi di depannya. Terlihat tatapan penuh intimidasi, sorot mata yang begitu marah dan benci bersamaan. Jihan berusaha untuk menenangkan diri agar tidak terbawa emosi melihat sikap Indah yang begitu berbeda dari biasanya."Kenapa diam? Katakan padaku Jihan. Apa benar jika kamu hamil tanpa suami?! Apa benar jika kamu menghianati tunanganmu hanya demi laki-laki lain? Bahkan kamu menghabiskan malam dengan pria lain saat kau akan menikah dengan—"Indah menghentikan ucapannya menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Sejak lama Indah mencurigai keberadaan Jihan terlebih dalam kondisi hamil lima bulan. Datang dari kota dan rela memilih bekerja di kota terpencil yang jauh dari rumah sakit. Tetapi ia mencoba menjadi sahabatnya demi seseorang."Untuk apa aku menjelaskan padamu, Indah? Aku memiliki hak untuk tidak mengatakan padamu tentang pribadiku,""Jadi kamu tidak membatah gosip itu?""Apa gunanya, aku
"Ada apa Bu?""Tolong bawa tetangga saya yang mau melahirkan, ban motor saya pecah ban,""Maaf apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang pria yang kini melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mengingat jalanan yang berkelok dan berapa lubang di sana-sini sehingga tidak memungkinkan untuk dirinya menginjak pedal gas."Tanyakan pada ibumu dan juga istrimu. Bagaimana rasanya saat melahirkan," Meskipun ketakutan mendera Jihan namun hatinya tiba-tiba ingin memarahi laki-laki di depannya yang menanyakan dirinya. Walau sebenarnya pertanyaannya tidaklah salah."Maaf saya belum memiliki istri dan aku tidak mungkin untuk bertanya pada ibuku." Jihan tidak lagi memperdulikan perkataan pria yang telah membantunya ia hanya menikmati sesuatu yang baru untuknya. Merasakan momen yang begitu nikmat sekaligus menyakitkan sehingga ia hanya memejamkan mata sesekali ia meringis kesakitan hingga sampai di bidan. "Sus, dok, bidan, i— itu tolong, dia mau kelahiran. Sejak tadi ada yang keluar." "Bapak
Hari berlalu Jihan yang kini lebih pulih paska melahirkan ia pun memutuskan untuk masuk kerja meskipun kondisinya belum sepenuhnya stabil.Kehidupan terus berjalan meskipun hatinya tidak sepenuhnya berada di satu sisi. Hari pertama bekerja usai cuti melahirkan Jihan kembali dengan aktivitasnya namun sayangnya sambutan dari teman-temannya membuat Jihan mengurungkan niatnya untuk menyapa mereka. Berita kembali tersebar, Jihan yang sebelumnya ingin mengundurkan diri dengan terpaksa menundanya mengingat sang putranya masih berada di dalam pengawasan dokter. Dan masih membutuhkan bayi yang cukup besar untuk membawanya pulang ke rumah."Hei, Jihan. Apa kabar? Maaf belum bisa datang melihat anakmu. Kemarin aku kerumah tapi kata Bu Imah kamu sedang mengantar ASI ke klinik."Andra laki-laki yang ia anggap sebagai teman walau ia tahu jika Andra menaruh perhatian lebih padanya. Baginya tidak ada satu orang pun yang bisa mengobati hatinya yang begitu terluka akibat perlakuan tunangan dan saudara
Jihan telah bersiap bekerja tidak menampik rasa yang kini menyeruak dalam hatinya. Rasa seakan terjadi dengan cepat. Namun ia berusaha untuk tidak memperdulikannya, semua ia lakukan demi masa depan putranya. Sampai di kantor desas-desus kembali terdengar kali ini masalah yang baru kemarin terjadi dimana Andra datang dan memintanya untuk menjadi istrinya, bersamaan dengan kedatangan Indah kerumahnya sehingga pertengkaran tidak terelakkan lagi. Indah salah paham padanya seakan dirinyalah yang menjadi penyebab Andra tidak menerima cintanya yang telah lama terpendam.Jihan menjatuhkan tubuhnya di kursi kerjanya menyibukkan dengan tumpukan berkas yang harus ia pelajari dan secepat ia selesaikan hingga tiba-tiba seseorang datang dan mengucapkan kata yang membuat Jihan tersentak."Jihan maafkan saya, tapi,"Pak Iwan pria yang memilik suara yang kini berada di depan meja Jihan meskipun ucapannya lirih namun sarat akan penekanan."Pak Iwan, saya mengerti dan sangat memahaminya. Saya tahu hal i
"Bu istirahatlah lebih dulu. Biarkan Veer bersamaku. Kita akan melakukan perjalanan yang panjang,"Jihan mengambil alih Veer yang berada dalam pelukan bu Imah, di tatapnya wajah Veer yang begitu meneduhkan wajah yang tampan membuat jihan begitu merindunya jika berada jauh darinya. Berlahan Jihan merebahkan putranya di tempat tidur, mengajaknya berbicara walau respon yang di berikan hanya gumaman yang menggemaskan.Jihan memutuskan untuk pergi dari desa yang memberikan kenangan yang tidak mudah untuk dilupakan. Jihan memilih perjalanan malam hari agar tidak menganggu kenyamanan dan perhatian sekitar. Sudah cukup mereka menggunjing dirinya. Kali ini Jihan tidak memberikan kesempatan untuk hal itu terjadi.Berbekal tabungan pribadinya dan gaji berapa bulan dan bonus yang ia terima, bahkan pak Iwan berhasil memberikan pesangon pada Jihan meskipun Jihan baru berapa bulan bekerja di perusahaan tersebut."Dengan modal ini, aku akan membuka usaha sendiri. Tidak mungkin aku mencari pekerjaan j
"Bu, sepertinya aku punya ide?" ucap Jihan mengejutkan Bu Imah."Ide apa nak? Kamu mau jualan? Biar nanti ibu bantu atau kamu ada ide lain?"Jihan mengangguk antusias, meskipun Jihan terlahir dari keluarga yang kaya raya bahkan Jihan tidak kekurangan. Apa pun bisa ia dapatkan tanpa kesulitan lebih dulu. Berbeda dengan saat ini. Ia harus berjuang seorang diri demi menghidupi putra tunggalnya."Bu gimana kalau aku jualan? Desa ini tidak terlalu jauh dari pasar. Aku coba jualan disana?""Itu ide bagus nak, sebaiknya biar ibu yang jualan. Nak Jihan cukup di rumah mengurus Veer? Ibu tidak tega jika kamu jualan, bagaimana dengan Veer? Dia masih membutuhkan kamu nak,""Tidak Bu, aku yang akan berjualan. Ibu cukup di rumah menjaga Veer masalah asi itu urusan gampang. Aku akan menyediakan sebelum aku pergi. Gimana kalau besok kita lihat ke pasar Bu?""Tapi nak—""Tidak ada tapi Bu, ini sudah menjadi aturan aku. Maaf jika aku kasar sama ibu. Tapi ini sudah aku pikirkan sebelumnya, kita lihat ke
"Dasar pelakor tidak tahu diri!! Usir aja Bu dari sini, bahaya yang ada nanti suami kita di goda sama dia. Usir aja Bu, usir!!!"Berapa warga dan pengunjung pasar berhenti mereka seakan-akan mendapatkan lotre untuk mengambil uang yang akan di bagikan oleh Jihan. Mereka dengan rapih mengelilingi Jihan dengan suara dan tangan menunjuk kearahnya."Berapa kali aku katakan, aku tidak menggoda suamimu. Aku tidak pernah melakukan yang kamu tuduhkan—""Halah!!! Maling mana ngaku sih!! Kamu lupa siapa yang berkuasa di sini? Aku, aku yang berkuasa. Pasti kamu pindah disini karena suamiku 'kan? Dia yang sudah memberikan modal padamu, sampai kamu bisa usaha seperti ini. Dasar wanita tidak tahu diri!!!""Maaf aku tidak kenal suamimu, mbak. Aku pindah kesini dan usaha itu semua hasil uang tabungan aku pribadi. Jadi jangan menuduhku yang tidak-tidak.""Omong kosong apa kamu hah?! Di mana-mana kalau orang salah itu tidak berani ngaku. Kalau ngaku itu penjara penuh!!"Jihan berusaha untuk menetralkan
Dia rumah mewah seorang wanita paruh baya sibuk menyiapkan acara makan malam yang spesial. Acara yang sejak lama ia rencanakan harus di undur untuk kesekian kalinya. Namun hari ini ia begitu bahagia sang putra kesayangannya bersedia datang meskipun ia harus membujuknya berulang kali."Selamat malam mama, pah," sapanya lembut tanpa menoleh kearah lain yang ia ketahui adalah sosok wanita yang akan di jodohkan dengannya."Sayang, kamu sudah datang? Terima kasih kamu menerima undangan makan malam ini. Sayang duduklah," Intan Grantland adalah sosok wanita yang begitu lembut, penyayang meskipun sedikit memaksakan kehendaknya pada putra tunggalnya Kenzie Kalingga Grantland satu-satunya pewaris tunggal dari kekayaan milik keluarganya. Walau terlahir menjadi anak tunggal Kenzie adalah pria yang mandiri bahkan ia memiliki bisnis sendiri tanpa bantuan dari nama besar Ayahnya."Tania, perkenalkan anak Tante namanya Kenzie. Ken, kenalkan dia Tania putri sahabat mama," Intan menganggukkan kepalany