Share

5. Kehancuran 2

Jihan sontak menengok dan menemukan sahabatnya menatapnya dari atas ke bawah.

"Ajeng bikin kaget aja! Aku kenapa? Apakah ada yang salah?"

"Tidak, Jihan. Aku hanya takjub melihatmu yang begitu cantik seperti biasanya. Dia benar-benar buta sampai meninggalkan dirimu, dan memilih batu kali yang tidak berharga. Em, Jihan! Kamu sudah siap?" sahut Ajeng panjang lebar.

"Sudah dong. Ayo!"

"Ajeng, aku tahu kamu akan mengatakan sesuatu padaku. Tapi, kamu enggan membuatku mengingat kejadian kemarin. Kamu harus percaya jika aku akan baik-baik saja, aku kuat seperti yang kau katakan padaku." lanjut Jihan dalam hati

Ajeng mengantar Jihan ke salah satu perusahaan milik sahabatnya yang saat ini berada di luar negeri. Ajeng yakin jika Jihan akan betah bekerja disana, mengingat jika perusahaan milik sahabatnya itu membutuhkan orang yang seperti Jihan dan tentunya dengan gaji yang tidak sedikit.

"Ajeng terima kasih," ucap Jihan penuh rasa syukur pada sahabatnya.

"Sekali lagi bilang makasih, aku tidak akan menjemputmu."

"Baiklah aku tidak akan mengatakan lagi padamu. Sampai nanti!"

Setelah kepergian Ajeng, Jihan menemui seorang wanita di meja resepsionis yang menyambutnya dengan ramah.

"Selamat pagi, bisa saya bantu mbak?"

"Pagi mbak. Saya Jihan Indahsari, ingin bertemu dengan HRD," ucap Jihan ramah.

"Oh! Mbak Jihan. Saya antar ke ruangannya, kebetulan mbak Jihan sudah di tunggu. Silahkan mbak."

Jihan pun mengikuti langkah wanita di depannya hingga sampai di depan pintu ruang HRD, setelah terdengar suara dari dalam Jihan masuk kedalam dan wanita yang mengantarnya telah kembali ke mejanya.

***

Beberapa menit di dalam ruang HRD, Jihan keluar dengan bibir yang tidak hentinya mengulas senyum. Mulai hari itu juga Jihan bekerja di perusahaan milik sahabat Ajeng.

Jihan yang mendapatkan posisi sebagai salah satu staf manajemen yang diberikan dari pihak HRD setelah mengetahui siapa Jihan yang sebenarnya.

"Jihan tolong kamu pelajari berkas ini dan selesaikan dalam waktu cepat, bisakah kamu selesaikan sebelum waktu istirahat? Karena berkas ini sangat penting dan harus segera ditandatangani oleh direktur hari ini juga. Bagaimana Jihan?"

Jihan mengangguk mengiyakan yang dikatakan oleh salah satu rekan kerjanya yang berada tidak jauh ruangnya.

"Jangan khawatir semoga aku bisa menyelesaikan sesuai waktu yang ditentukan."

"Semangat Jihan! Aku yakin kamu bisa."

Jihan mulai mengerjakan tugas pertamanya. Dengan begitu teliti, bukan hal yang baru untuk seorang Jihan. Sebelumnya adalah seorang CEO di perusahaan milik ayahnya. Sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk mengerjakan namun sebagai seorang staf baru di perusahaan orang lain tentu tidak mudah untuknya.

Waktu yang terus bergulir dengan cepat tanpa terasa waktu pulang telah tiba. Jihan merapikan semua berkas yang ada di mejanya sebelum meninggalkan kantor, hal yang selalu dilakukannya saat masih menjadi seorang CEO di perusahaan milik orang tuanya. Jihan yang merindukan sosok sang ayah berusaha untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya, setelah pergi meninggalkan rumah. Hari ini setelah pulang kerja Jihan berencana untuk pulang ke rumah namun Ia hanya ingin melihat aktivitas sang ayah dengan jarak jauh agar tidak menimbulkan keributan di antara Ibu dan juga saudara tirinya dengan sang ayah.

"Jihan, kau sengaja membuatku menunggu lama di sini?"

Suara Ajeng mengejutkan Jihan yang tengah melamun. Senyum terukir indah di wajah Jihan, tidak ingin membuat sang sahabat khawatir dengan kondisinya saat ini, langkah panjang mendekati mobil Ajeng.

"Bagaimana hari pertama kamu kerja di sini?" tanya Ajeng setelah mereka meninggalkan kantor.

"Seperti yang kamu lihat. Aku senang, mereka begitu baik dan bersedia membantuku," ucap Jihan, menceritakan kegiatan di kantor bertemu dengan banyak teman baru, sehingga mampu melupakan rasa sakit yang ia rasakan.

"Sekarang kita pulang dan istirahat."

"Ajeng, boleh aku meminta sesuatu darimu? Aku tahu akan merepotkan kamu lagi. Tapi, aku sangat merindukan Ayah."

"Oke, kita ke sana. Tapi Jihan, apa kamu akan masuk? Aku takut mereka akan–"

"Tidak. Aku hanya melihat ayah, dari jarak yang jauh. Aku tidak ingin ayah mendapatkan masalah," potong Jihan, tidak ingin membuat sahabatnya itu overthinking.

Ajeng mengangguk. "Kamu tidak ingin menghubungi salah satu pekerja di rumah, atau orang kepercayaan ayahmu, Jihan? Aku yakin kamu bisa tahu kabar dari mereka."

"Aku tidak atau harus percaya pada siapa? Mereka sulit di tebak, aku tidak ingin membahayakan kesehatan ayah. Terlebih saat ini perusahaan. Yang aku dengar akan dikelola oleh Ivan," sahut Jihan.

Mendengar ucapan Jihan, Ajeng sontak mengepalkan tangannya marah. "Apa?! Jadi pria brengsek itu yang akan menerima warisan kamu? Ini tidak benar Jihan. Kamu harus berbuat sesuatu untuk mengambil alih perusahaan, jangan sampai harta orang tuamu jatuh pada mereka yang gila harta."

"Aku tidak tahu lagi Ajeng. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak peduli dengan harta itu Ajeng. Aku hanya mengkhawatirkan kondisi ayah,"

Ajeng menatap sendu sahabatnya, setiap hari setelah pulang kerja Jihan akan datang mengunjungi ayahnya. Hanya melihat berapa saat setelah itu Jihan akan pergi dengan berlari ke mobil Ajeng, jika ada yang datang ataupun keluar dari rumah. Namun tidak sekalipun Jihan bertemu dengan ayahnya, hanya bayangan seseorang di balik balkon menatap kehadiran Jihan dan itu hanya bisa di lihat oleh Ajeng.

***

Di tempat yang berbeda tepatnya di luar negeri Bastian yang sibuk dengan pekerjaan yang di berikan oleh tuannya. Berulang kali ia menghela napasnya, liburan yang diberikan oleh tuannya tidak terlaksanakan hingga saat ini. Namun demikian tuannya telah memberikan bonus yang tidak sedikit untuknya sebagai pengganti liburan yang tertunda.

"Bas selesaikan tugasmu secepatnya. Aku ingin kita kembali lebih dulu."

"Secepatnya Tuan?"

"Hum, kau atur jadwal meeting dan meninjau semuanya dalam satu minggu ini aku mau semuanya selesai. Tidak ada waktu lain lagi."

"Tapi Tuan, jadwal kita sangat padat sampai akhir bulan ini. Kita tidak bisa mengaturnya lagi. Tuan Kimoto akan datang menemui anda secara langsung jadwalkan minggu depan beliau sudah ada di sini."

"Aku tidak peduli. Kau rubah semua jadwalnya jika mereka menolak kau bisa atur ulang pertemuan di bulan berikutnya."

Bastian mengusap wajahnya dengan kasar bukan hal baru untuknya jika tuannya akan merubah jadwal sesukanya. Tetapi bukan Bastian jika tidak bisa menanganinya dengan cepat.

"Malam ini tidak ada kata istirahat lagi, bagaimana aku bisa mencari pasangan kalau begini. Nasib jadi–"

"Aku mendengar kau bicara Bas! Jika kau masih saja mengeluh aku akan memberikan pesangon padamu."

"Bos–"

"Satu lagi. Cari wanita yang sama untuk menemaniku selama di perjalanan bisnis ini."

"Hah! T–tuan," ucapnya gelagapan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status