Jihan sontak menengok dan menemukan sahabatnya menatapnya dari atas ke bawah.
"Ajeng bikin kaget aja! Aku kenapa? Apakah ada yang salah?""Tidak, Jihan. Aku hanya takjub melihatmu yang begitu cantik seperti biasanya. Dia benar-benar buta sampai meninggalkan dirimu, dan memilih batu kali yang tidak berharga. Em, Jihan! Kamu sudah siap?" sahut Ajeng panjang lebar."Sudah dong. Ayo!""Ajeng, aku tahu kamu akan mengatakan sesuatu padaku. Tapi, kamu enggan membuatku mengingat kejadian kemarin. Kamu harus percaya jika aku akan baik-baik saja, aku kuat seperti yang kau katakan padaku." lanjut Jihan dalam hatiAjeng mengantar Jihan ke salah satu perusahaan milik sahabatnya yang saat ini berada di luar negeri. Ajeng yakin jika Jihan akan betah bekerja disana, mengingat jika perusahaan milik sahabatnya itu membutuhkan orang yang seperti Jihan dan tentunya dengan gaji yang tidak sedikit."Ajeng terima kasih," ucap Jihan penuh rasa syukur pada sahabatnya."Sekali lagi bilang makasih, aku tidak akan menjemputmu.""Baiklah aku tidak akan mengatakan lagi padamu. Sampai nanti!"Setelah kepergian Ajeng, Jihan menemui seorang wanita di meja resepsionis yang menyambutnya dengan ramah."Selamat pagi, bisa saya bantu mbak?""Pagi mbak. Saya Jihan Indahsari, ingin bertemu dengan HRD," ucap Jihan ramah."Oh! Mbak Jihan. Saya antar ke ruangannya, kebetulan mbak Jihan sudah di tunggu. Silahkan mbak."Jihan pun mengikuti langkah wanita di depannya hingga sampai di depan pintu ruang HRD, setelah terdengar suara dari dalam Jihan masuk kedalam dan wanita yang mengantarnya telah kembali ke mejanya.***Beberapa menit di dalam ruang HRD, Jihan keluar dengan bibir yang tidak hentinya mengulas senyum. Mulai hari itu juga Jihan bekerja di perusahaan milik sahabat Ajeng.Jihan yang mendapatkan posisi sebagai salah satu staf manajemen yang diberikan dari pihak HRD setelah mengetahui siapa Jihan yang sebenarnya."Jihan tolong kamu pelajari berkas ini dan selesaikan dalam waktu cepat, bisakah kamu selesaikan sebelum waktu istirahat? Karena berkas ini sangat penting dan harus segera ditandatangani oleh direktur hari ini juga. Bagaimana Jihan?"Jihan mengangguk mengiyakan yang dikatakan oleh salah satu rekan kerjanya yang berada tidak jauh ruangnya."Jangan khawatir semoga aku bisa menyelesaikan sesuai waktu yang ditentukan.""Semangat Jihan! Aku yakin kamu bisa."Jihan mulai mengerjakan tugas pertamanya. Dengan begitu teliti, bukan hal yang baru untuk seorang Jihan. Sebelumnya adalah seorang CEO di perusahaan milik ayahnya. Sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk mengerjakan namun sebagai seorang staf baru di perusahaan orang lain tentu tidak mudah untuknya.Waktu yang terus bergulir dengan cepat tanpa terasa waktu pulang telah tiba. Jihan merapikan semua berkas yang ada di mejanya sebelum meninggalkan kantor, hal yang selalu dilakukannya saat masih menjadi seorang CEO di perusahaan milik orang tuanya. Jihan yang merindukan sosok sang ayah berusaha untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya, setelah pergi meninggalkan rumah. Hari ini setelah pulang kerja Jihan berencana untuk pulang ke rumah namun Ia hanya ingin melihat aktivitas sang ayah dengan jarak jauh agar tidak menimbulkan keributan di antara Ibu dan juga saudara tirinya dengan sang ayah."Jihan, kau sengaja membuatku menunggu lama di sini?"Suara Ajeng mengejutkan Jihan yang tengah melamun. Senyum terukir indah di wajah Jihan, tidak ingin membuat sang sahabat khawatir dengan kondisinya saat ini, langkah panjang mendekati mobil Ajeng."Bagaimana hari pertama kamu kerja di sini?" tanya Ajeng setelah mereka meninggalkan kantor."Seperti yang kamu lihat. Aku senang, mereka begitu baik dan bersedia membantuku," ucap Jihan, menceritakan kegiatan di kantor bertemu dengan banyak teman baru, sehingga mampu melupakan rasa sakit yang ia rasakan."Sekarang kita pulang dan istirahat.""Ajeng, boleh aku meminta sesuatu darimu? Aku tahu akan merepotkan kamu lagi. Tapi, aku sangat merindukan Ayah.""Oke, kita ke sana. Tapi Jihan, apa kamu akan masuk? Aku takut mereka akan–""Tidak. Aku hanya melihat ayah, dari jarak yang jauh. Aku tidak ingin ayah mendapatkan masalah," potong Jihan, tidak ingin membuat sahabatnya itu overthinking.Ajeng mengangguk. "Kamu tidak ingin menghubungi salah satu pekerja di rumah, atau orang kepercayaan ayahmu, Jihan? Aku yakin kamu bisa tahu kabar dari mereka.""Aku tidak atau harus percaya pada siapa? Mereka sulit di tebak, aku tidak ingin membahayakan kesehatan ayah. Terlebih saat ini perusahaan. Yang aku dengar akan dikelola oleh Ivan," sahut Jihan.Mendengar ucapan Jihan, Ajeng sontak mengepalkan tangannya marah. "Apa?! Jadi pria brengsek itu yang akan menerima warisan kamu? Ini tidak benar Jihan. Kamu harus berbuat sesuatu untuk mengambil alih perusahaan, jangan sampai harta orang tuamu jatuh pada mereka yang gila harta.""Aku tidak tahu lagi Ajeng. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak peduli dengan harta itu Ajeng. Aku hanya mengkhawatirkan kondisi ayah,"Ajeng menatap sendu sahabatnya, setiap hari setelah pulang kerja Jihan akan datang mengunjungi ayahnya. Hanya melihat berapa saat setelah itu Jihan akan pergi dengan berlari ke mobil Ajeng, jika ada yang datang ataupun keluar dari rumah. Namun tidak sekalipun Jihan bertemu dengan ayahnya, hanya bayangan seseorang di balik balkon menatap kehadiran Jihan dan itu hanya bisa di lihat oleh Ajeng.***Di tempat yang berbeda tepatnya di luar negeri Bastian yang sibuk dengan pekerjaan yang di berikan oleh tuannya. Berulang kali ia menghela napasnya, liburan yang diberikan oleh tuannya tidak terlaksanakan hingga saat ini. Namun demikian tuannya telah memberikan bonus yang tidak sedikit untuknya sebagai pengganti liburan yang tertunda."Bas selesaikan tugasmu secepatnya. Aku ingin kita kembali lebih dulu.""Secepatnya Tuan?""Hum, kau atur jadwal meeting dan meninjau semuanya dalam satu minggu ini aku mau semuanya selesai. Tidak ada waktu lain lagi.""Tapi Tuan, jadwal kita sangat padat sampai akhir bulan ini. Kita tidak bisa mengaturnya lagi. Tuan Kimoto akan datang menemui anda secara langsung jadwalkan minggu depan beliau sudah ada di sini.""Aku tidak peduli. Kau rubah semua jadwalnya jika mereka menolak kau bisa atur ulang pertemuan di bulan berikutnya."Bastian mengusap wajahnya dengan kasar bukan hal baru untuknya jika tuannya akan merubah jadwal sesukanya. Tetapi bukan Bastian jika tidak bisa menanganinya dengan cepat."Malam ini tidak ada kata istirahat lagi, bagaimana aku bisa mencari pasangan kalau begini. Nasib jadi–""Aku mendengar kau bicara Bas! Jika kau masih saja mengeluh aku akan memberikan pesangon padamu.""Bos–""Satu lagi. Cari wanita yang sama untuk menemaniku selama di perjalanan bisnis ini.""Hah! T–tuan," ucapnya gelagapan.Jihan yang sibuk dengan aktivitas setiap hari membuatnya melupakan apa yang terjadi dengan dirinya. Mengabaikan rasa sakit dan mengantikan dengan prestasi yang akan ia tunjukan pada sang ayah, walau bukti tidak ia dapatkan untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah. Namun Jihan tidak lagi peduli, hidupnya adalah bagaimana caranya bisa meraih mimpinya yang hilang karena ulah para benalu."Jihan kamu kenapa? Bangun Jihan!"Ajeng terkejut dengan jatuhnya Jihan yang tiba-tiba. Terlebih tubuh dan wajah Jihan yang pucat pasi membuktikan jika dirinya tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Tidak seperti biasanya Jihan selemah ini. Hal yang di takutkan oleh Ajeng kembali menyeruak di dalam hatinya kecemasan dan kekhawatiran keadaan Jihan yang tentunya akan shock mendapati kenyataan yang lebih menyakitkan lagi. "Jihan bangun!!! Jangan membuatku takut Jihan!!! Sadarlah Jihan. Bangun kamu tidak kasihan padaku, hah?!"Ajeng yang cemas melihat kondisi Jihan yang berapa hari ini terlihat pucat, ba
Ajeng tersentak mendengar penuturan Jihan yang semudah itu menolak anak yang ada dalam kandungannya. Tidak ingin menghakimi Jihan apa yang ia rasakan saat ini tidaklah muda. Dengan berlahan Ajeng kembali menasehati agar sang sahabat mengurungkan niatnya untuk menghilangkan nyawa."Dia adalah korban sama seperti dirimu, jangan lakukan apapun padanya, Jihan. Jangan membuat kesalahan untuk kedua kalinya, ingat ada tuhan bersamamu. Kau hanyalah salah satu orang yang tidak beruntung Jihan begitu juga anak yang ada dalam kandungan dia membutuhkan dirimu. Jika dia mampu berkata maka ia akan berkata, Mama aku ingin melihat dunia. Jangan sakiti aku," ujar Ajeng apapun untuk menyadarkan sahabatnya.Ajeng tidak hentinya mencoba menenangkan sahabatnya. Meskipun sulit pada akhirnya Ajeng berhasil menenangkan hati Jihan. "Kamu benar sekali Ajeng, aku hampir saja membunuh anakku. Seandainya kamu tidak mengingatkan dosa yang sudah aku lakukan, mungkin aku akan melakukan kesalahan dan dosa untuk kedu
"B– baik, pak. Saya mengerti hal itu,"Jihan telah menyiapkan hatinya untuk menerima pemecatan dirinya. Namun Jihan tidak menyangka jika waktunya lebih cepat dari yang ia perkirakan."Jihan boleh aku bertanya padamu?" "Pak Fikri? Apa yang ingin anda tanyakan pada saya? Maaf sebelumnya, jika pertanyaan anda mengenai masalah pribadi saya. Dengan berat hati saya tidak ingin menceritakan apapun yang terjadi dengan diri saya kepada anda atau orang lain. Saya harap anda mengerti untuk tidak–""Bukan itu Jihan. Aku hanya merasa ada sesuatu yang terjadi dan ini tidak benar. Maksudku, maaf aku tahu ini bukan urusanku tapi aku tahu jika kamu adalah putri dari keluarga yang tidak di ragukan lagi. Masalah yang terjadi dan gosip itu aku rasa bukan kamu yang bersalah, terlebih saudara tiri mu yang menjadi pengganti kamu di kantor. Aku harap kamu bisa mengakui aku sebagai sahabatmu, aku tahu siapa kamu meskipun kita baru bekerja di tempat yang sama. Aku harap kamu tidak memikirkan hal yang tidak pe
Bruaaaakkk !!"Argghhkkk!!!"Tubuh Jihan terhuyung kedepan, Jihan berusaha untuk menetralkan detak jantungnya dengan cepat meraba perutnya. Senyum terukir indah di bibirnya setelah menyadari bahwa kandungannya baik-baik saja."M– maaf, kamu tidak apa-apa?"Suara bariton terdengar di lembut namun sarat akan tegasnya. Jihan mendongak ke atas seorang laki-laki terlihat di depan wajahnya. Aroma maskulin membuat Jihan terasa nyaman, tanpa menyadari tatapan tegas seorang laki-laki yang mengerutkan keningnya."Aku tidak apa-apa," Tanpa menoleh ke arah wajah pria yang berdiri di depannya, Jihan berusaha untuk berlutut merapikan berkas yang berserakan di lantai. Pria yang berdiri hanya diam terpaku, wajah Jihan telah mengusik hatinya. Walau tidak sepenuhnya melihatnya namun entah kenapa hatinya berdesir seakan ia ingin begitu dekat dengan wanita yang tengah berlutut di depannya."Ken, kenapa ada di sini? Aku mencarimu, cepatlah sebelum karyawan tahu kamu disini, mereka akan berbondong-bondong
"Itu terserah denganmu, tapi kamu yakin akan melakukannya?"Ajeng tidak ingin sahabatnya kembali mengalami masalah terlebih saat ini jiwanya shock setelah menjadi bulan-bulanan di kantor tempatnya bekerja. Meskipun tidak memperlihatkan padanya tetapi sebagai seorang sahabat tentunya Ajeng tahu apa yang di rasakan oleh Jihan saat ini."Kenapa tidak? Aku sangat yakin. Aku titipkan ayah padamu, tolong kunjungi ayah. Selama aku tidak ada di sini,"Ajeng yang tidak ingin sesuatu terjadi pada sahabatnya mencoba untuk meyakinkan sang sahabat bahwa semuanya akan baik-baik saja selama dirinya berada di samping Jihan. Terlebih dengan Ayahnya yang kini berada di kota. Ajeng menyakinkan sahabatnya jika semuanya akan menjadi aman. Walau Ajeng kesulitan untuk mengunjungi ayah dari sahabatnya, namun ia yakin bahwa kesempatan itu akan datang meskipun tidak tahu kapan waktunya. Namun ia yakin jika akan ada kesempatan untuk menemui dan mengatakan kebenaran yang terjadi pada Jihan."Pasti aku akan menja
"T– tapi Jihan. Andra tidak akan pergi jika kamu tidak ikut. Kau akan membiarkan aku sendiri disana?"Jihan menggeleng untuk kesekian kalinya, setiap membicarakan Andra maka Indah akan terus mendesaknya agar bisa pergi bersama. Dengan demikian maka Indah akan bertemu dengan Andra."Kamu bicara lebih dulu dengannya. Aku yakin Andra akan pergi menemanimu asalkan kamu sendiri yang mengatakannya.""T— tapi Jihan,""Indah, bukankah aku sudah bilang tidak bisa? Kamu tahu jika aku berulang kali menolak ajakan Andra, kenapa tidak kalian berdua saja? Katakan jika aku tidak bisa pergi. Kamu bisa bersama dengannya, dan juga yang lain. Aku terlalu lelah untuk pergi malam ini lagi pula,""Lagi pula apa? Apakah kau sakit?""Kamu tahu kandunganku sudah semakin besar. Banyak keluhan, aku sering lelah. Temui Andra, pasti dia tidak akan menolak mu terlebih ini urusan kantor.""Baiklah aku akan mencobanya,"Jihan bersiap untuk pulang setelah kepergian Indah, pekerjaannya telah selesai. Ia tidak akan pul
Jihan terkejut ia tidak menyangka jika Indah bicara dengan nada tinggi di depannya. Terlihat tatapan penuh intimidasi, sorot mata yang begitu marah dan benci bersamaan. Jihan berusaha untuk menenangkan diri agar tidak terbawa emosi melihat sikap Indah yang begitu berbeda dari biasanya."Kenapa diam? Katakan padaku Jihan. Apa benar jika kamu hamil tanpa suami?! Apa benar jika kamu menghianati tunanganmu hanya demi laki-laki lain? Bahkan kamu menghabiskan malam dengan pria lain saat kau akan menikah dengan—"Indah menghentikan ucapannya menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Sejak lama Indah mencurigai keberadaan Jihan terlebih dalam kondisi hamil lima bulan. Datang dari kota dan rela memilih bekerja di kota terpencil yang jauh dari rumah sakit. Tetapi ia mencoba menjadi sahabatnya demi seseorang."Untuk apa aku menjelaskan padamu, Indah? Aku memiliki hak untuk tidak mengatakan padamu tentang pribadiku,""Jadi kamu tidak membatah gosip itu?""Apa gunanya, aku
"Ada apa Bu?""Tolong bawa tetangga saya yang mau melahirkan, ban motor saya pecah ban,""Maaf apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang pria yang kini melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mengingat jalanan yang berkelok dan berapa lubang di sana-sini sehingga tidak memungkinkan untuk dirinya menginjak pedal gas."Tanyakan pada ibumu dan juga istrimu. Bagaimana rasanya saat melahirkan," Meskipun ketakutan mendera Jihan namun hatinya tiba-tiba ingin memarahi laki-laki di depannya yang menanyakan dirinya. Walau sebenarnya pertanyaannya tidaklah salah."Maaf saya belum memiliki istri dan aku tidak mungkin untuk bertanya pada ibuku." Jihan tidak lagi memperdulikan perkataan pria yang telah membantunya ia hanya menikmati sesuatu yang baru untuknya. Merasakan momen yang begitu nikmat sekaligus menyakitkan sehingga ia hanya memejamkan mata sesekali ia meringis kesakitan hingga sampai di bidan. "Sus, dok, bidan, i— itu tolong, dia mau kelahiran. Sejak tadi ada yang keluar." "Bapak