Share

6. Kehancuran 3.

Jihan yang sibuk dengan aktivitas setiap hari membuatnya melupakan apa yang terjadi dengan dirinya. Mengabaikan rasa sakit dan mengantikan dengan prestasi yang akan ia tunjukan pada sang ayah, walau bukti tidak ia dapatkan untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah. Namun Jihan tidak lagi peduli, hidupnya adalah bagaimana caranya bisa meraih mimpinya yang hilang karena ulah para benalu.

"Jihan kamu kenapa? Bangun Jihan!"

Ajeng terkejut dengan jatuhnya Jihan yang tiba-tiba. Terlebih tubuh dan wajah Jihan yang pucat pasi membuktikan jika dirinya tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Tidak seperti biasanya Jihan selemah ini. Hal yang di takutkan oleh Ajeng kembali menyeruak di dalam hatinya kecemasan dan kekhawatiran keadaan Jihan yang tentunya akan shock mendapati kenyataan yang lebih menyakitkan lagi.

"Jihan bangun!!! Jangan membuatku takut Jihan!!! Sadarlah Jihan. Bangun kamu tidak kasihan padaku, hah?!"

Ajeng yang cemas melihat kondisi Jihan yang berapa hari ini terlihat pucat, bahkan tidak jarang jika makanan yang sudah masuk dalam perutnya akan keluar lagi. Terlebih hari ini tiba-tiba Jihan pingsan membuatnya semakin ketakutan, jika yang ia pikirkan akan menjadi kenyataan.

"A– Ajeng, aku kenapa? Kamu nangis?"

"Kau ini sudah bikin aku nangis. Tapi masih bisa bertanya ada apa? Sekarang kamu yang harus jawab ada apa denganmu, Jihan?"

"Aku tidak apa-apa Ajeng, kamu tidak perlu khawatir. Mungkin aku masuk angin, kamu tahu satu bulan ini aku lembur." sahutnya begitu lirih.

Jihan menjelaskan semuanya tidak ingin Ajeng terus mengkhawatirkan dirinya sehingga sebisa mungkin Jihan menyembunyikan kegelisahan dirinya.

Jihan terdiam berapa saat teringat jika tubuhnya tidak lagi seperti berapa bulan lalu, tubuhnya kini semakin lemah dan mual yang tidak ada hentinya.Tiga bulan sudah Jihan bekerja di salah satu perusahaan milik sahabat Ajeng. Dan selama ini ia mengikuti lembur mengingat jika pemilik perusahaan akan datang dalam waktu dekat sehingga mereka tidak ingin melakukan kesalahan hal itu yang membuat perusahaan memintanya untuk lembur adalah jalan satu-satunya untuk mengantisipasi keadaan.

"Jihan boleh aku tanya padamu? Bagaimana dengan jadwal–"

Ajeng tidak melanjutkan lagi ucapannya mengingat hati Jihan yang terluka, tidak mungkin Ajeng mengatakan yang sebenarnya apa yang dia curigai selama sebulan ini bahwa sang sahabat tengah hamil dari pria yang tidak bertanggung jawab. Bukan pria yang tidak bertanggung jawab itu? Tetapi karena ulah saudara dan tunangannya yang berhasil menjebaknya yang membuat Jihan dalam situasi saat ini yang berpengaruh terhadap mentalnya.

"A– aku...."

"Kamu jangan khawatir semoga ini hanya dugaanku saja. Tapi alangkah lebih baik kalau kamu beli alat–"

"Aku tahu Ajeng, tapi bagaimana jika hasilnya positif? Aku takut Ajeng. Apa yang akan terjadi denganku jika aku benar-benar hamil? Ajeng aku tidak ingin anak ini. Aku tidak ingin hamil tanpa suami," potong Jihan, pani.

Tangis Jihan pecah, selama ini Jihan berusaha menyembunyikan kecurigaannya tentang tubuhnya yang tidak seperti biasanya. Kondisi yang sama untuk wanita yang sedang mengandung dan itu dirasakan olehnya dua bulan terlahir, namun satu bulan ini tubuhnya beraksi saat mencium aroma bawang dan selalu mengeluarkan semua yang telah di makannya.

"Hei, Jihan. Kamu tidak sendiri, ada aku sahabat kamu. Kamu tidak perlu berpikir yang tidak-tidak, apapun yang terjadi aku selalu ada untukmu, hari ini dan selamanya." Ajeng berusaha menenangkan, tetapi Jihan tetap panik.

"Tidak Ajeng, hidupku hancur!! Kau lihat kehancuranku, kini berada di hadapanku!! Mereka menghancurkan semuanya Ajeng. Bukan hanya masa depanku, tetapi kamu lihat sekarang masa depan penuh kesuraman semakin mendekat Ajeng!!! Aku tidak butuh anak ini, dia harus hilang. Dia akan membawa petaka dalam hidupku, Ajeng. Aku tidak mau tidak Ajeng!!!"

Jihan berusaha menyakiti dirinya. Hal ini membuat Ajeng semakin khawatir.

"Hentikan Jihan!!! Kau menyakitinya. Kau harus tenang jangan bersikap egois, lihat di luar sana banyak orang yang menginginkan buah hati dalam kehidupan mereka. Sedangkan kamu–"

"Aku berbeda Ajeng!!! Jangan samakan aku dengan mereka di luar sana!!!" ujar Jihan memotong ucapan Ajeng. Tidak hentinya memukul perutnya agar janin dalam perutnya hilang secepatnya.

"Mereka memiliki ikatan yang suci tapi aku? Aku memiliki anak di luar nikah!!! Aku hamil anak perkosaan. Semua ini karena ulah mereka Ajeng!!! Aku tidak bisa menerima ini Ajeng, aku tidak sanggup aku menyerah. A– aku akan pergi bersama ibuku Ajeng. Ibu akan datang menjemput–"

"Plakkkk!!!"

Ajeng tiba-tiba menampar sahabatnya itu.

"Jihan maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Istighfar Jihan, kau tidak bersalah begitu juga janin yang ada dalam kandungan mu. Dia sama sepertimu kalian hanya korban," lirih Ajeng merengkuh tubuh Jihan yang bergetar, tangisnya memilukan hati. Tidak ada wanita manapun yang akan bertahan di posisi seperti Jihan saat ini. Bahkan dirinya pun akan menyerah jika kejadian berat menimpanya, setelah di jebak satu kamar dengan pria asing dalam keadaan mabuk berat dan kini seakan tuhan masih dengan ujian yang tiada henti. Kehamilan Jihan mampu membuat gadis cantik nan lembut itu terjatuh dalam duka berkepanjangan.

Melihat Jihan yang terpuruk, hatinya begitu sakit melihat kondisi Jihan yang semakin menyedihkan bahkan saat ini jauh lebih buruk dari sebelumnya. Jiwanya terguncang membuat Ajeng semakin cemas.

Usai menenangkan diri. Jihan memutuskan untuk tidak masuk kerja mengingat kondisinya yang sangat lemah, bersama dengan Ajeng, Jihan pergi ke salah satu apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Meskipun rasa takut dan cemas menjadi satu namun ia harus melakukannya untuk membuktikan bahwa semua baik-baik saja tubuhnya yang lemah hanya karena kelelahan bukan karena hamil.

Kembalinya dari apotik Ajeng meminta pada Jihan untuk melakukan tes. Rasa cemas pada Jihan membuat Ajeng meminta bantuan dari sang ayah untuk mencarikan pekerjaan di luar kota tidak mungkin jika Jihan harus tinggal di kota yang sama mengingat akan mudah diketahui oleh orang tuanya. Terlebih ibu dan saudara tirinya yang akan semakin menghancurkan hari Jihan.

"Ajeng aku takut," lirih Jihan yang mulai tenang,

"Aku yakin ini karena kamu kelelahan, cepatlah pergi ke kamar mandi. Aku ingin melihat hasilnya kita berdoa semoga hasilnya sesuai dengan harapan kita."

Dengan langkah perlahan, Jihan memasuki kamar mandi dan mencobanya, tubuhnya bergetar saat memandang alat yang kini berada di dala air seninya.

Jihan memejamkan mata berharap saat membuka mata bukan garis dua tetapi hanya ada satu garis, namun sayangnya harapan hanya sebuah harapan yang tidak sesuai dengan keinginannya.

"Jihan kamu baik-baik saja?"

Suara Ajeng menyadarkan Jihan yang berada dalam kamar mandi yang hanya diam, tangisnya tidak lagi mampu ia tahan. Bulir bening membanjiri pipinya, dengan langkah tertatih Jihan keluar dari kamar mandi.

"Jihan–" lirih Ajeng mengetahui apa yang terjadi pada sahabatnya.

Ajeng memeluk tubuh Jihan yang menangis tanpa suara. Hatinya terasa sesak mendapati sahabatnya hancur, tangan kanan yang menggenggam benda yang di ketahui oleh Ajeng jika alat itu adalah testpack dengan garis dua yang artinya positif.

"Apa yang harus aku lakukan Ajeng? Aku hancur. Aku kotor dan aku tidak ingin anak ini," lirih Jihan tak berdaya.

Ajeng menggelengkan kepalanya melihat sang sahabat yang tidak dalam keadaan stabil.

"Jihan, tenangkan dirimu," ucap Ajeng pelan, "Anak yang ada dalam kandungan kamu tidak berdosa,"

Jihan masih menggelengkan kepalanya. Matanya sudah memerah akibat tangis yang tak henti. "Aku tahu, Jeng. Tapi, aku tak sanggup membesarkan anak yang sudah menghancurkan hidupu ini."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rafli123
Hihi, terima kasih sudah mengikuti akk. Bab nya terlalu panjang ya kak? Jadi koin naik
goodnovel comment avatar
Risvi Rismavivi
pasti nanti nak poin padahal cerita nya seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status