Jihan yang sibuk dengan aktivitas setiap hari membuatnya melupakan apa yang terjadi dengan dirinya. Mengabaikan rasa sakit dan mengantikan dengan prestasi yang akan ia tunjukan pada sang ayah, walau bukti tidak ia dapatkan untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah. Namun Jihan tidak lagi peduli, hidupnya adalah bagaimana caranya bisa meraih mimpinya yang hilang karena ulah para benalu.
"Jihan kamu kenapa? Bangun Jihan!"Ajeng terkejut dengan jatuhnya Jihan yang tiba-tiba. Terlebih tubuh dan wajah Jihan yang pucat pasi membuktikan jika dirinya tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Tidak seperti biasanya Jihan selemah ini. Hal yang di takutkan oleh Ajeng kembali menyeruak di dalam hatinya kecemasan dan kekhawatiran keadaan Jihan yang tentunya akan shock mendapati kenyataan yang lebih menyakitkan lagi."Jihan bangun!!! Jangan membuatku takut Jihan!!! Sadarlah Jihan. Bangun kamu tidak kasihan padaku, hah?!"Ajeng yang cemas melihat kondisi Jihan yang berapa hari ini terlihat pucat, bahkan tidak jarang jika makanan yang sudah masuk dalam perutnya akan keluar lagi. Terlebih hari ini tiba-tiba Jihan pingsan membuatnya semakin ketakutan, jika yang ia pikirkan akan menjadi kenyataan."A– Ajeng, aku kenapa? Kamu nangis?""Kau ini sudah bikin aku nangis. Tapi masih bisa bertanya ada apa? Sekarang kamu yang harus jawab ada apa denganmu, Jihan?""Aku tidak apa-apa Ajeng, kamu tidak perlu khawatir. Mungkin aku masuk angin, kamu tahu satu bulan ini aku lembur." sahutnya begitu lirih.Jihan menjelaskan semuanya tidak ingin Ajeng terus mengkhawatirkan dirinya sehingga sebisa mungkin Jihan menyembunyikan kegelisahan dirinya.Jihan terdiam berapa saat teringat jika tubuhnya tidak lagi seperti berapa bulan lalu, tubuhnya kini semakin lemah dan mual yang tidak ada hentinya.Tiga bulan sudah Jihan bekerja di salah satu perusahaan milik sahabat Ajeng. Dan selama ini ia mengikuti lembur mengingat jika pemilik perusahaan akan datang dalam waktu dekat sehingga mereka tidak ingin melakukan kesalahan hal itu yang membuat perusahaan memintanya untuk lembur adalah jalan satu-satunya untuk mengantisipasi keadaan."Jihan boleh aku tanya padamu? Bagaimana dengan jadwal–"Ajeng tidak melanjutkan lagi ucapannya mengingat hati Jihan yang terluka, tidak mungkin Ajeng mengatakan yang sebenarnya apa yang dia curigai selama sebulan ini bahwa sang sahabat tengah hamil dari pria yang tidak bertanggung jawab. Bukan pria yang tidak bertanggung jawab itu? Tetapi karena ulah saudara dan tunangannya yang berhasil menjebaknya yang membuat Jihan dalam situasi saat ini yang berpengaruh terhadap mentalnya."A– aku....""Kamu jangan khawatir semoga ini hanya dugaanku saja. Tapi alangkah lebih baik kalau kamu beli alat–""Aku tahu Ajeng, tapi bagaimana jika hasilnya positif? Aku takut Ajeng. Apa yang akan terjadi denganku jika aku benar-benar hamil? Ajeng aku tidak ingin anak ini. Aku tidak ingin hamil tanpa suami," potong Jihan, pani.Tangis Jihan pecah, selama ini Jihan berusaha menyembunyikan kecurigaannya tentang tubuhnya yang tidak seperti biasanya. Kondisi yang sama untuk wanita yang sedang mengandung dan itu dirasakan olehnya dua bulan terlahir, namun satu bulan ini tubuhnya beraksi saat mencium aroma bawang dan selalu mengeluarkan semua yang telah di makannya."Hei, Jihan. Kamu tidak sendiri, ada aku sahabat kamu. Kamu tidak perlu berpikir yang tidak-tidak, apapun yang terjadi aku selalu ada untukmu, hari ini dan selamanya." Ajeng berusaha menenangkan, tetapi Jihan tetap panik."Tidak Ajeng, hidupku hancur!! Kau lihat kehancuranku, kini berada di hadapanku!! Mereka menghancurkan semuanya Ajeng. Bukan hanya masa depanku, tetapi kamu lihat sekarang masa depan penuh kesuraman semakin mendekat Ajeng!!! Aku tidak butuh anak ini, dia harus hilang. Dia akan membawa petaka dalam hidupku, Ajeng. Aku tidak mau tidak Ajeng!!!"Jihan berusaha menyakiti dirinya. Hal ini membuat Ajeng semakin khawatir."Hentikan Jihan!!! Kau menyakitinya. Kau harus tenang jangan bersikap egois, lihat di luar sana banyak orang yang menginginkan buah hati dalam kehidupan mereka. Sedangkan kamu–""Aku berbeda Ajeng!!! Jangan samakan aku dengan mereka di luar sana!!!" ujar Jihan memotong ucapan Ajeng. Tidak hentinya memukul perutnya agar janin dalam perutnya hilang secepatnya."Mereka memiliki ikatan yang suci tapi aku? Aku memiliki anak di luar nikah!!! Aku hamil anak perkosaan. Semua ini karena ulah mereka Ajeng!!! Aku tidak bisa menerima ini Ajeng, aku tidak sanggup aku menyerah. A– aku akan pergi bersama ibuku Ajeng. Ibu akan datang menjemput–""Plakkkk!!!"Ajeng tiba-tiba menampar sahabatnya itu."Jihan maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Istighfar Jihan, kau tidak bersalah begitu juga janin yang ada dalam kandungan mu. Dia sama sepertimu kalian hanya korban," lirih Ajeng merengkuh tubuh Jihan yang bergetar, tangisnya memilukan hati. Tidak ada wanita manapun yang akan bertahan di posisi seperti Jihan saat ini. Bahkan dirinya pun akan menyerah jika kejadian berat menimpanya, setelah di jebak satu kamar dengan pria asing dalam keadaan mabuk berat dan kini seakan tuhan masih dengan ujian yang tiada henti. Kehamilan Jihan mampu membuat gadis cantik nan lembut itu terjatuh dalam duka berkepanjangan.Melihat Jihan yang terpuruk, hatinya begitu sakit melihat kondisi Jihan yang semakin menyedihkan bahkan saat ini jauh lebih buruk dari sebelumnya. Jiwanya terguncang membuat Ajeng semakin cemas.Usai menenangkan diri. Jihan memutuskan untuk tidak masuk kerja mengingat kondisinya yang sangat lemah, bersama dengan Ajeng, Jihan pergi ke salah satu apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Meskipun rasa takut dan cemas menjadi satu namun ia harus melakukannya untuk membuktikan bahwa semua baik-baik saja tubuhnya yang lemah hanya karena kelelahan bukan karena hamil.Kembalinya dari apotik Ajeng meminta pada Jihan untuk melakukan tes. Rasa cemas pada Jihan membuat Ajeng meminta bantuan dari sang ayah untuk mencarikan pekerjaan di luar kota tidak mungkin jika Jihan harus tinggal di kota yang sama mengingat akan mudah diketahui oleh orang tuanya. Terlebih ibu dan saudara tirinya yang akan semakin menghancurkan hari Jihan."Ajeng aku takut," lirih Jihan yang mulai tenang,"Aku yakin ini karena kamu kelelahan, cepatlah pergi ke kamar mandi. Aku ingin melihat hasilnya kita berdoa semoga hasilnya sesuai dengan harapan kita."Dengan langkah perlahan, Jihan memasuki kamar mandi dan mencobanya, tubuhnya bergetar saat memandang alat yang kini berada di dala air seninya.Jihan memejamkan mata berharap saat membuka mata bukan garis dua tetapi hanya ada satu garis, namun sayangnya harapan hanya sebuah harapan yang tidak sesuai dengan keinginannya."Jihan kamu baik-baik saja?"Suara Ajeng menyadarkan Jihan yang berada dalam kamar mandi yang hanya diam, tangisnya tidak lagi mampu ia tahan. Bulir bening membanjiri pipinya, dengan langkah tertatih Jihan keluar dari kamar mandi."Jihan–" lirih Ajeng mengetahui apa yang terjadi pada sahabatnya.Ajeng memeluk tubuh Jihan yang menangis tanpa suara. Hatinya terasa sesak mendapati sahabatnya hancur, tangan kanan yang menggenggam benda yang di ketahui oleh Ajeng jika alat itu adalah testpack dengan garis dua yang artinya positif."Apa yang harus aku lakukan Ajeng? Aku hancur. Aku kotor dan aku tidak ingin anak ini," lirih Jihan tak berdaya.Ajeng menggelengkan kepalanya melihat sang sahabat yang tidak dalam keadaan stabil."Jihan, tenangkan dirimu," ucap Ajeng pelan, "Anak yang ada dalam kandungan kamu tidak berdosa,"Jihan masih menggelengkan kepalanya. Matanya sudah memerah akibat tangis yang tak henti. "Aku tahu, Jeng. Tapi, aku tak sanggup membesarkan anak yang sudah menghancurkan hidupu ini."Ajeng tersentak mendengar penuturan Jihan yang semudah itu menolak anak yang ada dalam kandungannya. Tidak ingin menghakimi Jihan apa yang ia rasakan saat ini tidaklah muda. Dengan berlahan Ajeng kembali menasehati agar sang sahabat mengurungkan niatnya untuk menghilangkan nyawa."Dia adalah korban sama seperti dirimu, jangan lakukan apapun padanya, Jihan. Jangan membuat kesalahan untuk kedua kalinya, ingat ada tuhan bersamamu. Kau hanyalah salah satu orang yang tidak beruntung Jihan begitu juga anak yang ada dalam kandungan dia membutuhkan dirimu. Jika dia mampu berkata maka ia akan berkata, Mama aku ingin melihat dunia. Jangan sakiti aku," ujar Ajeng apapun untuk menyadarkan sahabatnya.Ajeng tidak hentinya mencoba menenangkan sahabatnya. Meskipun sulit pada akhirnya Ajeng berhasil menenangkan hati Jihan. "Kamu benar sekali Ajeng, aku hampir saja membunuh anakku. Seandainya kamu tidak mengingatkan dosa yang sudah aku lakukan, mungkin aku akan melakukan kesalahan dan dosa untuk kedu
"B– baik, pak. Saya mengerti hal itu,"Jihan telah menyiapkan hatinya untuk menerima pemecatan dirinya. Namun Jihan tidak menyangka jika waktunya lebih cepat dari yang ia perkirakan."Jihan boleh aku bertanya padamu?" "Pak Fikri? Apa yang ingin anda tanyakan pada saya? Maaf sebelumnya, jika pertanyaan anda mengenai masalah pribadi saya. Dengan berat hati saya tidak ingin menceritakan apapun yang terjadi dengan diri saya kepada anda atau orang lain. Saya harap anda mengerti untuk tidak–""Bukan itu Jihan. Aku hanya merasa ada sesuatu yang terjadi dan ini tidak benar. Maksudku, maaf aku tahu ini bukan urusanku tapi aku tahu jika kamu adalah putri dari keluarga yang tidak di ragukan lagi. Masalah yang terjadi dan gosip itu aku rasa bukan kamu yang bersalah, terlebih saudara tiri mu yang menjadi pengganti kamu di kantor. Aku harap kamu bisa mengakui aku sebagai sahabatmu, aku tahu siapa kamu meskipun kita baru bekerja di tempat yang sama. Aku harap kamu tidak memikirkan hal yang tidak pe
Bruaaaakkk !!"Argghhkkk!!!"Tubuh Jihan terhuyung kedepan, Jihan berusaha untuk menetralkan detak jantungnya dengan cepat meraba perutnya. Senyum terukir indah di bibirnya setelah menyadari bahwa kandungannya baik-baik saja."M– maaf, kamu tidak apa-apa?"Suara bariton terdengar di lembut namun sarat akan tegasnya. Jihan mendongak ke atas seorang laki-laki terlihat di depan wajahnya. Aroma maskulin membuat Jihan terasa nyaman, tanpa menyadari tatapan tegas seorang laki-laki yang mengerutkan keningnya."Aku tidak apa-apa," Tanpa menoleh ke arah wajah pria yang berdiri di depannya, Jihan berusaha untuk berlutut merapikan berkas yang berserakan di lantai. Pria yang berdiri hanya diam terpaku, wajah Jihan telah mengusik hatinya. Walau tidak sepenuhnya melihatnya namun entah kenapa hatinya berdesir seakan ia ingin begitu dekat dengan wanita yang tengah berlutut di depannya."Ken, kenapa ada di sini? Aku mencarimu, cepatlah sebelum karyawan tahu kamu disini, mereka akan berbondong-bondong
"Itu terserah denganmu, tapi kamu yakin akan melakukannya?"Ajeng tidak ingin sahabatnya kembali mengalami masalah terlebih saat ini jiwanya shock setelah menjadi bulan-bulanan di kantor tempatnya bekerja. Meskipun tidak memperlihatkan padanya tetapi sebagai seorang sahabat tentunya Ajeng tahu apa yang di rasakan oleh Jihan saat ini."Kenapa tidak? Aku sangat yakin. Aku titipkan ayah padamu, tolong kunjungi ayah. Selama aku tidak ada di sini,"Ajeng yang tidak ingin sesuatu terjadi pada sahabatnya mencoba untuk meyakinkan sang sahabat bahwa semuanya akan baik-baik saja selama dirinya berada di samping Jihan. Terlebih dengan Ayahnya yang kini berada di kota. Ajeng menyakinkan sahabatnya jika semuanya akan menjadi aman. Walau Ajeng kesulitan untuk mengunjungi ayah dari sahabatnya, namun ia yakin bahwa kesempatan itu akan datang meskipun tidak tahu kapan waktunya. Namun ia yakin jika akan ada kesempatan untuk menemui dan mengatakan kebenaran yang terjadi pada Jihan."Pasti aku akan menja
"T– tapi Jihan. Andra tidak akan pergi jika kamu tidak ikut. Kau akan membiarkan aku sendiri disana?"Jihan menggeleng untuk kesekian kalinya, setiap membicarakan Andra maka Indah akan terus mendesaknya agar bisa pergi bersama. Dengan demikian maka Indah akan bertemu dengan Andra."Kamu bicara lebih dulu dengannya. Aku yakin Andra akan pergi menemanimu asalkan kamu sendiri yang mengatakannya.""T— tapi Jihan,""Indah, bukankah aku sudah bilang tidak bisa? Kamu tahu jika aku berulang kali menolak ajakan Andra, kenapa tidak kalian berdua saja? Katakan jika aku tidak bisa pergi. Kamu bisa bersama dengannya, dan juga yang lain. Aku terlalu lelah untuk pergi malam ini lagi pula,""Lagi pula apa? Apakah kau sakit?""Kamu tahu kandunganku sudah semakin besar. Banyak keluhan, aku sering lelah. Temui Andra, pasti dia tidak akan menolak mu terlebih ini urusan kantor.""Baiklah aku akan mencobanya,"Jihan bersiap untuk pulang setelah kepergian Indah, pekerjaannya telah selesai. Ia tidak akan pul
Jihan terkejut ia tidak menyangka jika Indah bicara dengan nada tinggi di depannya. Terlihat tatapan penuh intimidasi, sorot mata yang begitu marah dan benci bersamaan. Jihan berusaha untuk menenangkan diri agar tidak terbawa emosi melihat sikap Indah yang begitu berbeda dari biasanya."Kenapa diam? Katakan padaku Jihan. Apa benar jika kamu hamil tanpa suami?! Apa benar jika kamu menghianati tunanganmu hanya demi laki-laki lain? Bahkan kamu menghabiskan malam dengan pria lain saat kau akan menikah dengan—"Indah menghentikan ucapannya menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Sejak lama Indah mencurigai keberadaan Jihan terlebih dalam kondisi hamil lima bulan. Datang dari kota dan rela memilih bekerja di kota terpencil yang jauh dari rumah sakit. Tetapi ia mencoba menjadi sahabatnya demi seseorang."Untuk apa aku menjelaskan padamu, Indah? Aku memiliki hak untuk tidak mengatakan padamu tentang pribadiku,""Jadi kamu tidak membatah gosip itu?""Apa gunanya, aku
"Ada apa Bu?""Tolong bawa tetangga saya yang mau melahirkan, ban motor saya pecah ban,""Maaf apakah kau baik-baik saja?" tanya seorang pria yang kini melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mengingat jalanan yang berkelok dan berapa lubang di sana-sini sehingga tidak memungkinkan untuk dirinya menginjak pedal gas."Tanyakan pada ibumu dan juga istrimu. Bagaimana rasanya saat melahirkan," Meskipun ketakutan mendera Jihan namun hatinya tiba-tiba ingin memarahi laki-laki di depannya yang menanyakan dirinya. Walau sebenarnya pertanyaannya tidaklah salah."Maaf saya belum memiliki istri dan aku tidak mungkin untuk bertanya pada ibuku." Jihan tidak lagi memperdulikan perkataan pria yang telah membantunya ia hanya menikmati sesuatu yang baru untuknya. Merasakan momen yang begitu nikmat sekaligus menyakitkan sehingga ia hanya memejamkan mata sesekali ia meringis kesakitan hingga sampai di bidan. "Sus, dok, bidan, i— itu tolong, dia mau kelahiran. Sejak tadi ada yang keluar." "Bapak
Hari berlalu Jihan yang kini lebih pulih paska melahirkan ia pun memutuskan untuk masuk kerja meskipun kondisinya belum sepenuhnya stabil.Kehidupan terus berjalan meskipun hatinya tidak sepenuhnya berada di satu sisi. Hari pertama bekerja usai cuti melahirkan Jihan kembali dengan aktivitasnya namun sayangnya sambutan dari teman-temannya membuat Jihan mengurungkan niatnya untuk menyapa mereka. Berita kembali tersebar, Jihan yang sebelumnya ingin mengundurkan diri dengan terpaksa menundanya mengingat sang putranya masih berada di dalam pengawasan dokter. Dan masih membutuhkan bayi yang cukup besar untuk membawanya pulang ke rumah."Hei, Jihan. Apa kabar? Maaf belum bisa datang melihat anakmu. Kemarin aku kerumah tapi kata Bu Imah kamu sedang mengantar ASI ke klinik."Andra laki-laki yang ia anggap sebagai teman walau ia tahu jika Andra menaruh perhatian lebih padanya. Baginya tidak ada satu orang pun yang bisa mengobati hatinya yang begitu terluka akibat perlakuan tunangan dan saudara