Aulia masuk kekelasnya dengan muka kusut. Melihat itu, Rani mendekatinya dan bertanya,
"Kenapa dengan mukamu?" tanyanya "Seperti baru bertemu setan saja!" ujar Rani lagi.
"Iya, memang baru bertemu setan. Setan tampan tepatnya" jawab Aulia ketus.
"Wah ..., setan mana itu yang tampan. Kalau bertemu denganku aku tidak akan lari, akan aku dekap terus sampai di bawa di pulang" kata Rani bergurau.
"Berisik! Pergi sana!" ujar Aulia ketus.
Rani hanya menggelengkan kepala. Tidak biasa temannya yang satu itu bersikap seperti ini. Mungkin karena pengaruh neneknya yang dirawat di rumah sakit.
* * *
Jam pelajaran kedua pun tiba. Semua orang berlarian ke arah aula untuk mengikuti bimbingan dari seorang pimpinan perusahaan besar. Dari kabar yang didengar, siswa yang terpilih akan diterima di perusahaannya. Itulah mengapa Aulia begitu bersemangat. Ia ingin mendapatkan gaji yang lumayan agar bisa memberikan kehidupan yang layak bagi neneknya yang sudah merawat ia sedari kecil.
Aulia ikut berlari untuk mendapatkan kursi paling depan agar bisa menyimak semua yang diberikan oleh pengusaha tersebut. Dan ia pun berhasil mendapatkan kursi paling depan.
Setelah merapikan diri dan mengatur nafasnya yang tersengal akibat berlari, Aulia duduk dengan tenang menunggu kehadiran Pengusaha terkenal itu.
Tak lama, dosen pembimbing memasuki aula. Ia berjalan dengan tenang membawa seorang pria dibelakangnya. Pria yang membuat kedua bola mata Aulia membulat sempurna.
"Dia ..., kenapa dia ada di sini? Jangan katakan kalau dia adalah pengusaha itu?" gumam Aulia berusaha menutupi wajahnya agar tidak terlihat oleh orang yang ia maksud saat ini.
"Siang anak-anak, kenalkan ini Pak Ganendra Bamantara. CEO dari perusahaan Golden Grup yang bergerak diberbagai bidang, namun pusatnya adalah batubara. Hari ini beliau akan memberikan bimbingan pada kalian semua. Dan di akhir acara akan diadakan tanya jawab, bagi siapa yang beruntung maka ia akan terpilih untuk magang di perusahaannya. Jadi, semangat untuk kalian semua!" kata Dosen pembimbing itu.
Aulia merasakan lemah di sekujur tubuhnya ketika apa yang ia pikirkan benar-benar terjadi. Semangat yang tadinya menggebu kini sudah tidak ada lagi mengingat pertemuan mereka yang tidak berjalan dengan baik.
Sementara di atas podium, Ganendra sudah melihat Aulia dari saat pertama kali ia memasuki aula itu. Ia hanya tersenyum kecil terlebih ketika melihat wajah Aulia yang begitu terkejut dengan kehadirannya di aula tersebut. Niat jahil pun terbesit dibenaknya untuk memberikan Aulia pelajaran.
Mula-mula, Ganendra menjelaskan semua tentang pekerjaannya. Bagaimana cara pengelolaan batubara, pembuangan limbah dan batubara yang akan diproduksi. Ganendra menjelaskan tentang semuanya dan semua orang mendengarkan dengan seksama.
"Proses pengolahan batubara dilakukan melalui beberapa tahap yaitu preparasi, konsentrasi dan dewatering. Hasil pengolahan batubara yang sudah hilang pengotornya untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber energi" ujar Ganendra menerangkan dengan detail.
"Pengelolaan limbah B3 dilaksanakan berdasarkan Persetujuan Teknis (Pertek) dan dilengkapi dengan Surat Layak Operasional (SLO), dan pengelolaan limbah nonB3 persyaratan dan standar pengelolaannya tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan" tambah Ganendra dan semuanya masih tetap menyimak dengan seksama.
Hingga tiba pada sesi tanya jawab yang telah dijanjikan. Ganendra memberikan kesempatan bagi semua orang untuk bertanya, termasuk pula Aulia. Namun Aulia ragu untuk bertanya takut kalau-kalau Ganendra akan membahas tentang pertemuan tak sengaja mereka yang memalukan. Tapi karena ia butuh pekerjaan itu. Ia pun mengesampingkan egonya dan mulai mengangkat tangan untuk bertanya.
Hal yang di tunggu-tunggu Ganendra akhirnya terwujud. Inilah kesempatan dirinya untuk membuat Aulia malu dan salah tingkah saat berhadapan dengannya. Saat hal itu terjadi, ia akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengungkit pertemuan mereka berdua tadi pagi.
"Ya, anda Silahkan, apa yang ingin kau tanyakan?!" ujar Ganendra langsung menatap ke dalam mata Aulia.
Dan benar saja, Aulia salah tingkah dengan tatapan Ganendra padanya. Terlebih dengan senyuman tipis yang terkesan mengejeknya saat ini.
"Saya Aulia Putri Prahardja, Saya ingin bertanya tentang sehubungan dengan rencana perusahaan anda untuk melakukan kegiatan produksi sampai dengan empat juta ton, apakah perusahaan optimis bisa mencapai target yang telah ditetapkan tersebut? Apakah perusahaan sudah memiliki pangsa pasar untuk penjualan produksi batubara perusahaan?" tanya Aulia dengan lantang meski kata-katanya sedikit bergetar.
Ganendra tersenyum mendengarnya. "Aku terlalu meremehkan anak ini" batin Ganendra.
"Pertanyaan yang bagus, Siapa namamu tadi?" tanya Ganendra yang sudah berjalan mendekat pada Aulia.
"A-Aulia" jawab Aulia gagap.
"Sepertinya pertemuan ketiga kita tidak seburuk pertemuan pertama dan kedua, Aulia!" kata Ganendra berhasil membuat semua orang di aula itu bertanya dengan berbisik-bisik.
Aulia tidak percaya bahwa Ganendra akan mengatakan hal tersebut. Ia tidak tahu bagaimana harus menanggapi pernyataan Ganendra itu. Alhasil, ia hanya berdiri kaku dengan mata menatap tajam pada Ganendra.
"Baiklah, Aulia. Saya akan menjawab pertanyaanmu" kata Ganendra pada Aulia.
Ganendra kembali ketempatnya dan mulai menjawab pertanyaan Aulia.
"Perusahaan kami ditunjang dengan infrastruktur yang ada, dan dengan didukung oleh manajemen yang tangguh, perusahaan optimis bisa mencapai produksi sampai dengan empat juta ton atau sesuai dengan yang telah direncanakan. Dan dengan pertimbangan kualitas batubara yang dimiliki perusahaan kami dengan kalori menengah, dengan kadar abu yang rendah dan kadar sulfur yang rendah, batubara perusahaan masih dicari dan digemari oleh pasar, jadi perusahaan optimis mampu menjual produksi batubara yang telah direncanakan" jawab Ganendra yang berakhir dengan memandang pada Aulia.
"Apa ada lagi?" tanya Ganendra.
Aulia menggeleng. Ia tersenyum canggung dan kembali duduk dengan tenang walau sebenarnya hatinya saat ini sedang berdetak dengan sangat kencang.
Ganendra kembali mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman Aulia lainnya. Sementara Aulia hanya mendengar sambil berharap bahwa Ganendra tidak lagi akan mengungkit-ungkit pertemuan mereka.
Acara pun selesai. Semua mahasiswa dan mahasiswi kembali ke kelas mereka. Ada pula yang melarikan diri ke kantin hanya sekedar untuk mengisi perut sambil bercanda dengan teman-teman mereka yang lainnya.
Aulia memilih kembali ke kelas karena ingin menelpon neneknya. Ia ingin tahu bagaimana keadaan neneknya yang sudah berjam-jam ia tinggalkan meski sebenarnya ada perawat yang menjaganya. Sebelum tiba di kelasnya, Aulia kembali bertemu dengan Ganendra di tengah jalan.
Aulia serba salah, apakah ia harus berbalik arah untuk menghindari Ganendra ataukah tetap melangkah dan mengabaikan Ganendra yang semakin mendekat padanya dengan Dosen pembimbing disisinya.
Aulia memilih berbalik arah karena merasa bahwa mengabaikan orang yang lebih tua itu tidak sopan. Tapi lagi-lagi, belum sempat Aulia melakukan itu Ganendra sudah memanggilnya.
"Nona Aulia!" panggil Ganendra dengan suara yang cukup keras.
Dengan terpaksa Aulia membalikkan tubuhnya untuk menjawab panggilan Ganendra.
"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Aulia mencoba untuk tersenyum.
"Pak, dia yang tadi saya bicarakan" kata Ganendra bicara pada Dosen pembimbing Aulia.
"What? Dia mengabaikanku? Lalu untuk apa dia memanggilku tadi?" tanya Aulia menggerutu dalam hati.
"Kalau begitu nanti akan saya urus dan saya sampaikan secara rinci" jawab Dosen pembimbing itu pada Ganendra.
"Aulia, nanti kau keruangan Bapak!" titah Dosen pembimbing Aulia padanya.
"Baik, Pak" jawab Aulia yang bingung namun tetap menurut.
Dosen pembimbing Aulia pun berlalu, meninggalkan Aulia dan Ganendra yang masih berdiri mengundang perhatian banyak orang terutama kaum wanita.
"Selamat, setelah ini kita akan sering bertemu" kata Ganendra tiba-tiba dan membuat Aulia terlihat bingung dengan kata-katanya. Belum sempat Aulia bertanya, Ganendra sudah meninggalkannya.
"Hei, apa tidak bisa pergi setelah orang selesai bicara?" kesal Aulia tanpa sadar meneriaki Ganendra. Dan hal itu kembali mengundang perhatian semua orang terlebih saat Ganendra berbalik dan mengedipkan matanya pada Aulia.
Ganendra sudah pulang dari mengantar Aulia. Kini ia mencari keberadaan kakaknya untuk membicarakan keinginannya menikahi Aulia dalam waktu dekat. Entah mengapa melihat Aulia terus bersikap dingin dan acuh membuat hatinya sakit juga tertantang untuk memilikinya."Di mana Opa?" Tanya Ganendra gusar."Bapak ada di ruang kerja, Den."Ganendra melangkah dengan cepat, menaiki anak tangga untuk menuju ke ruangan kerja Hendra. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Ganendra langsung masuk. Hendra yang sedang menatap layar laptopnya seketika mengernyitkan dahi melihat sikap Ganendra tersebut."Opa, aku ingin segera menikah dengan Aulia. Aku tidak mau tunangan, tapi langsung menikah!" Tegas Ganendra dalam satu tarikan nafas panjang.Hendra tertegun sejenak, memindai wajah Ganendra untuk mencari tahu penyebab keinginan Ganendra tersebut."Opa, kenapa diam saja! Katakan sesuatu!" Sentak Ganendra tak sabar."Kenapa?" Tanya Hendra penuh selidik."Apanya yang kenapa, hah? Aku mau menikah dengan Aulia
Di ruangan, Ganendra sudah duduk di kursi kebesarannya. Saat Aulia masuk ke ruangannya, ia tersenyum kecil."Ada apa?" Tanya Aulia berdiri tepat di depan meja Ganendra.Ganendra tak menjawab, hanya memindai tubuh Aulia dari atas hingga bawah, membuat Aulia risih dengan tatapan Ganendra tersebut."Kenapa kau menatapku begitu?" Tanya Aulia heran."Aku mendengar seluruh percakapan kau dan rekanmu," ujar Ganendra dengan santainya, matanya masih menatap lekat pada raut wajah Aulia yang bingung."Lalu?" Tanya Aulia bingung."Kau tak ingat dengan kata-katamu sebelumnya?"Aulia memutar matanya dengan malas, ia tahu kemana arah pembicaraan Ganendra meskipun ia tak ingin peduli."Jika kau tidak ada hal yang lebih bermanfaat untuk dibicarakan, maka aku akan kembali. Kau dengar sendiri bahwa pegawaimu merendahkanku karena aku dinilai tidak kompeten dalam bekerja. Aku malas berdebat, Gane. Aku ingin tenang," ungkap Aulia.Ganendra mengangguk paham, "Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Tanyanya pad
Keesokan paginya Ganendra mengantar Aulia dan nenek Winda ke rumah sakit, menemani Aulia hingga pemeriksaan Nenek Winda selesai. Namun seorang pria menghampirinya sambil tersenyum lebar."Siapa gadis itu?" Tanyanya pada Ganendra.Ganendra menoleh sekilas dan berkata, "Kau, Jack. Kenapa kau ada disini?" Tanyanya pada seorang pria yang dulu menjadi temannya."Aku sedang membawa ibuku kemari," jawabnya. "Kau sendiri bagaimana?""Aku sedang mengantar nenekku," jawab Ganendra seadanya.Jack tersenyum kecil mendengarnya. "Nenek?" Tanyanya dengan dahi yang berkerut dalam. "Bukankah nenekmu sudah lama meninggal? Atau aku salah mendapat berita?"Ganendra tersenyum kecil, menepuk pundak Jack karena tak tahu harus menjawab apa. Tak lama Aulia mendekat dan menghampirinya."Sudah selesai? ayo!" Kata Aulia tanpa memperhatikan keberadaan Jack di sebelah Ganendra."Ayo!" Balas Ganendra. "Jack, aku duluan!"Ganendra kembali menepuk pundak Jack lalu berlalu begitu saja. Jack sedikit bingung melihat Aul
Rafael pergi, menghilang di balik pintu tanpa bisa Aulia cegah. Rasa tak rela mendominasi diri Aulia, melihat Rafael pergi dengan kedukaan hatinya perih. Seketika ia menatap tajam pada Ganendra yang sudah membuat Rafael merasa tak nyaman."Maksudmu apa, hah?" Cetus Aulia.Ganendra menatap bingung Aulia."Apa? Maksud apa yang kau bicarakan?" Tanya Ganendra memastikan."Ck, haruskah kau melakukan itu pada kami?" Tanya Aulia kesal.Ganendra mulai mengerti maksud dari perkataan Aulia. "Ah, kekasihmu itu?!" Sinis Ganendra.Aulia menghela nafasnya, jengah selalu bertengkar dengan Ganendra. "Sudahlah, ini sudah malam. Sebaiknya kau pulang."Aulia berdiri, hendak meninggalkan Ganendra namun Ganendra segera menahannya."Aku kemari untuk membicarakan masalah kita," ujar Ganendra pelan.Aulia melepaskan tangan Ganendra yang memegang lengannya. "Aku lelah, Gane. Pulanglah!"Suara Aulia sangat lembut penuh makna, Ganendra pun tak ingin memaksa yang akhirnya semakin memperkeruh keadaan."Baiklah, b
Aulia pulang ke apartemen, masih mencoba menenangkan dirinya yang kesal pada Ganendra. Tiba-tiba ponselnya berdering, Aulia melihat sekilas, nama Rafael di sana. Dahi Aulia berkerut melihat Rafael yang menghubunginya setelah lama mereka tak bicara.Lama Aulia menimbang untuk memutuskan pilihan antara menjawab panggilan Rafael atau menolaknya. Hingga panggilan itu berakhir, Aulia masih belum bisa menentukan pilihannya."Maaf, Rafael."Aulia memutuskan untuk melupakan Rafael karena sudah menerima perjodohan dengan Ganendra, meski hatinya untuk Rafael namun ia tidak bisa lari dari tanggung jawab yang sudah ia ambil.Aulia hendak mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket tapi tiba-tiba pintu terbuka, Nenek Winda datang dan menghampirinya sambil membawa tumpukan pakaian Aulia yang telah rapi."Kapan kau pulang?" Tanya Nenek Winda."Baru saja, Nek." Jawab Aulia.Aulia mengambil pakaian yang ada di tangan Nenek, meletakkan ke lemari lalu kembali duduk di sisi neneknya."Jangan mengerj
Ganendra mendekatkan wajahnya pada wajah Aulia, berniat membungkam mulut Aulia yang baru saja menghinanya. Akan tetapi Aulia dengan sigap menolak aksi Ganendra itu hingga akhirnya Ganendra menggantinya area yang ditujunya.Ganendra mengecup pelan leher jenjang Aulia, membuat Aulia bergidik geli. Ganendra bisa merasakan bulu kuduk Aulia yang berdiri tegak, ia pun semakin gencar menggoda Aulia hingga membuat tubuh Aulia mulai memanas begitupun dengan dirinya."Ganendra, hentikan!" teriak Aulia yang merasa gerakan Ganendra semakin dalam padanya.Ganendra tak mengindahkan teriakan Aulia, ia sudah mulai asyik dengan permainannya sendiri hingga melupakan bahwa kini mereka masih berada di kantor."Ganendra!!" Aulia berteriak cukup keras seraya mendorong Ganendra dengan keras hingga akhirnya Ganendra berhasil menjauh dari tubuhnya. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Aulia untuk melarikan diri, ia segera berdiri dan menutupi tubuhnya dengan bantal yang ada. Sementara Ganendra hanya tersenyum ke
Lama Aulia menunggu Ganendra, namun tak jua ada tanda-tanda jika Ganendra akan segera menemuinya. Aulia mengintip dari jendela kaca, Ganendra masih sibuk dengan teman wanitanya, sementara Aulia sudah kepanasan menunggu dia untuk kembali bersama. Karena kesal, Aulia pun memanggil seorang tukang ojek dan meninggalkan Ganendra di butik bersama dengan teman wanitanya.Sepanjang perjalanan Aulia mengumpat dalam hati. Ia kesal karena Ganendra benar-benar mengabaikannya. Sementara itu, Ganendra sudah selesai dengan teman wanitanya, ia keluar dengan langkah yang lebar. Namun ketika tiba di lobi tak ada wujud Aulia. Ganendra masih berpikir positif, "Mungkin saja dia menunggu di mobil!" batin Ganendra.Ganendra bergegas menuju mobilnya, namun ketika ia membuka mobil, Ganendra tak mendapati keberadaan Aulia."Apa jangan-jangan dia di toilet?!" batin Ganendra bertanya-tanya.Ganendra mencoba menunggu Aulia di dalam mobil, jika saja dugaannya benar, Aulia sedang di to
Ganendra membawa Aulia ke sebuah butik desainer terkenal. Aulia tidak terkejut lagi, hal ini pasti terjadi karena Ganendra bukanlah orang sembarangan. Namun hal tersebut tidak menarik perhatian Aulia. Kemewahan Ganendra tidak membuat Aulia silau hingga gelap mata ketika melihat semua barang-barang mahal itu.Seorang pria dengan langkah kemayu mendekati Ganendra dan Aulia. Ia menyapa Ganendra dengan sangat ramah dan kadang bersikap genit layaknya seorang wanita yang ingin menggoda seorang pria.Ganendra berusaha menolak secara halus, ia risih dengan kelakuan pria tersebut. Namun hal ini malah mengundang senyum di wajah Aulia.Aulia senang melihat Ganendra tak berdaya ketika tubuh atletisnya di raba-raba desainer kemayu itu. Aulia bahkan sengaja meninggalkan Ganendra dengan alasan ingin melihat-lihat koleksi desainer tersebut.Tiga puluh menit berselang, Aulia sudah merasa bosan. Ia berniat menemui Ganendra namun tanpa sengaja ia melihat Ganendra sedang ber
Satu minggu sudah berlalu. Kini tanggal pertunangan sudah ditentukan. Gedung, katering, dan keperluan lainnya pun sudah diurus penuh oleh orang Ganendra. Hanya tinggal menghitung hari maka pertunangan mereka akan dilangsungkan.Hari ini, seperti biasa Aulia berangkat ke kantor dengan Ganendra. Hal ini kembali mengundang perhatian banyak orang. Mereka bertanya-tanya hubungan apa yang dimiliki Aulia dan bos mereka sehingga Ganendra harus mengantar jemput Aulia setiap hari. Banyak pula yang beranggapan kalau Aulia adalah kelinci kecil Ganendra yang sengaja dimasukkan Ganendra ke kantornya untuk memuaskan hasrat Ganendra.Aulia mengabaikan semua itu. Ia menebalkan telinganya meski semua itu benar-benar melukai harga dirinya. Namun apa yang bisa ia lakukan, membela diri pun percuma, itu sama saja ia masuk dalam perangkap wanita-wanita yang sangat mendambakan Ganendra.Ganendra sudah mendengar semua itu. Namun ia tidak bereaksi apa-apa karena ia melihat bahwa Aulia ba