Ghea yang sulit bernapas kemudian kembali normal. Napasnya sudah teratur, suara siul telah lenyap. Bibirnya sudah terlihat memerah. Dilihatnya botol mineral di meja, diambilnya lalu diteguk sampai habis. Galang hanya diam memandang Ghea, kekhawatirannya lenyap. Ghea lalu mengambil jas yang menutupi tubuhnya, dipakainya lalu berdiri. Tiba-tiba tubuhnya oleng, keseimbangannya belum normal, cepat Galang menyangga tubuh Ghea agar tidak roboh. “ Istirahatlah dulu di ruang kerjaku,” bisik Galang. “ Saya mau pulang..” “ Baru jam dua subuh, pasti pintu pagar kostmu masih tertutup.” Kata Galang. “ Bolehkah saya tidur di sini. Saya mengantuk. Bapak pulang saja ke rumah.” Kata Ghea menatap Galang dengan muka permohonan. “ Hum.. boleh.” “ Terima kasih pak.” Karena sudah tidak mampu menghadapi tekanan yang melanda dirinya, Ghea lalu membaringkan tubuhnya di sofa, memejamkan matanya , tidak lama terdengar dengkuran halus. Galang menatap Ghea yang tertidur di sofa, “Semoga dia terti
Ghea mengambil cangkir serta tatakannya, menyesap kopi instan yang setiap hari dibuat untuk bos. Kalau menyeduh kopi instan milik bos, ada keinginan mencicipinya, keharumannya sangat menggoda, Ghea tahu kopi instan setiap bulan dipesan bos ke temannya yang tinggal di Bandung.Kopi instan diracik sendiri , mempunyai aroma khas, tidak dijual di pasaran , hanya untuk kalangan tertentu harganya sangat mahal. “ Kamu siap mendengar ?” tanya Galang. “ Katakan saja apa yang ingin bapak katakan.” Jawab Ghea berusaha menantang bosnya. “ Mari kita menikah.” “ Apa?” Tak sadar cangkir serta tatakan cangkir jatuh meluncur mulai dari dada berakhir di pangkuannya. Ghea menjerit karena panas menjalari tubuhnya. " Ouwww !" jerit Ghea . Melihatnya Galang langsung berdiri membuka jas Ghea, membuka kancing blus , mengambil tissue dan melap kedua bukit yang tertutup bra. Dibukanya bra, melap kopi yang sempat masuk melalui celah bra. Nampak payudara Ghea berubah menjadi kemerahan. “ Biar saya s
Atas permintaan Ghea, Galang tidak mengantar Ghea. Diantar mas Gito, Ghea langsung turun dari mobil mengucapkan terima kasih. " Mas Gito, ini buahnya mas Gito ambil saja." Kata Ghea. " Maaf mbak Ghea, itu bapak berikan kepada mbak Ghea. Kalau saya terima bisa-bisa bos marah." " Baiklah." jawab Ghea pasrah. Di ruang tamu ibu kost duduk menonton televisi. “ Nak Ghea kemana saja , kemarin ada yang mengaku oomnya nak Ghea menanyakan keberadaan nak Ghea. Dia kelihatannya gelisah dan khawatir serta pesan wanti-wanti ke ibu agar Ghea menelponnya jika sampai di tempat kost.” Kata ibu kost. “ Sudah ketemu bu,” bohong Ghea. “ Syukurlah ! Kelihatannya ada berita buruk?” Ibu kost akan menayakan sesuatu, terdengar suara mobil memasuki halaman , Ghea langsung minta pamit,” Bu , saya besok pulang ke Bandung, “ “ Oh, iya 40 hari peringatan ayahmu. Semoga acaranya berjalan lancar.” Jawab ibu kost. “ Nah, itu oomnya datang, mau jemput nak Ghea ?” tanya ibu kost. “ Mari bu, saya pamit.” Jaw
Acara tahlilan berjalan lancar, dihadiri tetangga , bapak dan ibu Saputra. Gatot dan tante Erna .Tante Joani, Frenya dan Fredo tidak hadir, Ghea tidak memperdulikannya, hadir atau tidak hadir bukan urusannya. Setelah acara tahlilan berakhir, para tamu pulang tinggal bapak dan ibu Saputra. Mereka berdua menatap Ghea,” Bagaimana nak, sudah tenang?” tanya pak Basuki Saputra. “ Saya lelah, bisakah besok kita bicarakan? “tanya Ghea. “ Hmm… perlu nak Ghea ketahui sebelum rumah ini direnov….” Belum selesai ibu Sukma menyelesaikan perkataannya Ghea meneruskan,” Ibu sudah menyelesaikan utang tante Joani.” “ Benar ! Ibu bayar ke rentenir dua ratus juta sehingga penghuni liar keluar. Mmm… ibu Joani minta uang mahar.” “ Uang mahar? Apa haknya minta uang mahar, selama membesarkanku semua uangnya papa, tidak ada satu senpun yang dikeluarkan untuk menghidupi saya.” Ujar Ghea. “ Iya, tapi dia katakan kalau kamu tidak dijaga dan dirawatnya ,kamu sudah lama mati.” “ Saya sakit hampir mati kar
Ke luar kompleks perumahan, Galang memerintahkan mas Gito ,” Ke Jakarta !” “ Pak turunkan saya di sini. Rumah saya di …” Galang memeluknya, mendekatkankan wajahnya ke wajah Ghea, kedekatan mereka sangat dekat, napas Ghea yang menyimpan ketakutan terasa di dada Galang. "Mau kucium , kulumat bibirmu yang reseh. Tidak perduli mas Gito melihat tontonan gratis !” Selama perjalanan Galang memeluk Ghea. Pengasuh Sinar memangku Sinar tidak berani berbicara maupun bergerak. Sinar setiap saat menoleh ke belakang menatap Ghea, " Jangan terus menerus menoleh ke belakang Sinar, nanti kamu pusing," Kata Galang. Perjalanan berhenti sebentar di rest area, Galang memindahkan Sinar yang tertidur lelap ke belakang. Ghea membiarkan sebagian tubuh kecil menyita tempat duduk dan pahanya. Ditatapnya anak kecil yang tertidur lelap, tidak sengaja dibelainya tangan yang terjuntai ke bawah mengangkatnya menaruhnya di pahanya. Rasa kasihan pada gadis cilik mengalahkan kebenciannya pada Galang. “ Apak
Galang dan Sinar menjemput Ghea yang sudah siap. Ghea terlihat cantik meskipun hanya mengoles pelembab dipadu bedak padat dan lipstick warna nude. Sinar menyerahkan sebuket mawar warna merah diselingi baby’s breath warna putih diterima Ghea dengan senyum sumringah. Galang sempat kaget melihat perubahan wajah Ghea yang biasanya dingin menghadapinya terlihat gembira dengan menampilkan senyum yang menurut Galang senyum yang tidak pernah dilihatnya di wajah Ghea. Ghea mengulurkan tangannya meraih tangan Sinar, yang langsung memegang tangan Ghea erat-erat. Bertiga mereka masuk ke mobil duduk di belakang menuju Pondok Indah. Sepanjang perjalanan mereka tidak berbicara, hanya Galang mencuri-curi memandang Ghea yang berusaha tersenyum, mengusap telapak tangan Sinar yang terus menatap Ghea tanpa berkedip. Ijab Kabul dihadiri oleh pak Basuki yang mencarikan wali buat Ghea, karena ayah Ghea sudah meninggal. Di samping pak Basuki seorang perempuan mungil, cantik potongan rambut Layered s
Ghea memandang tubuh yang berbaring di sampingnya. Dia suamiku, dia lelakiku ? batinnya. Seharusnya ada kebahagiaan, tapi yang ada kesesakan di dadanya melihat pria yang berbaring di sampingnya dengan senyum puas di wajahnya yang kemerah-merahan. Ghea mengambil ponsel, dilihatnya sudah jam lima sore, tepat delapan jam lalu dia menikah dengan pria yang tidak diingininya.Mereka sudah di kamar tidur bersama selama enam jam. Lelaki yang juga adalah bosnya pernah menawari menikahi dengannya , dijawab Ghea dengan melarikan diri ke Bandung. Satu kata yang diingatnya ketika mereka bercinta , “ Aku mencintaimu Ghea, jangan tinggalkan aku..” menyerap dalam dada Ghea, ketika mengatakannya ada cinta, ada kelembutan dan gairah di matanya, bukan kekejaman, batin Ghea . Galang membuka matanya, menatap Ghea yang cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari lelaki itu, “ Jangan mengalihkan matamu.” “ Saya malu pak…” “ Malu? Kamu tadi menggairahkan !” jawab Galang lalu mengkungkung tubuh Ghea.
Ghea bangun lebih dahulu dari Galang, merasakan seluruh tubuhnya sakit, setelah ijab kabul sampai sore Galang terus memasuki dirinya. Ghea berusaha bangun, sebuah tangan kuat menceganya dan membiarkan masuk kembali dalam pelukannya. " Mau kemana?" tanya Galang dengan suara parau. " Ke kamar mandi, badanku gerah banget." kata Ghea. " Masih suasana bulan madu, meskipun bulan madunya hanya di kamar , kamu tidak bisa jauh dariku. Hmm.. baumu masih wangi, tidak kecut." kata Galang mencium leher kemudian dada Ghea, membelai kedua payudaranya yang menggantung indah di dadanya. " Pak.. Galang, aku ingin mandi, gosok gigi." " Baiklah, keinginan isteriku harus aku ikuti." kata Galang. Galang lalu bangun dari tidurnya, duduk di ujung tempat tidur. " Naiklah di punggungku," " Ogah !" kata Ghea berusaha menghindar. " Kita tiru pasangan Korea seperti di drakor yang kamu suka tonton." " Ogah !!!" Ghea merasakan kakinya ditarik, kemudian entah bagaimana dia sudah di punggung Galang yang