Share

BAB 4. DÉJÀ VU

Ghea menghempaskan tubuhnya di tempat tidur, airmatanya langsung mengucur ke pipinya yang putih mulus.  Kejadian tadi di kantor ketika bos membanting ponselnya terjadi secara tiba-tiba , berlalu cepat, kayaknya pernah dialami  Ghea.

" Kejadian ponsel dibanting pernah aku alami, kapan ya?" bisik Ghea.

Ghea seolah-olah merasakan pernah mengalaminya serta berusaha mengingat kembali,  entah berapa puluh  tahun yang lalu  ,diingatnya papa dan mamanya bertengkar karena mama tidak mengijinkan papa menikah  lagi.

“ Aku harus mempertanggungjawabkan kehamilannya, anak yang dikandungnya adalah anakku.” Teriak papa.

“ Aku tidak perduli dia mengandung anakmu,  aku tidak mau dimadu !” mama balas berteriak.

" Kalau anaknya lahir,  papa akan menceraikannya . Apa yang  terjadi karena  aku khilaf ma.. "  Kata papa , ada nada menyesal ketika mengatakannya.

" Mana mungkin si Joani mau diceraikan, dia tidak akan mengeluarkan sendok emas yang sudah dimasukkan ke mulutnya. Anak dalam kandungannya hanya alasan jitu mempertahankan sendok emasnya." Teriak mama.

" Kalau bergitu kita cerai !" teriak papa.

" Aku tidak mau bercerai. Enak saja perempuan jalang itu mau mengambil apa yang telah kita usahakan bersama dari kamu tidak punya apa-apa , sekarang dia  melihat kamu  jaya , punya perusahaan , dia mau menjadi isterimu ?!" teriak mama.

" Apa maumu? Dimadu tidak mau, cerai juga tidak mau !" teriak papa.

" Langkahi mayatku jika kau menceraikan aku. Huh si jalang harus didamprat. Aku akan menelpon perempuan jalang itu, untuk urus kandungannya sendiri, jangan libatkan suamiku !" teriak mama.

Ghea yang sembunyi di balik pintu yang terbuka sedikit sangat kaget melihat mama dan papanya berteriak-teriak, pemandangan yang dilihatnya  baru pertama kali dialaminya. Tidak pernah dia melihat papa dan mamanya saling berteriak, suara mama selalu lembut tidak pernah kasar atau berteriak.

Mendengar mama akan menelpon tante Joani Saputri , papa berusaha merampas ponsel mama.  Terjadi pergulatan mempertahankan dan perebutan  ponsel, rupanya papa lebih kuat berhasil merebut ponsel mama lalu  membantingnya ke lantai.  Dilihatnya ponsel mama berantakan , berhamburan di lantai, mama memungutnya ,kemudian mama jatuh pingsan

Ghea  kecil yang baru  berusia lima tahun menangis melihat mamanya pingsan , dengan ketakutan dia berlari ke kamar mbak Maryam. Papanya langsung menelpon ambulans , membawa mama ke rumah sakit.  Sejak itu  papa tidak pernah pulang ke rumah. Mama sering sakit , masuk ke luar rumah sakit. Menurut mbak Maryam , mama kena kanker payudara yang sudah  stadium 3. Ghea yang tidak mengerti apa itu kanker payudara hanya memandang mamanya yang semakin lama semakin kurus , akhirnya mama meninggal.

Setahun kemudian papa kembali ke rumah, membawa tante Joani bersama Frenya Ananda Prayudi , anak papa dengan tante Joani. Awalnya kedatangan mereka membawa suasana rumah yang semula sepi karena rumah hanya ditempati  Ghea dan mbak Maryam menjadi ramai. Rumah yang dingin sekarang penuh  kehangatan dan keceriaan. Itu berlangsung hanya beberapa bulan, tante Joani yang semula ramah, manis dan berlaku keibuan di depan papa, perlahan-lahan  mulai mengeluarkan tanduknya  , membuka topengnya menampakkan wajahnya yang asli.

Tante Joani memang berwajahnya  cantik , matanya yang dalam adalah pancaran dari dalam hatinya, berhati kejam serta bibirnya yang tipis  mulai memarahi Ghea dan memaki  Ghea  jika tidak mengikuti kehendaknya, belum lagi jika Frenya melapor bahwa Ghea tidak mau bermain dengannya.

Tidak lama kemudian mbak Maryam diusir tante Joani. Ghea tidak mempunyai tempat berlindung, selama ini mbak Maryam adalah tempat berlindungnya. Ghea bahkan kadang-kadang kalau ketakutan tidur di kamar  mbak Maryam yang tulus menyayanginya seperti adiknya sendiri.  Kepergian mbak Maryam menimbulkan luka di hati Ghea, papa tempatnya bersandar  menjadi pendiam lebih suka di kamar kerjanya sibuk di depan komputer atau laptop jika tante Joani ada di rumah.

 Jika tante Joani ke luar rumah kumpul-kumpul dengan teman-teman sosialitanya, papa mendatanginya ke kamar , mereka bercerita apa saja yang bisa diceritakan. Itupun tidak berlangsung lama, rupanya tante Joani memasang mata-matanya, Frenya.

Kenangan itu begitu menakutkan dan melekat diingatan Ghea.  Kejadian di kantor  ketika ponselnya dibanting bos  mengingat kembali apa yang pernah dialaminya semasa kecilnya. Ketakutan dan kehilangan waktu itu kembali menyeruak dalam pikirannya.

“ Ssstt aahhh! Bosku ternyata punya perangai yang sama dengan tante Joani, kejam, tidak punya perasaan, tidak punya hati.

"Apakah aku memasuki lagi lubang api penderitaan yang telah kulepaskan ? “ teriaknya sambil menggigit bantal agar teriakkannya tidak terdengar keluar kamarnya serta  membanting-banting tubuhnya ke tempat tidur.

“ Aku baru merasakan kebahagiaan karena bisa hidup bebas, sekarang aku menghadapi bos yang kejamnya sama dengan ibu tiriku.” teriaknya lagi.

“ Apakah aku perlu melepaskan pekerjaanku yang cukup  menjanjikan ini? Mendampingi bos yang setiap hari menyuguhkan caci maki , cibiran di bibirnya yang tebal dan seksi diiringi  tatapan matanya yang kejam.” kata Ghea pada dirinya sendiri.

Awal waktu menjadi sekretaris pribadinya,  Ghea was-was dan  takut,  apalagi para karyawan suka berbisik memanggil bos monster,  tapi entah dalam hatinya mengatakan bahwa itu dipermukaan saja, tapi hati bos selembut kapas. Rahangnya yang kuat menunjukkan bahwa bos pribadi yang tegas , mempunyai prinsip yang kuat dan hidungnya yang mancung  serta bibirnya yang seksi terasa indah dilihat. Ghea sering mencuri memandangnya , apalagi kalau mempresentasi proyek di hadapan para investor suara bariton seolah-olah bagaikan lagu mellow di telinga Ghea.

Nyali ,teman dekatnya di kantor mengatakan bahwa dia dan bos, bagaikan botol ketemu tutup.

" Bos monster dengan sekretaris pribadi frigid cocok banget, monster takut kebekuan dan kamu suka kekejaman. Kekejaman bisa melelehkanmu," kata Nyali sambil tertawa terbahak-bahak ketika mereka makan di kantin.

 Mengingatnya , Ghea memutuskan akan minta kepada bos menggantikan ponselnya. Kekejamannya harus dibalas dengan kekejaman." Aku minta ponsel yang canggih" bisiknya , biar bos tahu siapa aku si frigid yang suka kekejaman.

Terdengar ketukan halus di pintu kamar kost, ketukan khas ibu kost yang sudah sepuh.

“ Mbak Ghea ada tamu , tamunya menunggu di ruang tamu.” Kata ibu kost.

“ Terima kasih ibu, “ kata Ghea  mengunci kamar kostnya , dengan bertanya-tanya siapa yang mengunjunginya malam-malam. ' Oh Tuhan jangan – jangan tante Joani, kemarin dia mengancam akan mencari tempat kostku,' katanya dalam hati penuh ketakutan.

“ Eh, mas Rio. Ada apa mas? Aku disuruh ke kantor? Bilang bosmu aku capek !” kata Ghea ketika melihat supir pribadi  bos berdiri di depan pintu ruang tamu.

“ Mbak Ghea, ada titipan dari bos. Bos bilang mbak harus makan, karena tadi siang nggak sempat makan.” Kata mas Rio sambil menyodorkan dua paper bag.

“ Huh ! Ambil ! Kembalikan ke bos.” Kata Ghea yang langsung meninggalkan mas Rio yang tercengang melihat kemarahan Ghea. Tidak pernah Ghea terlihat marah, satu saja yang diketahuinya bahwa Ghea adalah pribadi yang dingin, yang tidak ingin jati dirinya diketahui orang-orang kantor.

“ Saya tinggalkan di meja mbak. Saya permisi,” kata mas Rio.

Ghea membalikkan badannya , melihat mas Rio sudah tidak ada di ruang tamu, disambetnya dua paper bag ,berlari mengejar mas  Rio yang terus melesat masuk  ke dalam mobil kemudian  melarikan mobil dengan kencang meninggalkan debu-debu yang berhamburan di jalan.

Ghea kembali ke kamarnya, membuka paper bag, satunya berisi makanan cepat saji dan paper bag satunya berisi handphone. Ghea menimang-nimang kedua paper bag, diambilnya ponsel lalu menghubungi bosnya.

Ponsel bos tidak diangkat, dikirimnya message ke bos.

Saya sudah terima dari mas  Rio dua paper bag, satu berisi makanan, saya makan karena tidak baik membuang makanan. Paper bag  satunya akan saya kembalikan hari Senin di kantor, saya tidak membutuhkan handphone yang mahal, terlalu mewah bagi saya handphone lipat, nanti teman-teman mengira saya mendapat gratifikasi atau saya korupsi uang kantor.

Langsung dikirim ke bos, terlihat ada centang dua biru, berarti sudah dibaca bos. Sampai malam tidak ada tanggapan dari bos, " Hmm. berarti bos setuju ." bisiknya lalu mengambil piring melahap makanan cepat saji," Sekalian makan malam," batin Ghea.

Besok paginya Ghea melihat message yang dikirim masih centang biru, tidak ada balasan. 

" Setuju atau tidak setuju, aku kembalikan ponsel mewah ini. " langsung menyambar handuk menuju ke kamar mandi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rika Sartikawati
Kapan lanjutan nya ?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status