Mulut Eddriz Bushiry memerintahkan untuk Raline tersenyum bahagia walau tanpa suara. Tangan kiri laki-laki yang sekarang ini menjadi suaminya menarik kebaya bagian belakang dengan kencang. Wajahnya yang garang terlihat semakin garang saat mata melotot melakukan ancaman yang tidak terlihat kamera.
Dengan sengaja Raline mengikuti perintah laki-laki yang sekarang ini menjadi suami. Tersenyum dengan tulus sambil melambaikan tangan. Sengaja pura-pura melirik pada pemilik ponsel sambil mengedikpan mata.Tangan Eddriz belum melepas kebaya Raline setelah kamera diarahkan ke wajah diri sendiri, "Kami baru saja melangsungkan akad nikah, tunggu undangan resmi dari kami, bye!"Ponsel dimatikan dengan tangan kanan. Raline langsung berbalik badan dan menarik tangan Eddriz serta memutarnya sedikit, "Kalau meminta bantuan tidak perlu memaksa, Pak Tua!""Aaauw sakit, Bocah. Lepaskan!" teriaknya.Raline melepas tangan Eddriz sambil mendorong perlahan, "Lain kali minta baik-baik, tidak perlu memaksa. Ra akan melakukan dengan senang hati!"Eddriz mengusap lengan yang sakit, "Jangan mentang-mentang kamu bisa bela diri bisa menentangku, ingat kamu sudah aku beli dari Wisnu bejat itu dengan harga mahal!"Raline terdiam memandang Eddriz yang terus mengusap lengan menggunakan sapu tangan. Tatapan mata terlihat penuh amarah dan emosi. Kebencian dan kekesalan seolah lekat di muka garang dan tanpa ekspresi."Aku tahu kamu ingin balas dendam pada Wisnu, aku bisa membantu kamu asal kamu menuruti semua kataku. Aku juga punya rahasia ayah tirimu itu tentang ibumu.""Apa maksud Anda?""Belum waktunya aku bercerita, aku akan melihat sampai mana kamu bisa membuat aku percaya dan tidak akan kabur dariku."Raline langsung terduduk di kursi rias dengan hati gundah gulana. Ada sesuatu rahasia yang disembunyikan ayah Wisnu tentang Ibu Rayya. Sudah bisa dipastikan hal yang buruk yang dilakukan ayah tiri durjana itu pada ibu."Sana ganti baju, sebentar lagi akan ada tamu bisnisku datang. Berdandanlah seperti Nyonya Ed yang sebenarnya!"Raline tidak menjawab perintah laki-laki yang umurnya dua kali lipat darinya itu. Otak dan pikiran masih tertuju pada perbuatan yang dilakukan ayah tiri. Tidak memperhatikan suami tua yang berganti baju tanpa sungkan di depan mata."Cepat ganti baju!" teriaknya.Spontan Raline melihat ke arah Eddriz yang hanya memakai celana segitiga saja, "Astagfirullah," kata Raline langsung memalingkan wajah.Eddriz tergelak dan menggelengkan kepala, "Dasar bocah, sebentar lagi Pak Basri datang membantu kamu berdandan, sana cepat mandi dulu!"Raline berjalan dengan gontai ke kamar mandi. Membuka semua atribut dari baju kebaya dan aksesoris. Diletakkan di meja rias yang ada di kamar mandi.Mandi hanya untuk menghilangkan keringat sebentar saja. Mengambil handuk dan melihat gaun yang tergantung di samping handuk, "Bagus banget gaun ini, apakah ini yang harus Ra kenakan malam ini?" tanya Raline sendiri.Gaun berwarna hitam dengan lengan pendek dan sedikit terbuka di punggung. Panjang sampai menutupi mata kaki dan ada belahan di rok bagian belakang. Raline memakainya perlahan dan langsung berkaca di depan cermin, "Subhanallah, bagus banget gaun ini," monolog Raline sendiri sambil berputar melihat gaun yang sangat nyaman di pakai.Sambil memandang dirinya di cermin, Raline mulai bertekat. Akan balas dendam dan akan mengungkap rahasia yang dikatakan suami dadakan. Tidak perduli apa yang akan diperintahkan oleh Eddriz yang killer itu, yang terpenting bisa balas dendam kepada ayah yang tega menjual dirinya."Tunggu pembalasan Ra, Ayah!" teriak Raline dengan kesal.Akan bertekat juga menunjukkan jika sekarang bahagia walau hanya sandiwara. Yang terpenting ayah tiri tidak lagi bisa mengusik. Walau sebenarnya masih gamang tentang nasib dan masa depan yang suram sudah menanti.Suara ketukan pintu mengagetkan Raline dari lamunan. Raline bergegas membuka pintu yang dari tadi dikunci dari dalam, "Ada apa ...?" Raline tidak melanjutkan ucapannya. Dikira hanya Pak Basri yang datang, tetapi ada laki-laki gemulai yang berdiri di samping Pak Basri."SIlahkan ke luar, Nyonya!" perintah Pak Basri."Tadi siang panggil Nona sekarang mengapa panggil Nyonya, mengapa tidak panggil Ra saja sih?" tanya Raline sambil menggerutu."Maaf, ini perintah dari Tuan Ed, Nyonya. Kalau tidak mengikuti pasti kami akan didepak dari sini.""Ooo terserah saja, deh.""Perkenalkan dia Jinny, dia yang akan menjadi Stylist pribadi Anda, Nyonya," kata Pak Basri menunjuk laki-laki yang lemah gemulai."Selamat malam, Nyonya. Saya Jinny.""Malam.""Silakan duduk, Jinny akan merias Anda sekarang!""Baiik, terima kasih."Tidak kurang dari setengah jam, Raline berrdandan sangat cantik. Wajahnya kini terlihat sangat dewasa dari umurnya. Tidak ada yang menyangka gadis yang baru berusia delapan belas tahun itu berubah drastis dari gadis lugu menjadi anggun dan mempesona."Waaah Anda cantik sekali, Nyonya. Tidak salah Tuan Ed memilih Anda sebagai istrinya, tidak kalah cantik dari Nyonya Arum."Pak Basri langsung meletakkan jari telunjuk di bibir. Matanya mengawasi sekitar kamar dan ke arah pintu masuk. Tidak seorang pun boleh menyebut nama mantan istri pertama Tuan Ed, "Ssstt, jangan sebut nama itu di rumah ini kalau masih ingin bekerja di sini, Jinny!""Ups, maaf keceplosan." Jinny memukul mulutnya berkali-kali."Mengapa dilarang, Pak?" tanya Raline penasaran."Tuan Ed pasti ngamuk tanpa alasan saat mendengar nama itu, dikhinanati terang-terangan dan tidak bisa move on dari sang mantan itu mungkin alasannya." Jinny nyerocos menjawab sambil berbicara dengan wajah di goyangkan layaknya wanita India.Pak Basri langsung memukul pundak Jinny dengan map yang dipegangnya, "Dasar mulut bebek, Pak Basri sumpel pakai map ini baru tahu, dibilang diam malah nyerocos terus!""Auuaw, maaf. Jinny tidak tahan kalau tidak ngegosip."Raline tersenyum melihat tingkah Jinny yang terlihat kemayu. Menjadikan hiburan kecil di antara kepenatan hati dan kebimbangan jiwa. Seolah mendapat hiburan gratis saat pikiran lagi kalut dan bingung."Tunggu dulu, Pak Basri. Jinny mau memberikan contoh cara menjadi wanita berkelas seperti Nyonya A ... ups, seperti wanita kelas atas pada Nyonya Ra, lihatlah!""Baik, Jinny.""Yang pertama saat berjalan badan tegak, dagu diangkat dan jangan lupa pandangan ke depan, seperti ini!" Jinny memperagakan seperti yang di katakan."Seperti ini?" tanya Raline mengikuti gerakan Jinny."Ya, kurang tegak sedikit, Nyonya!""Ooo seperti ini?""Ok, bagus. Satu lagi saat berjalan tangan Anda yang akan bergelayut manja di lengan Tuan Ed, posisi tangan harus lurus dipinggang Anda seperti ini!" Jinny yang melingkarkan tangannya ke lengan Raline."Coba Ra yang praktek, Jinny. Seperti ini, 'kah?" Raline melingkarkan lengan pada Jinny, tetapi kepalanya menunduk."Kepala Anda jangan ditundukkan, Nyonya!""Oya, maaf."Datang Eddriz dengan wajah garang dan kesal, "Tidak perlu praktek menggandeng tangan dia juga dong, ayo cepat ikut!" Eddriz langsung menarik tangan Raline."Auw, aduh!"Raline ditarik dengan paksa oleh Eddriz, tidak perduli gadis itu memakai high heels. Tangan Raline mencengkeram legan Eddriz agar tidak terjatuh. Disamping tidak pernah memakai sepatu hak tinggi, gaun yang dikenakan juga pas dibadan sehingga tidak leluasa bergerak bebas. "Jangan mencari perhatian, jangan menjawab hal yang tidak tahu. Cukup mengangguk dan tersenyum saja, mengerti?" pesan Eddriz sambil terus melangkah. Raline masih menyeimbangkan cara berjalan Eddriz yang cepat. Tidak menjawab apa yang perintahkan oleh suami dadakan. Laki-laki itu tidak memperhatikan Raline yang berjalan hampir setengah berlari. "Kalau ditanya menjawab?" Eddriz semakin mencengkeram tangan Raline dengan keras. "Hhhmm." Mungkin bagi wanita yang tidak mengenal bela diri pasti akan kesakitan. Namun, tidak bagi Raline karena cengkeraman itu dengan mudah akan bisa di lepas. Hanya sayangnya, Mereka tepat berada di depan tamu dan harus berpura-pura bahagia dan ramah. "Selamat malam dan selamat datang d
Bukan hanya kepala saja yang sakit karena terjun bebas dari tempat tidur. Raline juga mengusap bok*ngnya setelah mengusap kepala. Rasanya panas karena terjatuh dengan keras didorong dengan kaki menggunakan kekuatan penuh."Kamu tidak berhak tidur di sini, Arum. Aku sangat membencimu!" teriak Eddriz berjalan sempoyongan dan ingin naik ke tempat tidur.Raline langsung bangun dan terduduk. Melihat Eddriz sampai memicingkan mata. Laki-laki berumur itu memanggil nama mantan istri bukan nama Raline. "Ooo, mabuk ternyata Pak Tua ini," monolog Raline setelah memperhatikan gerak-geriknya.Raline tersenyum devil saat melihat Eddriz ingin naik ke tempat tidur, tetapi seolah kakinya sudah menginjak atas tempat tidur padahal masih jauh. Alhasil kaki itu hanya menyentuh pinggiran tempat tidur dan kaki kembali menginjak lantai."Kamu jangan menjauh seperti Arum, diam aku mau naik, bodoh!" Kaki Eddriz berkali-kali diangkat ingin naik di tempat tidur dan berkali-kali juga turun ke lantai lagi."Arum,
Ada bantal dan guling melayang ke arah Raline sebagai akibat jawabannya yang asal. Untung Raline langsung menangkis dan terjatuh tergeletak begitu saja bantal dan guling itu. Disertai nyengir kuda Raline karena ditatap tajam oleh pemilik kamar."Kamu siapkan di kamar mandi, aku mau mandi!" perintahnya kesal.Dengan gontai Raline berjalan menuju kamar mandi. Belum tahu yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kamar mandi seperti yang diinginkan. Eddriz Hanya mengingat posisi dan cara para pelayan kemarin saat mau mandi.Raline mengikuti semua cara pelayan mempersiapkan kamar mandi. Dari handuk yang diambil dari lemari yang ada di ujung kamar mandi. Mempersiapkan bath-up dengan sabun aroma terapi. Sampai sampo, sikat gigi, dan odol yang dipersiapkan dengan teliti, baik tempat atau arah letaknya."Semoga ini tidak mengecewakan, Ra belum pernah menyiapkan mandi mewah seperti ini," monolog Raline sendiri dan ke luar kamar mandi.Baru melangkah sampai pintu kamar mandi, Raline terdorong ma
Setelah drama memasang dasi pagi itu selesai, tiba-tiba Eddriz menghilang selama tiga hari. Tidak menapakkan batang hidungnya sekalipun. Hari-hari dilalui Raline hanya bersantai dan belajar menjadi seperti pelayang yang khusus melayani suami tuanya.Semakin akrab dengan dua pembantu yang ada di villa. Sering bercanda, makan bersama dan menikmati hari dengan suka cita. Hanya satu yang tidak bisa dilakukan adalah keluar dari villa karena bodyguard tetap menjaga villa dengan ketat dan dilarang ke luar.Kebahagiaan Raline seolah hanya sekejap mata saat malam hari ini Eddriz datang di waktu tengah malam dalam keadaan mabuk berat. Merancu dan selalu memanggil mantan istri yang tidak bisa dilupakannya."Mengapa kamu masih tidur di sini, Arum. Sana minggat!" teriaknya sambil menarik selimut yang Raline kenakan.Penampilan Eddriz terlihat acak-acakan. Dasi hanya melingkar di leher dan hampir terlepas. Kancing baju sudah terbuka sebagian. Jas hanya terpakai pada lengan sebelah kanan saja.Rambu
Raline segera turun dari tempat tidur melewati sisi lain Eddriz datang. Melihat laki-laki dewasa itu berpenampilan acak-acakan dan merancu tidak karuan. Selalu tentang mantan istri yang keluar dari mulutnya yang berbau alkohol."Aku sangat membencimu apalagi ketika melihat kamu menyajikan coklat panas pada selingkuhanmu itu, dasar brengsek!" teriak Eddriz sambil menunjuk Raline."Ooo, karena itu pak tua ini marah tadi pagi," monolog Raline mendengarkan rancuan Eddriz.Eddriz tanpa sadar melempar bantal dan guling ke arah Raline yang berdiri di sisi tempat tidur, "Wanita gila, mengapa hanya diam dan memandang seperti itu, mau aku colok matamu!"Raline hanya bisa melindungi diri dengan menangkis setiap bantal dan guling yang melayang ke arahnya. Setiap Eddriz mabuk pasti tidak akan sadar apa yang dilakukan. Mulai dari merancu, mencoba menyakiti dan berkata kasar. Sampai ingin selalu menumpahkan kegundahan hati dengan cara mengamuk dan memecahkan barang yang ada di kamar.Hampir satu bul
Eddris menyentuh punggung Raline saat membangunkan gadis yang tertidur di sebelahnya. Raline langsung mendesis karena tepat menyentuh luka. Mata Raline langsung berkaca-kaca menahan rasa sakit. "Apa yang terjadi?" Eddriz mengulang pertanyaannya. "Lupakan saja, tunggu akan Ra panggilkan dokter!"Raline berbalik badan sambil mengusap air mata. Rasa nyeri saat lukanya di sentuh hanya ditahan dengan diam. Tidak ingin membagi rasa sakit yang dirasakan pada laki-laki yang telah menyakiti tadi malam.Tidak hanya Dokter Daniel yang datang. Asisten Wibi dan pimpinan bodyguard Bang Jack Barron juga ikut masuk. Sedangkan Raline memilih duduk di meja makan sambil termenung.Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan Raline memang tidak seberat saat bersama dengan ayah tiri. Namun, dulu setidaknya ada dua sahabat yang selalu memberikan semangat. Sekarang ini benar-benar merasa sendiri sebatang kara.Ponsel milik Raline sampai sekarang dibiarkan mati. Sengaja tidak ingin lagi mengenal dunia luar s
Raline mendengar semua percakapan Eddriz, Asisten Wibi dan Dokter Daniel dari awal sampai akhir dibalik pintu. Awalnya tidak berniat menguping pembicaraan mereka. Hanya sekedar ingin mengetahui keadaan suami yang sedang dijahit telapak kakinya.Raline langsung teringat pada ayah tiri durjana. Jika benar akan diadakan pesta pernikahan yang sangat mewah. Pasti ayah tiri akan mendapatkan pukulan telak.Pasti menganggap sekarang bahagia dan bukan seperti hidup di neraka seperti yang diinginkan. Akan mempersiapkan hati untuk bersandiwara dengan baik. Ini seperti pernikahan mutualisme nantinya karena memiliki tujuan masing-masing.Setelah mulai jelas dan mengetahui mengapa laki-laki yang menjadi suaminya sering mabuk. Raline kembali duduk di tempat semula yaitu ruang makan. Bibi Asih langsung berlari mendekat, "Mengapa Anda kembali lagi ke sini, Nyonya?""Tolong buatkan sesuatu yang membuat pusing kepala ini hilang, Bibi. Kepala Ra rasanya mau pecah!""Waduh, apa ya obatnya, Bibi tidak tahu
Raline terdiam seketika saat mendengar Eddriz mulai emosi. Padahal dari tadi sudah bisa bicara manis dan terdengar ramah. Wajahnya kembali terlihat garang dan memerah karena mulai emosi."Ayo, sini dekat!" Eddriz kembali menurunkan suara setelah melihat wajah Raline yang terlihat takut."Hhmm.""Mulai sekarang Ra hanya boleh memanggil Abang saja, mengerti?""Iya.""Abang akan berterus terang, sebentar lagi Abang akan mengadakan resepsi pernikahan kita. Ingat pernikahan ini Abang anggap saling menguntungkan.""Apa maksud, Anda?" tanya Raline pura-pura tidak tahu rencana yang dibicarakan tadi dengan dokter dan asisten pribadi.Eddriz bercerita sekilas tentang rencana seperti tadi. Berjanji akan mengatakan tentang rahasia yang disembunyikan tentang ayah tiri. Akan dikatakan setelah acara resepsi dilaksanakan dengan sukses."Kapan resepsi itu akan diselenggarakan, Tuan. Eee, salah. Abang?"Eddriz tergelak dan mengusap rambut Raline, "Belum dipastikan, yang jelas setelah Abang bisa berjala