Naura menatap tajam Grace yang berdiri angkuh di depannya. Dia sama sekali tidak tau masalah rumah tangga Leon dan Grace, bahkan Leon juga tidak menceritakan apapun kepadanya. "Maaf! Saya tidak punya waktu untuk melayani Anda," Ucap Naura singkat lalu bangkit dari duduknya. "Kenapa? Apa kau takut semua orang tau tentang kebusukanmu?" Tanya Tania tersenyum sinis. Ntah mengapa setelah pertemuannya beberapa waktu lalu dengan Naura, dia langsung menyimpan dendam terhadap wanita itu. "Tanpa aku bicara, semua orang juga sudah tau siapa dirimu," Ucap Grace tersenyum sinis sambil menunjukkan akun media sosialnya. Dia menunjukkan berita terbaru tentang hubungan Naura dengan Leon yang telah menjadi berita viral. Padahal baru beberapa menit berita itu tersebar, akan tetapi langsung menjadi trending topic di dunia sosial media. "Naura Ayunda Debora, putri keluarga Debora yang telah diam-diam menikah dengan Tuan Leon Arvando. Diduga mereka telah menikah sirih beberapa minggu lalu," Ucap Grace
"Hai! Lama tidak bertemu," Ucap seorang pria menghampiri sang sahabat yang sudah lima tahun tidak dia temui. Suatu kebetulan, mereka bertemu di sebuah cafe, dimana mereka sama-sama ingin menemui seseorang. "Hai, Rik! Lo sejak kapan ada di sini?" Tanya Leon menatap Rico, sahabat yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri. Rico dan Leon sudah bersahabat sejak kecil. Namun, saat tamat SMA, Rico memilih untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Sehingga mereka harus berpisah, dan harus putus kontak karena suatu alasan. "Gue baru saja sampai. Gue langsung datang kesini untuk menemui seseorang," Ucap Riko tersenyum penuh kebahagiaan. Melihat kebahagiaan yang terpancar di di wajah Rico, Leon langsung mengerutkan keningnya bingung. Tidak biasanya sahabatnya itu terlihat sangat bahagia seperti ini. "Seseorang?" Tanya Leon tersenyum kecil. "Apa dia sangat spesial?" Leon mulai bisa menebak alasan di balik kebahagiaan itu. "Ehm... Dia jauh dari kata spesial," Ucap Rico terkekeh ke
"Mommy!" Raygan memeluk erat tubuh Naura yang masih terbaring di atas ranjang. Melihat kelakuan Raygan, Naura hanya tersenyum kecil sambil membalas pelukan bocah itu. "Apa mommy sangat lelah?" Tanya Raygan dengan polos. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?""Berapa hari ini Ray lihat mommy sangat sibuk. Bahkan mommy tidak punya waktu lagi untuk Ray." Raygan memanyunkan bibirnya karena merasa tidak di perhatikan lagi oleh Naura. Belakangan ini Naura memang sangat sibuk, sehingga dia tidak punya waktu lagi untuk Raygan. Bahkan dia tidak sempat lagi untuk mengantar jemput putranya itu ke sekolah. Sehingga membuat Raygan kembali merasa kesepian. "Maafkan mommy ya, Sayang. Mommy terlalu sibuk, jadi tidak punya waktu lagi untukmu. Mommy janji, setelah tugas mommy selesai. Mommy akan menghabiskan waktu bersamamu." "Benarkah, Mom?""Tentu, Sayang. Mommy masih ada urusan penting yang harus mommy kerjakan. Jadi kamu harus mengerti ya." Naura berusaha menghibur putra sambungnya itu. "Bukanka
Naura menatap penampilannya di pantulan cermin. Baru kali ini dia pergi ke taman bermain bersama Raygan, jadi dia harus menyesuaikan penampilannya. Bukan hanya bersama bocah itu, akan tetapi lebih tepatnya baru kali ini dia pergi ke taman bermain. Dia mengenakan celana jeans panjang, dipadukan dengan baju kaos putih oblong. Tidak lupa dengan sepatu putih dengan corak garis hitam di samping kanan dan kiri. Rambutnya di kucir satu dengan poni depan yang membuat wajah imutnya semakin terpancar. "Sudah selesai," Ucap Naura tersenyum kecil sambil mengoleskan lipstik berwarna pink ke bibirnya. Naura dengan cepat keluar dari kamar, dan berjalan menuruni anak tangga. Sudah pasti Leon dan Raygan sudah lama menunggunya. Maklum saja, baju yang dia kenakan adalah baju yang ke sepuluh kali dia coba. Dia berjalan dengan cepat menghampiri Leon dan Raygan yang sudah menunggu di ruang utama. Dia menatap ayah dan anak itu duduk dengan memelas di atas sofa. Sehingga membuat perasaan tidak enak langs
"Ha... Ha... " Suara tawa segerombolan anak laki-laki berhasil mengema di sebuah gudang sekolah. Di ikuti oleh suara tangis seorang anak perempuan yang sedang berdiri dengan tangan terlentang. Terlihat ada kaleng kosong yang berdiri di atas kepala dan juga di kedua telapak tangannya. "Ayo lempar lagi. Aku sudah berhasil menjatuhkan satu, sekarang giliranmu." Rico memberikan sebuah bola yang terbuat dari gumpalan plastik kresek yang di ikat oleh karet gelang. Sehingga membuat plastik kresek itu sudah seperti sebuah bola kecil. "Hikss... Hiksss... Jangan. Aku takut," Lirih gadis itu tanpa berani bergerak. Matanya terlihat membiru, sudut bibir mungilnya juga terlihat ada noda darah, mungkin karena terkena bola yang di lemparkan para anak laki-laki itu untuk menjatuhkan kaleng yang ada di kepalanya. "Ha... Ha... Kenapa kau menangis? Bukankah tadi kau menantangku?" Tawa Rico semakin pecah. Di ikuti beberapa anak laki-laki yang ada di ruangan itu. Mereka seperti tidak punya hati nurani
"Kenapa kamu melihat daddy seperti itu? Daddy tidak takut," Ucap Leon langsung melepaskan cubitannya. Sekuat apapun dia kencubit, tidak akan membuat kora-kora itu kesakitan. "Kalau daddy tidak takut, jangan menutup mata," Raygan tersenyum kecil ketika melihat kora-kora itu mulai bergerak. Leon memegang pegangan kora-kora itu dengan kuat, sehingga memperlihatkan urat tangannya. Dia menggingit bibir bawahnya untuk menyembunyikan ketakutannya. "Ini permainan atau ajang bunuh diri?" Leon mulai merasa jika perutnya sudah tidak bisa di ajak kompromi. Huek.... Huekk... Tidak peduli dengan tatapan orang, Leon langsung memuntahkan isi perutnya setelah turun dari kora-kora. Tubuhnya terasa begitu dingin, ditambah lagi dengan keringat yang mengalir deras dari keningnya. Sehingga membuat keangkuhan yang sejak tadi dia tinggikan langsung turun dengan seketika. "Itu permainan gila! Daddy tidak akan mau menaikinya lagi. Bukannya senang, bisa-bisa daddy mati di tempat," Oceh Leon sambil duduk l
Rico berjalan dengan sempoyongan memasuki rumah. Kebiasaannya mabuk-mabukan tidak pernah bisa di ubah. Dia berjalan melewati ruang tengah tanpa memperdulikan sang papa yang telah menunggunya sejak tadi. "Rico!" Suara lantang Heri langsung menggema di ruangan itu, sehingga membuat kesadaran Rico langsung kembali 100%."Papa! Papa belum tidur?" Tanya Rico menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kau kira papa bisa tidur karena ulahmu? Mana semua uang yang kau ambil dari perusahaan papa?" Tanya Heri menatap geram sang putra. "Uang apa? Rico tidak ada mengambil uang," "Kau tidak usah pura-pura bodoh. Kau sudah mengelapkan uang perusahaan. Sekarang kembalikan," "Sudah habis!" Ucal Rico santai, sehingga membuat dada Heri terasa begitu sesak mendengar ucapan simple sang anak. "Kurang ajar kau!"Tidak sanggup lagi menahan amarahnya, Heri langsung menampar Rico dengan keras. Tidak perduli jika putranya itu sudah dewasa. Kelakuan Rico semakin hari semakin menjadi. Sudah begitu banyak uang p
Rico membulatkan matanya terkejut melihat apartemen Alex. Sangat mewah, hanya itu yang ada di dalam pikirannya. Semua barang-barang yang ada di sana berkualitas tinggi. Dia menatap setiap sudut ruangan dengan penuh kekaguman. Siapa sebenarnya pria itu? Kenapa kehidupannya begitu sangat mewah? Padahal dia hanya menghabiskan waktu di club dan juga di meja judi. Namun, kenapa dia semua fasilitas yang sangat mewah? Apa dia adalah salah satu putra pejabat ternama? Tetapi siapa? Berbagai tanda tanya besar mulai bermunculan di pikiran Rico. "Bagaimana? Apa k suka?" Tanya Alex menghampaskan tubuhnya di sofa. "Apa ini apartemen kakak?" Tanya Rico penasaran. "Ya! Ini apartemen gue. Bagaimana menurut lo?" Tanya Axel sambil menuangkan anggur merah ke gelas. "Bagus. Kakak memang kereen." Rico duduk di samping Alex lalu meminum anggur merah yang di berikan Alex. "Apa lo mau apartemen ini jadi milik lo?" Tanya Alex tersenyum. "Maksud kakak?""Gue akan berikan apartemen ini untuk lo. Tapi deng