Share

3. Salah Paham

"Kamu ngapain sih cium dia segala?"

Davie menoleh ke belakang. Naura sudah berdiri sambil memasang raut wajah masam. Pria itu justru sedikit menyeringai diiringi senyuman. Davie pun membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan wanita itu. "Kenapa? Dia pacar aku. Jadi wajar kalau aku cium dia."

Naura mengernyit. "Pacar?"

"Iya. Apa perlu aku ulangi supaya kamu dengar omongan aku tadi?"

Naura menggeleng. "Itu nggak perlu. Aku dengar kok. Cuma heran aja sama selera kamu sekarang."

"Emangnya kenapa sama selera aku?" tanya Davie seraya mengernyit.

"Selera kamu itu rendahan."

Davie tertawa mendengar ucapan Naura. Ia sudah menduga wanita itu akan menilai Ileana dari penampilannya saja. Inilah yang membuat Davie tidak terlalu peduli dengan masalah Naura tadi. Bisa saja Naura mengarang cerita mengenai suaminya.

"Naura Adisty, mungkin penampilannya kelihatan sederhana. Tapi aku suka," ucap Davie dengan santai.

Naura mengubah raut wajahnya menjadi semakin kesal. Seakan dirinya tidak suka Davie memuji wanita lain. "Tapi, dia nggak lebih baik dari aku, Vie. Kamu buka dong mata kamu. Lihat penampilannya. Stylenya kayak cowok. Bandingkan sama penampilan aku yang lebih elegan. Kalau kamu sama dia, keluarga kamu pasti malu karena punya menantu kayak gitu."

"Apa urusannya sama kamu? Ini urusan aku. Mending kamu urus aja suami sama anak-anak kamu yang ada di rumah. Nggak perlu urusin urusanku. Mau aku sama cewek tomboy atau feminim, itu hak aku. Itu pilihanku. Ngerti?"

"Davie, kamu bakal nyesel loh," ucap Naura. Masih saja berusaha untuk menghasut Davie agar menjauh dari Ileana. "Dia beneran nggak cocok sama kamu. Kamu itu anak orang kaya. Masa nikah sama cewek kayak gitu sih? Nggak seimbang."

Davie mengepalkan kedua tangannya. Rasa sabar itu mendadak hilang. Apalagi ucapan Naura seakan merendahkan status sosial Ileana, wanita yang sangat dicintainya itu.

Tanpa banyak bicara, Davie menarik Naura dan memaksanya untuk keluar dari ruangan. Ia benar-benar tidak bisa memaafkan wanita itu. Padahal awalnya Davie sangat senang bisa bertemu dan mengobrol kembali dengan Naura. Tapi itu tidak lagi berlaku setelah Naura berkata tidak sopan seperti itu.

"Pergi kamu dari sini. Aku udah nggak mau lihat muka kamu lagi," usir Davie. "Dan satu lagi yang harus kamu ingat, Ra. Memang Ilea hanya dari kalangan orang biasa, tapi setidaknya dia nggak murahan yang mau sana-sini."

Davie menutup pintu dengan keras hingga membuat Naura sedikit terkejut. Wanita itu mencoba mengetuk pintu ruangan Davie lagi dan memohon untuk kembali masuk ke dalam. Tapi permintaannya tidak digubris oleh Davie sama sekali.

"Davie, buka dulu pintunya!"

Saat Naura memohon seperti itu, beberapa karyawan yang lewat pun tampak menatapnya dan terdengar bisikan kecil yang terdengar menyudutkan wanita itu. Karena merasa malu, Naura segera berlalu dari tempat itu sambil menghapus airmatanya.

Naura berjalan dengan cepat menuju parkiran mobil. Dan saat menuruni tangga keluar, secara tak sengaja ia menabrak bahu seseorang. Terdengar suara pekikan dari orang yang ditabrak.

"Awh!"

Naura menoleh ke arah orang tersebut. Ternyata orang yang ia tabrak adalah Ileana. Bibirnya menyeringai. "Oh, ternyata kamu toh."

Ileana berdiri sambil memegangi bahunya yang sedikit sakit. Ia menatap Naura. "Kamu cewek yang ada di ruangan Davie kan?"

"Iya, Pelakor."

Ileana melotot. Apa yang baru saja ia dengar? Pelakor? Ileana langsung bertanya, "Maksud kamu apa? Kenapa bilang pelakor? Emang siapa yang aku rebut, hah?"

"Siapa lagi kalau bukan Davie? Kamu pasti pakai pelet kan biar Davie kepincut sama cewek kayak kamu? Lihat aja tampilan kamu. Nggak menarik sama sekali. Kalau aku tawari temen cowokku yang lain, mungkin mereka bakal ketawa dan tinggalin kamu."

Ileana semakin bingung dengan ucapan wanita yang baru dikenalnya itu. "Sumpah ya, aku nggak ngerti kamu lagi ngoceh apa. Maksud dari omongan kamu aja aku nggak ngerti loh. Kamu pernah sekolah kan? Harusnya kamu tahu gimana cara ngomong sama orang yang baru dikenal."

"Menuduh seseorang sebagai pelakor tanpa bukti, bisa dipidanakan loh. Kamu mau aku pidanakan? Di sini ada saksi loh," lanjut Ileana.

Naura langsung melirik ke arah sekitar. Ada banyak mata yang sedang memperhatikan mereka, terutama dirinya. Ileana benar. Di sini ada banyak saksi dan dia menuduh Ileana sebagai pelakor karena dirinya tidak suka wanita itu berdekatan dengan Davie.

Naura melengos dan bergegas pergi dari hadapan Ileana tanpa mengucapkan kata maaf sedikitpun. Seketika ia mendapat sorakan dari karyawan lain yang berujung pada rasa malu dalam diri Naura.

"Sialan! Cewek itu bener-bener ganggu rencana aku. Padahal aku udah buang airmata supaya dapat simpati dari Davie," Naura mengumpat sambil menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu.

Ileana berjalan masuk ke dalam lobi dan tak sengaja ia berpapasan dengan Davie. Ini saat yang tepat baginya untuk meminta penjelasan pada pria itu mengenai ucapan Naura. Dihadangnya langkah Davie sambil merentangkan kedua tangannya. Tatapannya sudah sangat tajam.

"Ada apa? Kamu kangen ya sama aku?"

Ileana mendecih. Kedua tangannya sudah terlipat di atas perut. "Nggak usah kepedean. Aku mau minta penjelasan sama kamu tentang cewek tadi."

"Naura?"

"Siapapun namanya, aku nggak peduli," ucap Ileana dengan lantang. "Yang jelas dia udah tuduh aku sebagai pelakor. Kamu bilang apa ke dia tentang aku? Pasti kamu kan yang udah bikin jelek nama baik aku?"

Davie menaikkan salah satu alisnya. Merasa heran dengan yang diceritakan oleh Ileana. "Pelakor?"

"Iya. Pe-la-kor." Ileana mengeja kata tersebut agar Davie memahaminya.

"Tapi aku nggak ada bahas apapun sama Naura tentang kamu. Kenapa dia sebut kamu pelakor ya? Aku beneran nggak ada ngomong gitu ke dia."

Ileana memutar bola matanya. Merasa lelah menghadapi pria itu. Tanggapan Davie benar-benar membuatnya kesal. "Kalau kamu nggak ada bilang apa-apa, kenapa dia sampai katain aku pelakor? Udah deh nggak usah banyak alasan. Akui aja kalau emang kamu yang fitnah aku."

"Ilea, aku beneran nggak ada fitnah kamu. Ini cuma salah paham," ucap Davie sambil memegang kedua pundah Ileana.

Wanita itu menepis tangan Davie, kemudian berlalu begitu saja dengan perasaan kesal. Davie berusaha mengejar, namun panggilan dari seseorang yang sejak tadi menunggunya di lobi pun membuat langkahnya terhenti. Dengan sangat terpaksa, Davie harus menemui orang tersebut. Dan mungkin setelah ini, Davie akan menemui Ileana untuk menjelaskan semuanya.

***

Setelah selesai berbincang dengan tamunya, Davie bergegas menemui Ileana di ruang engineering Sekilas ia melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Sudah waktunya untuk makan siang. Ini kesempatan bagus bagi Davie untuk mengajak Ileana mengobrol lebih banyak.

Davie membuka salah satu pintu untuk mencari keberadaan Ileana. Tapi ia tidak menemukan wanita itu. Hanya ada Jian beserta rekan yang lainnya.

"Loh? Pak Davie? Ada apa, Pak?" tanya Jian saat menghampiri Davie.

"Jian, kamu lihat Ilea?"

Jian mengernyit. "Enggak, Pak. Dari tadi nggak ada masuk ke sini. Ini lagi saya tungguin buat makan siang bareng. Ada apa ya, Pak?"

"Oh, nggak ada apa-apa. Cuma ada perlu aja," jawab Davie. "Makasih ya. Silakan dilanjut istirahatnya."

Jian mengangguk diiringi senyuman. "Baik, Pak."

Davie bergegas pergi dari tempat itu untuk mencari keberadaan Ileana. Kemana perginya wanita itu? Jelas sekali Davie melihatnya pergi menuju ruangan engineering. Tapi saat dicari, ternyata tidak ada di sana.

"Jangan-jangan dia pulang waktu aku lagi sibuk ngobrol sama Pak Tara tadi," gumam Davie.

Pria itu mengambil ponsel yang ada di saku celana, kemudian memanggil nomor Ileana. Tapi sayang, nomor Ileana justru tidak aktif. Davie merasa putus asa. Apa yang sudah dilakukan oleh Naura? Mengapa wanita itu mengatai Ileana sebagai pelakor?

"Pak Davie."

Davie sedikit terkejut lalu menoleh ke belakang. Ternyata salah satu pihak keamanan yang memanggilnya. "Ada apa, Pak Jono?"

"Bapak lagi cari Mbak Ilea?"

Davie mengangguk antusias. "Iya, Pak. Bapak tahu dia dimana?"

"Tadi saya lihat Mbak Ilea naik lift ke lantai paling atas, Pak. Dia duduk di balkon. Kayaknya lagi murung, Pak. Mau saya samperin, takutnya Mbak Ilea marah," ucap Jono.

"Oh, ya udah, biar saya aja yang samperin. Makasih ya infonya, Pak."

Jono mengangguk. "Iya, sama-sama, Pak."

Davie bergegas masuk ke dalam lift menuju lantai paling atas kantor tersebut. Ia takut Ileana melakukan hal yang mengerikan karena masalah ini. Ia harus bisa menenangkan wanita itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maria Madhury
semangat minta maafnya davie...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status