Davie tiba di lantai paling atas, membuka pintu menuju balkon kantor. Tampak Ileana sedang melamun di sana. Perlahan, Davie mendekati wanita yang saat ini berusia 27 tahun itu dengan perasaan yang campur-aduk. Baru kali ini, ia melihat Ileana sesedih itu sampai harus menyendiri di balkon kantor.
Davie berdiri tepat di belakang Ileana. Sedikit dehaman mampu menarik perhatian Ileana. Wanita itu menoleh ke belakang. Kedua matanya melotot karena terkejut dengan kehadiran Davie."Kamu ngapain ke sini?" tanya Ileana ketus."Aku cuma mau ngajak makan siang sambil ngobrol soal tadi. Aku bisa jelasin semuanya. Ini cuma salah paham."Ileana mendecih diiringi senyuman tipis. "Nggak perlu dijelasin. Semuanya udah jelas. Cewek itu nggak mungkin katain aku pelakor kalau nggak ada sebabnya. Kalau salah, ngaku aja salah. Nggak perlu ngeles.""Ilea, aku serius. Aku nggak ada bilang apa-apa ke dia, kecuali...."Ileana mengernyit saat Davie menghentikan kalimatnya. "Kecuali apa, hah?""Kecuali... aku bilang kalau kamu pacar aku," ucap Davie. "Tapi tujuannya supaya dia pergi dari ruangan aku. Dia itu mantan pacar aku waktu SMA dan udah menikah. Dia datang cuma mau curhat masalah suaminya yang kasar, tapi dia malah peluk-peluk aku terus cemburu waktu aku cium kamu. Makanya aku terpaksa ngomong gitu."Ileana mendesah pelan. Tidak menyangka pria itu akan berkata bohong pada mantan kekasihnya. Sampai akhirnya, Ileana menjadi sasaran kemarahan Naura. "Maaf ya. Apapun alasan kamu, harusnya kamu nggak libatin aku. Itu masalah kamu sama dia. Aku beneran nggak suka sama cara kamu," ucapnya."Iya, aku tahu itu salah. Aku minta maaf," kata Davie sambil menunduk."Apa? Minta maaf?"Davie mengangguk. "Iya. Aku minta maaf.""Kamu pikir, dengan kata maaf, semuanya bakalan beres? Enggak semudah itu. Gara-gara kelakuan mantan kamu, semua karyawan di sini jadi berburuk sangka sama aku. Nama baik aku jadi hancur cuma karena ucapan bodoh mantan kamu itu.""Ya terus, aku harus apa?" tanya Davie bingung sambil menatap Ileana. "Aku juga nggak tahu kalau kejadiannya bakal kayak gini."Ileana kembali mendecih. "Makanya, lain kali sebelum ngomong itu dipikir dulu resikonya apa. Jangan asal aja. Kamu lihat sekarang. Karyawan cewek di sini pada lihatin aku pakai sebelah mata. Apalagi mereka semua suka sama kamu. Terus aku dicap sebagai pelakor.""Jadi, mau kamu gimana?"Ileana menaikkan kedua bahunya seraya berkata, "Ya kamu pikir aja sendiri. Yang penting nama baik aku bisa balik lagi kayak semula. Kalau kamu berhasil, aku bakal maafin kamu."Ileana beranjak pergi dari hadapan Davie. Davie pun segera mengekori Ileana sampai mereka berdua berada dalam lift. Hanya mereka berdua. Entah kenapa, jantung Davie berdetak lebih kencang saat dirinya berada di dekat Ileana. Ia benar-benar mencintai wanita itu."Ilea."Saat Ileana menoleh, Davie langsung mendekat hingga membuat Ileana terpaksa mundur ke belakang. Perasaan Ileana mulai tidak karuan. Wanita itu takut terjadi sesuatu karena mereka hanya berdua di dalam lift.Ileana semakin mundur dan mulai terpojok di sudut lift. Di depannya sudah ada Davie dalam jarak yang begitu dekat. Bahkan hembusan napas Davie juga menerpa wajah cantik Ileana."Jangan macam-macam kamu," ucap Ileana mengingatkan.Davie tersenyum sambil memiringkan sedikit kepalanya ke arah kiri, lalu mencium sudut bibir tipis milik Ileana tanpa izin. Ileana melotot karena terkejut. Seketika tubuhnya membeku, tidak berdaya. Ciuman itu hanya sekilas saja, namun mampu membuat Ileana tak bisa berkutik."Maaf, Ilea. Aku nggak bisa kontrol perasaan aku sendiri. Aku beneran cinta sama kamu. Aku rela ngelakuin apapun, asalkan kamu mau terima aku jadi pacar kamu," ucap Davie dengan suara yang begitu lembut.Ileana tidak menanggapi. Ia masih terdiam sambil menunggu lift tersebut sampai ke lantai dasar. Ingin marah, namun Ileana masih sedikit syok dengan perlakuan Davie. Itu adalah ciuman pertamanya. Selama bertahun-tahun ia menjaga diri dari beberapa pria kurang ajar dan sekarang Davie dengan mudahnya mengambil ciuman pertama itu. Anehnya, Ileana tidak mampu mendorong Davie untuk menjauh darinya. Padahal biasanya, ia jauh lebih galak kepada pria lain."Ilea, aku mohon. Terima aku sebagai pacar kamu. Aku janji bakal jadi pacar yang baik buat kamu," lanjut Davie.Saat Davie menunggu jawaban dari Ileana, pintu lift sudah terbuka. Sebelum dilihat orang lain, Ileana memberanikan diri untuk mendorong tubuh Davie agar menjauh darinya. Posisi mereka tadi sangat intim dan mampu membuat siapa saja yang melihatnya akan berpikir negatif.Davie terlihat sedih karena cintanya belum dibalas oleh Ileana. Ia memutuskan masuk ke dalam ruangannya untuk merenung di sana. Diraihnya sebuah foto yang ia letakkan di atas meja kerja. Sambil duduk di kursi, Davie berbicara sendiri pada foto tersebut."Mam, kenapa susah banget dapetin cewek yang aku suka? Cewek itu mirip banget sama Mama. Senyumnya, matanya. Semuanya sama persis kayak Mama," ucap Davie dengan airmata yang sudah mengalir di pipinya. "Kalau Mama lihat dia, pasti Mama bakalan sayang juga sama dia."Annisa Handaru adalah ibu kandung Davie yang telah meninggal 13 tahun lalu. Saat itu usia Davie masih 17 tahun. Annisa ditemukan meninggal di kamarnya dalam kondisi yang cukup mengenaskan. Ada beberapa luka tusuk di bagian dada dan perut Annisa. Ibunya menjadi korban pembunuhan. Tapi sampai detik ini, pelaku tak kunjung ditemukan oleh pihak kepolisian. Kasusnya masih berjalan hingga detik ini.Davie sempat bersumpah, siapapun pelakunya, harus Davie sendiri yang memberi hukumannya. Ia sangat marah saat itu. Apalagi posisi Davie saat itu tidak berada di rumah. Ia sedang berada di sekolah bahkan sedang ujian. Davie tidak menyangka ada orang yang tega membunuh Ibunya tanpa sebab.Davie menghapus airmatanya. Mengingat kejadian itu membuat hatinya merasa sakit. Jika Ibunya meninggal karena sakit, mungkin Davie masih bisa ikhlas. Tapi pada kenyataannya, Annisa meninggal karena dibunuh. Sampai kapanpun Davie tidak akan bisa mengikhlaskannya."Mam, maafin aku karena belum bisa cari tahu siapa pelakunya. Aku janji bakal terus cari dia sampai ketemu, Mam."Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Davie dengan cepat merapikan dirinya dan menghapus sisa-sisa airmata di pipi. Ia tidak ingin siapapun melihatnya menangis."Masuk."Pintu dibuka dari luar dan muncullah Ileana di sana. Davie langsung berdiri dari kursinya dengan senyum sumringah. Ia berharap, Ileana akan membalas pernyataan cintanya tadi."Ilea.""Aku ke sini cuma mau tepatin janji," ucap Ileana tanpa basa-basi. "Sebelumnya aku udah janji mau makan siang bareng kamu. Setelah itu, aku minta sama kamu buat jauhi aku. Jangan pernah dekat-dekat aku lagi."Davie merasa sedih mendengar hal itu. Lebih baik dirinya tidak makan siang bersama daripada harus menjauhi wanita itu untuk selamanya. "Ilea, aku nggak bisa jauh dari kamu. Aku nggak masalah kalau kamu nggak terima cinta aku. Tapi aku mohon, jangan minta aku buat jauh dari kamu. Aku beneran nggak bisa."Wajah Davie tampak memelas, membuat hati kecil Ileana seakan iba. Ileana juga memperhatikan kelopak mata Davie yang sedikit sembab. Mungkinkah pria itu baru saja menangis? Pikir Ileana."Ck!" Ileana mendecak. Ia sangat membenci hal ini. Dirinya memang masih memiliki rasa iba pada orang lain, meskipun banyak yang mengatakan bahwa dirinya wanita tercuek. "Terserah kamu aja deh. Capek ngasih tahu kamu."Davie kembali tersenyum. "Makasih, Ilea.""Hhh! Ini jadi makan siang nggak? Aku laper. Kalau nggak jadi, biar aku ke kantin sendirian," ucap Ileana dengan nada cueknya."Jadi dong. Ayo," ajak Davie.Ileana berjalan menuju ruang engineering. Wanita itu baru saja selesai makan siang bersama Davie. Davie berniat mengantarnya sampai ke ruang engineering, namun Ileana menolak dengan tegas agar pria itu tidak memaksa. Di sepanjang lorong menuju ruang engineering, terlihat beberapa karyawan saling memberi tatapan aneh pada Ileana. Awalnya, Ileana hanya diam dan mengabaikan mereka. Tapi lama kelamaan, tatapan itu berubah menjadi sebuah sindiran pedas untuknya, terutama di kalangan karyawan wanita.Tatapan menelisik serta sindiran yang diberikan membuat telinga Ileana semakin panas. Kedua tangannya sudah mengepal karena kesal. Tapi masih berusaha untuk mengabaikan mereka. Hingga tiba saatnya ia dihalangi oleh dua orang wanita. Padahal Ileana hampir tiba di depan ruang engineering.Dengan sangat terpaksa, Ileana berhenti dan menatap dua wanita berjas hitam itu. Ditatapnya mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ileana dengan gaya tomboynya itu terlihat memberi tatapan menantang sambil m
Ileana izin pulang lebih cepat dari biasanya karena kepalanya terasa pusing. Cukup lama ia menangis di ruang engineering setelah rumor itu beredar. Bahkan Ileana tidak fokus pada pekerjaannya untuk kali ini. Untung saja, kepala ruang engineering memberinya izin untuk pulang lebih awal dan mengerti kondisi Ileana saat ini. Jian ditugaskan untuk mengantar Ileana pulang, namun wanita itu menolak dan tidak ingin merepotkan Jian. Jian pun tidak bisa memaksa. Hanya saja, Jian tetap mengantarkan Ileana sampai ke lobi kantor untuk menjaga Ileana dari cemoohan para karyawan di sana.Saat melewati ruangan Davie, Ileana hanya melirik sekilas ketika pintu ruangan itu dibuka oleh seseorang dari dalam. Ileana mempercepat langkahnya dan Jian pun mengikuti langkah cepat wanita itu. Belum jauh Ileana melangkah, namanya sudah disebut dari arah belakang."Ilea, tunggu!"Ileana masih tetap melangkah, namun Jian menahan lengannya. "Ilea, nggak boleh gitu. Lo dipanggil sama Pak Davie," bisik Jian."Ileana.
Pagi ini, Ileana terlihat menata beberapa makanan yang baru selesai ia masak. Nisaka sudah duduk tenang di meja makan, menunggu Kakeknya yang masih bersiap di kamar. Ileana memberikan segelas susu pada Nisaka lalu menaruh nasi serta ayam goreng dan sayur di atas piring keponakannya itu. Bekal makan siang juga disiapkan untuk Nisaka. Ileana tidak ingin Nisaka jajan sembarangan di sekolah. Ia hanya ingin menjaga amanah dari mendiang Yoanna."Kamu mau Tante anterin ke sekolah?" tanya Ileana pada Nisaka.Sambil mengunyah ayam goreng, Nisaka menjawab, "Mau, Tante. Tapi nanti Tante telat kerjanya. Nisa nggak mau Tante dimarahi sama atasan Tante."Ileana tersenyum. Diusapnya rambut Nisaka yang sudah diikat rapi. Tidak terasa, keponakannya itu sudah beranjak remaja dan sudah mengerti bagaimana repotnya Ileana mengurus Nisaka serta pekerjaannya di perusahaan besar itu."Nggak masalah, Nisa. Tante juga khawatir kalau kamu pergi sendirian. Sekarang kan jaman penculikan," ujar Ileana tetap diirin
Davie terlihat begitu lesu pagi ini. Wajah cerianya tidak terlihat sama sekali. Yang ada hanya wajah pucat saja. Dan semua perubahan itu dilihat jelas oleh Ileana yang kebetulan berpapasan dengan Davie. Ileana yang terbiasa melihat keceriaan Davie pun merasa aneh dengan perubahan itu. Ingin menyapa, namun Ileana terlalu gengsi.Ileana memutuskan untuk melewati pria itu. Tidak ingin bertanya apapun. Tapi tangannya ditahan dengan cepat oleh Davie. Ternyata Davie sudah menyadari kehadiran Ileana. Pria itu sangat menandai wangi parfum yang digunakan Ileana."Jangan pergi."Ileana menoleh dan menatap mata Davie yang terlihat sembab. Sejak tadi, ia tidak menyadari mata sembab itu. Ileana mulai menerka apa yang sedang terjadi pada Davie. Ia teringat akan ucapan kasarnya berapa hari yang lalu. Mungkinkah itu penyebabnya? Ileana juga belum yakin dengan dugaannya."Aku mohon, jangan pergi."Kini, Davie memeluk Ileana sambil menangis terisak. Ileana menjadi tidak tega pada Davie. "Aku antar ke r
Saat memasuki jam makan siang, Davie berencana akan makan di kantin. Pria itu berjalan dengan santai menuju kantin perusahaan. Davie menghampiri salah satu etalase penjual soto ayam. Ia memesan untuk satu porsi beserta minuman untuk dirinya sendiri. Sebelum ke kantin, Davie sempat mengirim pesan singkat pada Ileana dan mengajaknya makan siang bersama. Tapi sayang, wanita itu menolaknya. Davie mengerti maksud dari penolakan Ileana tadi. Ia juga tidak bisa memaksakan keinginannya.Sembari menunggu hidangan datang, Davie melihat ponselnya dan duduk di sudut kantin yang dekat dengan jendela. Ada beberapa pesan singkat dari teman-teman lamanya yang mengajaknya untuk ikut dalam acara reuni SMA. Selain melalui pesan singkat, pengumuman acara reuni itu juga ada di grup alumni SMAnya. Davie membaca satu per satu isi pesan yang ada dalam grup tersebut. Banyak yang menyetujui dan ikut berpartisipasi dalam acara reuni yang akan berlangsung minggu depan."Hhh!" Davie menghela napas berat. Hatinya
Pukul 20.00 malam, Davie tiba di halaman rumah Ileana sambil membawa martabak untuk calon mertuanya. Sebelum turun dari mobil, Davie memperbaiki bentuk rambut dan merapikan jaket hitam garis putih yang ada di tubuhnya. Setelah semuanya dipastikan rapi, barulah Davie turun dari mobil. Ia melangkah menuju teras rumah tersebut dengan penuh keyakinan. Berharap, Ileana akan terkejut dengan kehadirannya. Tapi sayangnya, yang terkejut bukanlah Ileana, melainkan Davie sendiri.Davie mendengar percakapan dua orang pria yang tengah membicarakan soal perjodohan Ileana dengan pria lain. Tentu hal itu membuat Davie syok. Merasa tidak terima jika wanita yang dicintainya menikah dengan pria lain. Davie tidak siap menerima itu semua.Davie terus mendengarkan percakapan itu, sampai tidak sadar ada Nisaka di dekatnya. Nisaka menepuk tangan Davie sebanyak dua kali. Seketika Davie terkejut dan hampir berteriak. Untungnya Nisaka langsung memberi isyarat pada Davie untuk tidak berisik. Nisaka menarik paksa
Setelah berbincang cukup lama dengan Ikhwan, Davie pun mohon izin untuk pulang karena hari sudah malam. Davie menyalami Ikhwan dengan sopan dan pamit. Ikhwan pun meminta Ileana untuk mengantarkan Davie sampai ke halaman rumah. Sementara Nisaka sudah terlelap di kamar sejak tadi. Davie melarang Ikhwan untuk membangunkan Nisaka karena kasihan jika harus mengganggu tidur gadis itu.Davie berjalan mendekati mobil, diikuti Ileana dari belakang. Ileana masih bersidekap sambil memasang wajah kesal. Apalagi setelah mendengar pembicaraan Davie dengan Ikhwan yang terbilang serius tentang hubungan pura-pura yang dikarang oleh Davie."Kamu tuh ngapain sih pakai ngaku jadi pacar aku?" tanya Ileana dengan nada kesal.Davie menatap Ileana dengan satu alis yang naik ke atas. Setelah itu, ia tersenyum. "Aku ngelakuin ini demi kamu.""Apa maksud kamu?Davie mengajak Ileana untuk duduk di kursi yang sempat ia duduki bersama Nisaka. Ileana hanya menurut dan tetap memasang wajah kesal. "Tadi waktu aku dat
Sepulang kerja, Davie benar-benar mengajak Ileana untuk berkunjung ke rumah Emma, sahabat baik Annisa. Davie masih ingat alamat rumah Emma. Mereka pergi ke rumah Emma membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari perusahaan milik Ayahnya Davie. Ditambah lagi jalanan yang cukup padat sore ini. Sehingga membuat mereka sempat terjebak cukup lama di jalan. Dan setelah terjebak selama kurang lebih 10 menit, akhirnya Davie dan Ileana bisa melanjutkan perjalanan.Setelah mobil berhenti di depan rumah Emma, Davie dan Ileana turun bersamaan. Suasana rumah Emma cukup sepi. Davie menjadi ragu untuk masuk. Mungkin saja Emma sedang tidak berada di rumah. Sudah lama sekali Davie tidak berkunjung ke rumah sahabat lama mendiang Ibunya itu.Davie berjalan lebih dulu memasuki pekarangan rumah Emma, sementara Ileana berjalan di belakang Davie. Pria itu mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali. Sampai akhirnya ada satu wanita paruh baya muncul dari balik pintu yang sedang terbuka itu."Halo, Tante," Davie m