Share

4. Membujuk

Davie tiba di lantai paling atas, membuka pintu menuju balkon kantor. Tampak Ileana sedang melamun di sana. Perlahan, Davie mendekati wanita yang saat ini berusia 27 tahun itu dengan perasaan yang campur-aduk. Baru kali ini, ia melihat Ileana sesedih itu sampai harus menyendiri di balkon kantor.

Davie berdiri tepat di belakang Ileana. Sedikit dehaman mampu menarik perhatian Ileana. Wanita itu menoleh ke belakang. Kedua matanya melotot karena terkejut dengan kehadiran Davie.

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Ileana ketus.

"Aku cuma mau ngajak makan siang sambil ngobrol soal tadi. Aku bisa jelasin semuanya. Ini cuma salah paham."

Ileana mendecih diiringi senyuman tipis. "Nggak perlu dijelasin. Semuanya udah jelas. Cewek itu nggak mungkin katain aku pelakor kalau nggak ada sebabnya. Kalau salah, ngaku aja salah. Nggak perlu ngeles."

"Ilea, aku serius. Aku nggak ada bilang apa-apa ke dia, kecuali...."

Ileana mengernyit saat Davie menghentikan kalimatnya. "Kecuali apa, hah?"

"Kecuali... aku bilang kalau kamu pacar aku," ucap Davie. "Tapi tujuannya supaya dia pergi dari ruangan aku. Dia itu mantan pacar aku waktu SMA dan udah menikah. Dia datang cuma mau curhat masalah suaminya yang kasar, tapi dia malah peluk-peluk aku terus cemburu waktu aku cium kamu. Makanya aku terpaksa ngomong gitu."

Ileana mendesah pelan. Tidak menyangka pria itu akan berkata bohong pada mantan kekasihnya. Sampai akhirnya, Ileana menjadi sasaran kemarahan Naura. "Maaf ya. Apapun alasan kamu, harusnya kamu nggak libatin aku. Itu masalah kamu sama dia. Aku beneran nggak suka sama cara kamu," ucapnya.

"Iya, aku tahu itu salah. Aku minta maaf," kata Davie sambil menunduk.

"Apa? Minta maaf?"

Davie mengangguk. "Iya. Aku minta maaf."

"Kamu pikir, dengan kata maaf, semuanya bakalan beres? Enggak semudah itu. Gara-gara kelakuan mantan kamu, semua karyawan di sini jadi berburuk sangka sama aku. Nama baik aku jadi hancur cuma karena ucapan bodoh mantan kamu itu."

"Ya terus, aku harus apa?" tanya Davie bingung sambil menatap Ileana. "Aku juga nggak tahu kalau kejadiannya bakal kayak gini."

Ileana kembali mendecih. "Makanya, lain kali sebelum ngomong itu dipikir dulu resikonya apa. Jangan asal aja. Kamu lihat sekarang. Karyawan cewek di sini pada lihatin aku pakai sebelah mata. Apalagi mereka semua suka sama kamu. Terus aku dicap sebagai pelakor."

"Jadi, mau kamu gimana?"

Ileana menaikkan kedua bahunya seraya berkata, "Ya kamu pikir aja sendiri. Yang penting nama baik aku bisa balik lagi kayak semula. Kalau kamu berhasil, aku bakal maafin kamu."

Ileana beranjak pergi dari hadapan Davie. Davie pun segera mengekori Ileana sampai mereka berdua berada dalam lift. Hanya mereka berdua. Entah kenapa, jantung Davie berdetak lebih kencang saat dirinya berada di dekat Ileana. Ia benar-benar mencintai wanita itu.

"Ilea."

Saat Ileana menoleh, Davie langsung mendekat hingga membuat Ileana terpaksa mundur ke belakang. Perasaan Ileana mulai tidak karuan. Wanita itu takut terjadi sesuatu karena mereka hanya berdua di dalam lift.

Ileana semakin mundur dan mulai terpojok di sudut lift. Di depannya sudah ada Davie dalam jarak yang begitu dekat. Bahkan hembusan napas Davie juga menerpa wajah cantik Ileana.

"Jangan macam-macam kamu," ucap Ileana mengingatkan.

Davie tersenyum sambil memiringkan sedikit kepalanya ke arah kiri, lalu mencium sudut bibir tipis milik Ileana tanpa izin. Ileana melotot karena terkejut. Seketika tubuhnya membeku, tidak berdaya. Ciuman itu hanya sekilas saja, namun mampu membuat Ileana tak bisa berkutik.

"Maaf, Ilea. Aku nggak bisa kontrol perasaan aku sendiri. Aku beneran cinta sama kamu. Aku rela ngelakuin apapun, asalkan kamu mau terima aku jadi pacar kamu," ucap Davie dengan suara yang begitu lembut.

Ileana tidak menanggapi. Ia masih terdiam sambil menunggu lift tersebut sampai ke lantai dasar. Ingin marah, namun Ileana masih sedikit syok dengan perlakuan Davie. Itu adalah ciuman pertamanya. Selama bertahun-tahun ia menjaga diri dari beberapa pria kurang ajar dan sekarang Davie dengan mudahnya mengambil ciuman pertama itu. Anehnya, Ileana tidak mampu mendorong Davie untuk menjauh darinya. Padahal biasanya, ia jauh lebih galak kepada pria lain.

"Ilea, aku mohon. Terima aku sebagai pacar kamu. Aku janji bakal jadi pacar yang baik buat kamu," lanjut Davie.

Saat Davie menunggu jawaban dari Ileana, pintu lift sudah terbuka. Sebelum dilihat orang lain, Ileana memberanikan diri untuk mendorong tubuh Davie agar menjauh darinya. Posisi mereka tadi sangat intim dan mampu membuat siapa saja yang melihatnya akan berpikir negatif.

Davie terlihat sedih karena cintanya belum dibalas oleh Ileana. Ia memutuskan masuk ke dalam ruangannya untuk merenung di sana. Diraihnya sebuah foto yang ia letakkan di atas meja kerja. Sambil duduk di kursi, Davie berbicara sendiri pada foto tersebut.

"Mam, kenapa susah banget dapetin cewek yang aku suka? Cewek itu mirip banget sama Mama. Senyumnya, matanya. Semuanya sama persis kayak Mama," ucap Davie dengan airmata yang sudah mengalir di pipinya. "Kalau Mama lihat dia, pasti Mama bakalan sayang juga sama dia."

Annisa Handaru adalah ibu kandung Davie yang telah meninggal 13 tahun lalu. Saat itu usia Davie masih 17 tahun. Annisa ditemukan meninggal di kamarnya dalam kondisi yang cukup mengenaskan. Ada beberapa luka tusuk di bagian dada dan perut Annisa. Ibunya menjadi korban pembunuhan. Tapi sampai detik ini, pelaku tak kunjung ditemukan oleh pihak kepolisian. Kasusnya masih berjalan hingga detik ini.

Davie sempat bersumpah, siapapun pelakunya, harus Davie sendiri yang memberi hukumannya. Ia sangat marah saat itu. Apalagi posisi Davie saat itu tidak berada di rumah. Ia sedang berada di sekolah bahkan sedang ujian. Davie tidak menyangka ada orang yang tega membunuh Ibunya tanpa sebab.

Davie menghapus airmatanya. Mengingat kejadian itu membuat hatinya merasa sakit. Jika Ibunya meninggal karena sakit, mungkin Davie masih bisa ikhlas. Tapi pada kenyataannya, Annisa meninggal karena dibunuh. Sampai kapanpun Davie tidak akan bisa mengikhlaskannya.

"Mam, maafin aku karena belum bisa cari tahu siapa pelakunya. Aku janji bakal terus cari dia sampai ketemu, Mam."

Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Davie dengan cepat merapikan dirinya dan menghapus sisa-sisa airmata di pipi. Ia tidak ingin siapapun melihatnya menangis.

"Masuk."

Pintu dibuka dari luar dan muncullah Ileana di sana. Davie langsung berdiri dari kursinya dengan senyum sumringah. Ia berharap, Ileana akan membalas pernyataan cintanya tadi.

"Ilea."

"Aku ke sini cuma mau tepatin janji," ucap Ileana tanpa basa-basi. "Sebelumnya aku udah janji mau makan siang bareng kamu. Setelah itu, aku minta sama kamu buat jauhi aku. Jangan pernah dekat-dekat aku lagi."

Davie merasa sedih mendengar hal itu. Lebih baik dirinya tidak makan siang bersama daripada harus menjauhi wanita itu untuk selamanya. "Ilea, aku nggak bisa jauh dari kamu. Aku nggak masalah kalau kamu nggak terima cinta aku. Tapi aku mohon, jangan minta aku buat jauh dari kamu. Aku beneran nggak bisa."

Wajah Davie tampak memelas, membuat hati kecil Ileana seakan iba. Ileana juga memperhatikan kelopak mata Davie yang sedikit sembab. Mungkinkah pria itu baru saja menangis? Pikir Ileana.

"Ck!" Ileana mendecak. Ia sangat membenci hal ini. Dirinya memang masih memiliki rasa iba pada orang lain, meskipun banyak yang mengatakan bahwa dirinya wanita tercuek. "Terserah kamu aja deh. Capek ngasih tahu kamu."

Davie kembali tersenyum. "Makasih, Ilea."

"Hhh! Ini jadi makan siang nggak? Aku laper. Kalau nggak jadi, biar aku ke kantin sendirian," ucap Ileana dengan nada cueknya.

"Jadi dong. Ayo," ajak Davie.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status