Tepat pukul 18.00 sore, para tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya tersisa orang-orang yang akan membersihkan piring-piring kotor dan lain sebagainya.Davie dan Ileana masih berada di ruang tamu, mengobrol bersama Aldi, Diana dan Nisaka. Jian sendiri sudah pamit pulang sejak tadi karena ada urusan penting. Kedua pengantin baru itu masih mengenakan busana pengantin. Mereka tampak serasi sekali. Berulang kali Diana memuji kecantikan wajah Ileana yang jarang sekali tampil tanpa make up."Ilea, kamu cantik banget loh hari ini. Tante sampai nggak bisa kedip waktu lihat kamu tadi," ucap Diana."Ah, Tante bisa aja. Aku jadi malu, Tante."Semua yang ada di sana tertawa melihat reaksi Ileana. Yang paling keras tertawa yaitu Nisaka. Ileana sampai salah tingkah karena ditertawakan seperti itu."Dia tuh kalau dipuji emang kayak gitu, Tante," celetuk Davie. "Tadi aku juga puji dia karena dia cantik banget. Eh dianya malu. Kan gemes jadinya.""Mas, udah dong," rengek Ileana.Aldi
Pukul 05.20 pagi, Ileana terbangun dari tidur lelapnya. Ia menggeliat sebentar sambil meraba sisi kanan tempat tidur. Terasa dingin dan tidak ada siapapun di sana. Ileana memaksakan kedua matanya untuk terbuka, meskipun sangat berat sekali. Ileana berusaha untuk duduk sambil bersandar di tempat tidur. Tubuhnya terasa pegal sekali. Ia memijat pundaknya sendiri sambil memperhatikan ke sekitar kamar. Tidak ada siapapun di sana."Mas," panggil Ileana.Namun tidak ada sahutan sama sekali. Ileana mencoba untuk turun dari tempat tidur. Ia merasa heran dengan kepergian suaminya di pagi buta seperti ini. Wanita itu duduk di kursi rias sambil menatap ke cermin. Menyisir rambut panjang yang tergerai itu secara perlahan.Seketika, ia menyadari sesuatu. Ileana menatap pakaiannya saat ini dari pantulan cermin. Seingatnya, malam tadi, ia masih mengenakan handuk kimono dan Davie juga hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Mereka sudah terlalu lelah hanya untuk sekedar mengganti pakaian.
Saat jam makan siang, Aldi memutuskan untuk berkunjung ke rumah kakak kandungnya yang tak lain ada Ikhwan. Tujuannya berkunjung ke rumah itu hanya untuk menyampaikan perihal pernikahan Ileana dengan Davie. Sekaligus menyadarkan pria tua itu agar berhenti bersikap keras kepala dan segera memberi restu pada Ileana dan Davie.Mobil mewah yang Aldi gunakan pun sampai di pekarangan rumah Ikhwan. Setelah mematikan mesin, Aldi keluar dari mobil lalu mengunci pintunya secara otomatis. Aldi melihat ke sekeliling rumah. Rumah itu adalah rumah peninggalan mendiang orang tuanya dulu. Harusnya rumah dan tanah dibagi dua dengan Aldi, sesuai dengan ketentuan yang tertulis di surat wasiat dari mendiang orang tuanya.Tapi karena keserakahan Ikhwan, akhirnya Aldi harus bisa mengikhlaskan itu semua. Aldi tidak ingin bertengkar hanya karena harta warisan."Assalamu'alaikum."Beberapa detik kemudian, muncullah seseorang dari dalam rumah. "Wa'alaikumsalam."Aldi tersenyum saat Ikhwan menatapnya. Ia mengham
Selesai berkeliling dan makan siang, Davie dan Ileana pun bergegas pulang ke rumah Aldi dan Diana. Namun di tengah perjalanan, mendadak Ileana mengajak Davie untuk pergi ke rumah Ikhwan."Mas, kita ke rumah Ayah dulu yuk," ajak Ileana.Davie terkejut dan sempat menoleh sebentar untuk menatap istrinya. Setelah itu ia berkata, "Buat apa, Sayang? Yang ada kita malah diusir sama Ayah. Kan kita belum dapat restu.""Justru ini saat yang tepat buat minta restu dari Ayah, Mas. Kalau dia lihat kita udah nikah, pasti dia bakal restuin kita," ujar Ileana merasa percaya diri."Sayang, nggak semudah itu loh. Aku nggak yakin Ayah bakal kasih restu secepat itu. Mending kita pulang aja ya. Kasihan Nisa udah ketiduran tuh."Ileana menoleh ke belakang. Ternyata suaminya benar. Nisaka sudah memejamkan mata dengan kepala bersandar di kursi. Keponakannya itu tampak kelelahan karena sejak pagi ikut berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan.Ileana pun menatap suaminya kembali. "Sebentar aja, Mas. Aku janji ngga
Davie dan Ikhwan masih terlihat bersitegang. Satu sama lain tidak ingin melepaskan cengkraman masing-masing. Mereka tetap mempertahankan apa yang harus dipertahankan. Ikhwan mempertahankan sang anak agar tidak pergi bersama Davie. Sedangkan Davie mempertahankan sang istri dari rencana busuk ayah mertuanya itu.Masing-masing dari mereka tidak mau mengalah. Davie menatap lekat ke arah manik hitam milik Ikhwan. Begitu juga dengan Ikhwan. Sampai akhirnya, suara Ileana berhasil memecah keheningan."Ayah, udah dong. Lepasin tangan aku. Ini sakit, Yah," pinta Ileana. "Mau sekuat apapun Ayah paksa aku untuk nikah lagi sama yang lain, aku tetap nggak nolak. Aku udah jadi istri sah Mas Davie. Pernikahan kami sah dan tercatat di KUA. Jadi tolong, berhenti bersikap keras kepala kayak gini, Yah.""Alah! Sah apanya? Ayah nggak pernah kasih restu apapun kok. Ini jelas nggak sah."Ileana mendesah kasar. "Yah, aku tuh capek lihat sikap Ayah. Terlalu egois. Semuanya harus dituruti. Apa sih mau Ayah? Ay
Keesokan harinya, Davie sudah memasukkan koper berisi pakaian di dalam bagasi mobil. Semalam, Davie sudah berpamitan dengan Aldi dan Diana mengenai kepindahannya bersama Ileana dan Nisaka. Tak lupa pula Davie menyiapkan acara makan malam bersama dan memberikan beberapa bingkisan kepada Aldi dan Diana sebagai ucapan terima kasih.Semula, Diana tampak keberatan saat Davie dan Ileana memutuskan untuk pindah. Padahal Diana sangat senang tinggal bersama kedua pengantin baru itu. Tapi Aldi berusaha menasehati istrinya agar tidak memaksa Davie dan Ileana untuk tetap tinggal bersama mereka."Ma, mereka kan udah nikah. Wajar mereka mau tinggal di rumah sendiri. Nanti kan kita bisa main ke rumah mereka sesekali." Begitulah yang diucapkan Aldi semalam pada Diana.Kini, Davie kembali ke teras setelah menaruh koper di bagasi. Di teras sudah ada Diana, Ileana dan Nisaka. Sedangkan Aldi dan Alicia sudah berangkat pergi ke sekolah sejak 15 menit yang lalu."Tante, kami pamit ya. Makasih banyak karena
Tak terasa, mereka sudah sampai di sebuah perumahan yang cukup elit. Disitulah mereka akan menjalani kehidupan yang baru. Ileana bahkan takjub melihat perumahan tersebut. Semuanya tampak mewah dan besar. Ia tak mengira akan tinggal di kawasan elit seperti ini.Davie menghentikan mobilnya di depan rumah yang cukup besar untuk mereka bertiga. Davie turun dari mobil tanpa mematikan mesin, lalu mendekati pagar rumah dan membukanya. Setelah itu, ia kembali masuk ke mobil. Mobil kembali melaju menuju garasi yang cukup luas."Ayo, turun, Sayang," ajak Davie setelah dirinya mematikan mesin mobil.Ileana hanya mengangguk dan menuruti ucapan suaminya. Ia membuka pintu belakang untuk membangunkan Nisaka yang tertidur selama perjalanan."Nisa, ayo bangun. Kita udah sampai."Nisaka menggeliat sejenak, lalu membuka mata. Ia bergegas turun dari mobil sambil melihat ke sekitar. Matanya membesar melihat rumah yang super megah itu. Ada taman bermain yang luas, kolam renang, kolam ikan dan masih banyak
Davie masuk ke dalam rumah dengan raut wajah kesal. Hari yang harusnya bahagia justru berubah dalam sekejap mata karena kehadiran Braga. Davie tidak suka dengan pria itu. Ia tidak terima jika Braga benar-benar merebut Ileana.Ia duduk di sofa ruang tengah sambil menyandarkan kepalanya dan menutup mata. Helaan napas panjang terdengar berulang kali. Davie berusaha menetralkan amarahnya agar tidak berimbas pada Ileana dan Nisaka.Disaat bersamaan pula, Davie merasakan sebuah sentuhan hangat di dadanya. Ia membuka mata dan menoleh ke samping kiri. Sudah ada sang istri tercinta di sana. Tersenyum manis padanya hingga membuat Davie sedikit merasa tenang."Mas, jangan dibawa ke hati soal omongan cowok nggak waras itu ya. Aku nggak akan mungkin nikah sama dia. Aku udah punya kamu," ujar Ileana berusaha menenangkan.Davie tersenyum lalu mendekap erat tubuh Ileana. Diciumnya sekilas puncak kepala Ileana yang tertutupi hijab. Tangan kanannya mengusap perlahan punggung sang istri."Makasih ya, Sa