Ileana berjalan menuju ruang engineering. Wanita itu baru saja selesai makan siang bersama Davie. Davie berniat mengantarnya sampai ke ruang engineering, namun Ileana menolak dengan tegas agar pria itu tidak memaksa. Di sepanjang lorong menuju ruang engineering, terlihat beberapa karyawan saling memberi tatapan aneh pada Ileana. Awalnya, Ileana hanya diam dan mengabaikan mereka. Tapi lama kelamaan, tatapan itu berubah menjadi sebuah sindiran pedas untuknya, terutama di kalangan karyawan wanita.
Tatapan menelisik serta sindiran yang diberikan membuat telinga Ileana semakin panas. Kedua tangannya sudah mengepal karena kesal. Tapi masih berusaha untuk mengabaikan mereka. Hingga tiba saatnya ia dihalangi oleh dua orang wanita. Padahal Ileana hampir tiba di depan ruang engineering.Dengan sangat terpaksa, Ileana berhenti dan menatap dua wanita berjas hitam itu. Ditatapnya mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ileana dengan gaya tomboynya itu terlihat memberi tatapan menantang sambil mengunyah permen karet di mulutnya. Itu sudah menjadi kebiasaan Ileana selama ini."Heh, Ilea, kamu tuh ngaca dong!" Salah satu wanita mulai berbicara sambil menunjuk wajah Ileana, "Kamu itu nggak usah kecentilan sama Pak Davie deh. Nggak cocok. Kamu cocoknya sama anak-anak produksi yang dekil dan bau oli. Nggak pantes banget cewek oli kayak kamu jalan sama Pak Davie yang super duper wangi, ganteng dan kaya raya.""Iya bener. Kamu lebih cocok jadi pembantunya sih," sahut wanita satunya.Ileana menyeringai sambil mendecih. Sudah ia duga, kabar burung itu akan segera menyebar, meskipun dirinya hanya sekadar makan siang dengan Davie. Ileana akui, dirinya memang tidak pantas untuk pria itu dan Ileana memang tidak menyukai Davie. Dari awal ia masuk ke perusahaan itu, Davie-lah yang selalu mengejarnya. Padahal Ileana sudah berulang kali menolak. Tapi perasaan memang tidak bisa dipaksa harus menghilang dalam waktu singkat.Jika memang Davie benar-benar menyukainya, haruskah Ileana memaksa pria itu untuk membencinya? Tentu tidak semudah yang dibayangkan. Cinta itu adalah anugerah yang tumbuh dalam hati manusia. Murni tanpa adanya unsur kesengajaan. Jadi, Ileana tidak bisa menghilangkan rasa itu dari hati Davie begitu saja. Biarkan Davie yang melakukannya sendiri tanpa paksaan siapapun."Heh, jangan diam aja kamu!" Wanita yang pertama kali berbicara pada Ileana, tiba-tiba saja mendorong tubuh Ileana. Untung saja tubuh Ileana masih bisa berdiri dengan seimbang.Ileana membersihkan kedua bahunya yang tersentuh oleh wanita itu. Menyindir dengan cara halus. "Maaf ya, cewek-cewek yang bersih dan wangi. Aku emang kelihatan kotor di mata kalian. Tapi di mata orang yang tepat, aku bakal kelihatan bersih. Permisi."Ileana berjalan di tengah dua wanita itu dan sengaja menyenggol mereka untuk menyingkir. Segala umpatan dan cacian pun Ileana dengan dari dua wanita itu, namun ia tetap mengabaikannya. Ileana membuka pintu ruang engineering, setelah itu menutupnya dengan keras. Sampai Jian yang sedang bermain game terkejut dan hampir menjatuhkan ponsel di tangannya."Buset dah!" Jian mengumpat sambil mengelus dada. Ditatapnya Ileana yang sudah duduk di hadapannya dengan wajah masam. "Lo kalau nutup pintu pelan dikit dong. Gue sampai kaget kayak gini. Untung jantung gue masih sehat.""Berisik.""Dih, kok lo yang sewot? Harusnya gue yang sewot," protes Jian tidak terima.Ileana hanya mendengus lalu menangkupkan wajahnya di atas meja. Bahunya mulai bergetar karena saat ini Ileana sedang menangis. Biasanya ia akan tahan dengan segala cacian orang. Tapi tidak untuk kali ini. Ileana seakan lelah dengan kehidupannya yang begitu rumit dan terlalu banyak tekanan di sekelilingnya.Jian yang menyadari Ileana menangis pun langsung meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap Ileana yang masih menutupi wajahnya di atas meja. Jian mencoba menggoyangkan lengan Ileana sambil bertanya, "Ilea, lo kenapa? Kok nangis?"Ileana hanya menggeleng sambil tetap menangis. Isakan tangisnya terdengar begitu pilu di telinga Jian. Pria yang sudah lama mengenal Ileana itupun merasa iba dan berusaha untuk mengerti."Kalau lo ada masalah, cerita aja sama gue. Jangan dipendam sendirian," ucap Jian.Karena tidak mendapatkan respon apapun, Jian memilih diam dan melihat ponselnya. Ia masih tetap berada di sana untuk menemani Ileana meskipun harus mendengar isakan tangis Ileana.Jian membuka akun sosial medianya dan terkejut melihat berita mengenai Ileana yang berkencan dengan Davie menyebar di salah satu grup W******p. Jadi, perusahaan itu memiliki sebuah grup W******p untuk memberikan informasi penting seputar perusahaan serta memberikan laporan secara online jika memang ketua dari perusahaan itu berhalangan hadir.Dan saat ini, Jian tengah membaca kabar burung yang sudah menyebar di grup tersebut. Jian menatap ke arah Ileana yang masih menangis dan mulai menyadari apa yang terjadi pada wanita itu. Jian yang kesal lantas menggenggam erat ponselnya, kemudian berjalan keluar dari ruangan itu. Ditemuinya salah satu wanita yang menyebarkan berita itu di W******p. Wanita itu bernama Tiara. Dia bekerja di bagian resepsionis.Jian menggebrak meja resepsionis hingga membuat Tiara terkejut setengah mati. Tiara menatap Jian dengan tajam. "Apa-apaan sih?! Bikin kaget aja!""Lo yang apa-apaan!" tunjuk Jian dengan tatapan tajamnya dan suara yang lantang. "Maksud lo apa nyebarin gosip murahan kayak gitu di grup perusahaan, hah?! Kalau mau menjatuhkan Ilea, jangan kayak gitu caranya! Murahan!""Kamu tuh....""Apa?!" tantang Jian saat Tiara ingin melawannya. "Lo pikir, gue takut sama lo, hah?! Gue nggak pernah takut sama siapapun di kantor ini, termasuk lo! Sekarang, lo hapus berita bodoh itu dan lo harus minta maaf sama Ilea di depan semua karyawan perusahaan ini! Kalau enggak, lo bakalan gue aduin ke Pak Davie dan lo bakal dipecat."Bukannya takut dengan ancaman Jian, Tiara justru mendecih sambil berdiri dengan tangan terlipat di atas perut. "Tanpa lo kasih tahu ke Pak Davie, dia juga udah tahu dan mungkin mulai sadar kalau si Ilea itu emang nggak pantes buat dia. Cewek kotor dan bau oli gitu berharap disukai sama pangeran tampan? Cih! Suruh dia ngaca dulu sebelum menghayal."Saat Jian ingin menanggapi ucapan Tiara, Davie muncul di hadapan Jian. Pria berparas tampan dan selalu mendapat perhatian dari para wanita itu langsung menatap Tiara dengan tatapan dingin dan mengerikan. Bahkan mampu membuat Tiara menunduk ketakutan."Saya udah baca isi berita nggak penting yang kamu sebarin di grup. Grup itu dibuat bukan untuk bergosip atau menyebar berita bohong. Grup itu dibuat bertujuan untuk memudahkan kalian mengirimkan laporan penting jika atasan berhalangan hadir. Saya pergi sama Ilea cuma untuk makan siang, bukan untuk yang lain-lain. Dan karena kamu udah sebarin berita buruk ini, saya bakal kasih kamu SP satu. Kalau diulangi lagi, kamu bakal tahu akibatnya," ucap Davie lalu berlalu dari hadapan Jian dan Tiara.Jian menyeringai dan berkata, "Lo lihat, kan? Siapa yang lebih kuat pengaruhnya di mata Pak Davie? Lo atau Ilea? Harusnya bisa lo nilai sendiri. Kalau gue jadi lo, gue udah malu dan bakal resign dari kantor ini. Permisi."Jian beranjak pergi sementara Tiara mendecak kesal karena keinginannya menjatuhkan Ileana tidak berhasil dengan mudah. Tiara memang sangat menyukai Davie dan terus berusaha mendekati pria itu. Tapi Tiara selalu mendapat respon dingin. Tidak seperti Ileana yang selalu mendapatkan tatapan hangat dari Davie.Halo semua. Mohon dukungannya untuk cerita ini ya. Jangan lupa vote dan komentar. Kritik dan saran bakal diterima kok. Terima kasih đź’•
Ileana izin pulang lebih cepat dari biasanya karena kepalanya terasa pusing. Cukup lama ia menangis di ruang engineering setelah rumor itu beredar. Bahkan Ileana tidak fokus pada pekerjaannya untuk kali ini. Untung saja, kepala ruang engineering memberinya izin untuk pulang lebih awal dan mengerti kondisi Ileana saat ini. Jian ditugaskan untuk mengantar Ileana pulang, namun wanita itu menolak dan tidak ingin merepotkan Jian. Jian pun tidak bisa memaksa. Hanya saja, Jian tetap mengantarkan Ileana sampai ke lobi kantor untuk menjaga Ileana dari cemoohan para karyawan di sana.Saat melewati ruangan Davie, Ileana hanya melirik sekilas ketika pintu ruangan itu dibuka oleh seseorang dari dalam. Ileana mempercepat langkahnya dan Jian pun mengikuti langkah cepat wanita itu. Belum jauh Ileana melangkah, namanya sudah disebut dari arah belakang."Ilea, tunggu!"Ileana masih tetap melangkah, namun Jian menahan lengannya. "Ilea, nggak boleh gitu. Lo dipanggil sama Pak Davie," bisik Jian."Ileana.
Pagi ini, Ileana terlihat menata beberapa makanan yang baru selesai ia masak. Nisaka sudah duduk tenang di meja makan, menunggu Kakeknya yang masih bersiap di kamar. Ileana memberikan segelas susu pada Nisaka lalu menaruh nasi serta ayam goreng dan sayur di atas piring keponakannya itu. Bekal makan siang juga disiapkan untuk Nisaka. Ileana tidak ingin Nisaka jajan sembarangan di sekolah. Ia hanya ingin menjaga amanah dari mendiang Yoanna."Kamu mau Tante anterin ke sekolah?" tanya Ileana pada Nisaka.Sambil mengunyah ayam goreng, Nisaka menjawab, "Mau, Tante. Tapi nanti Tante telat kerjanya. Nisa nggak mau Tante dimarahi sama atasan Tante."Ileana tersenyum. Diusapnya rambut Nisaka yang sudah diikat rapi. Tidak terasa, keponakannya itu sudah beranjak remaja dan sudah mengerti bagaimana repotnya Ileana mengurus Nisaka serta pekerjaannya di perusahaan besar itu."Nggak masalah, Nisa. Tante juga khawatir kalau kamu pergi sendirian. Sekarang kan jaman penculikan," ujar Ileana tetap diirin
Davie terlihat begitu lesu pagi ini. Wajah cerianya tidak terlihat sama sekali. Yang ada hanya wajah pucat saja. Dan semua perubahan itu dilihat jelas oleh Ileana yang kebetulan berpapasan dengan Davie. Ileana yang terbiasa melihat keceriaan Davie pun merasa aneh dengan perubahan itu. Ingin menyapa, namun Ileana terlalu gengsi.Ileana memutuskan untuk melewati pria itu. Tidak ingin bertanya apapun. Tapi tangannya ditahan dengan cepat oleh Davie. Ternyata Davie sudah menyadari kehadiran Ileana. Pria itu sangat menandai wangi parfum yang digunakan Ileana."Jangan pergi."Ileana menoleh dan menatap mata Davie yang terlihat sembab. Sejak tadi, ia tidak menyadari mata sembab itu. Ileana mulai menerka apa yang sedang terjadi pada Davie. Ia teringat akan ucapan kasarnya berapa hari yang lalu. Mungkinkah itu penyebabnya? Ileana juga belum yakin dengan dugaannya."Aku mohon, jangan pergi."Kini, Davie memeluk Ileana sambil menangis terisak. Ileana menjadi tidak tega pada Davie. "Aku antar ke r
Saat memasuki jam makan siang, Davie berencana akan makan di kantin. Pria itu berjalan dengan santai menuju kantin perusahaan. Davie menghampiri salah satu etalase penjual soto ayam. Ia memesan untuk satu porsi beserta minuman untuk dirinya sendiri. Sebelum ke kantin, Davie sempat mengirim pesan singkat pada Ileana dan mengajaknya makan siang bersama. Tapi sayang, wanita itu menolaknya. Davie mengerti maksud dari penolakan Ileana tadi. Ia juga tidak bisa memaksakan keinginannya.Sembari menunggu hidangan datang, Davie melihat ponselnya dan duduk di sudut kantin yang dekat dengan jendela. Ada beberapa pesan singkat dari teman-teman lamanya yang mengajaknya untuk ikut dalam acara reuni SMA. Selain melalui pesan singkat, pengumuman acara reuni itu juga ada di grup alumni SMAnya. Davie membaca satu per satu isi pesan yang ada dalam grup tersebut. Banyak yang menyetujui dan ikut berpartisipasi dalam acara reuni yang akan berlangsung minggu depan."Hhh!" Davie menghela napas berat. Hatinya
Pukul 20.00 malam, Davie tiba di halaman rumah Ileana sambil membawa martabak untuk calon mertuanya. Sebelum turun dari mobil, Davie memperbaiki bentuk rambut dan merapikan jaket hitam garis putih yang ada di tubuhnya. Setelah semuanya dipastikan rapi, barulah Davie turun dari mobil. Ia melangkah menuju teras rumah tersebut dengan penuh keyakinan. Berharap, Ileana akan terkejut dengan kehadirannya. Tapi sayangnya, yang terkejut bukanlah Ileana, melainkan Davie sendiri.Davie mendengar percakapan dua orang pria yang tengah membicarakan soal perjodohan Ileana dengan pria lain. Tentu hal itu membuat Davie syok. Merasa tidak terima jika wanita yang dicintainya menikah dengan pria lain. Davie tidak siap menerima itu semua.Davie terus mendengarkan percakapan itu, sampai tidak sadar ada Nisaka di dekatnya. Nisaka menepuk tangan Davie sebanyak dua kali. Seketika Davie terkejut dan hampir berteriak. Untungnya Nisaka langsung memberi isyarat pada Davie untuk tidak berisik. Nisaka menarik paksa
Setelah berbincang cukup lama dengan Ikhwan, Davie pun mohon izin untuk pulang karena hari sudah malam. Davie menyalami Ikhwan dengan sopan dan pamit. Ikhwan pun meminta Ileana untuk mengantarkan Davie sampai ke halaman rumah. Sementara Nisaka sudah terlelap di kamar sejak tadi. Davie melarang Ikhwan untuk membangunkan Nisaka karena kasihan jika harus mengganggu tidur gadis itu.Davie berjalan mendekati mobil, diikuti Ileana dari belakang. Ileana masih bersidekap sambil memasang wajah kesal. Apalagi setelah mendengar pembicaraan Davie dengan Ikhwan yang terbilang serius tentang hubungan pura-pura yang dikarang oleh Davie."Kamu tuh ngapain sih pakai ngaku jadi pacar aku?" tanya Ileana dengan nada kesal.Davie menatap Ileana dengan satu alis yang naik ke atas. Setelah itu, ia tersenyum. "Aku ngelakuin ini demi kamu.""Apa maksud kamu?Davie mengajak Ileana untuk duduk di kursi yang sempat ia duduki bersama Nisaka. Ileana hanya menurut dan tetap memasang wajah kesal. "Tadi waktu aku dat
Sepulang kerja, Davie benar-benar mengajak Ileana untuk berkunjung ke rumah Emma, sahabat baik Annisa. Davie masih ingat alamat rumah Emma. Mereka pergi ke rumah Emma membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari perusahaan milik Ayahnya Davie. Ditambah lagi jalanan yang cukup padat sore ini. Sehingga membuat mereka sempat terjebak cukup lama di jalan. Dan setelah terjebak selama kurang lebih 10 menit, akhirnya Davie dan Ileana bisa melanjutkan perjalanan.Setelah mobil berhenti di depan rumah Emma, Davie dan Ileana turun bersamaan. Suasana rumah Emma cukup sepi. Davie menjadi ragu untuk masuk. Mungkin saja Emma sedang tidak berada di rumah. Sudah lama sekali Davie tidak berkunjung ke rumah sahabat lama mendiang Ibunya itu.Davie berjalan lebih dulu memasuki pekarangan rumah Emma, sementara Ileana berjalan di belakang Davie. Pria itu mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali. Sampai akhirnya ada satu wanita paruh baya muncul dari balik pintu yang sedang terbuka itu."Halo, Tante," Davie m
Pukul sebelas malam, Davie masih belum bisa memejamkan mata. Ucapan Emma mengenai Ayahnya, Khairil Handaru, selalu terngiang di telinganya. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal besar apa yang sedang disembunyikan oleh Khairil? Lalu, siapa wanita yang menjadi selingkuhan Khairil? Pertanyaan itu tentu saja terus berputar di kepala Davie.Berulang kali Davie mencoba memejamkan mata, namun tetap tidak bisa. Karena kesal tidak bisa tidur nyenyak, Davie memutuskan untuk pergi ke dapur. Ia berniat membuat susu cokelat hangat. Biasanya ia selalu melakukan itu saat dirinya tidak bisa tidur.Tapi, baru beberapa langkah Davie turun dari tangga, tak sengaja ia mendengar suara Khairil sedang mengobrol dengan seseorang. "Papa lagi ngomong sama siapa ya?"Davie melangkah pelan menuruni anak tangga. Ia mengintip sedikit dari balik sekat tembok yang mengarah ke ruang keluarga. Setelah mengintip, ternyata Khairil sedang menghubungi seseorang. Nada bicara Khairil juga terlalu intim dan sesekali pria itu ter