Share

Serangan Sang Bos

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Ghani sambil menatap dua pekerjanya.

Amar dan Anya saling pandang.

"Aku ulang, apa yang kalian bicarakan?" Ghani mengulang ucapannya. Suaranya tetap tenang, namun kedua karyawannya merasakan sesuatu menusuk.

"Tidak Pak, ini hanya soal karyawan di divisi Chara Pak." ucap Amar mencoba untuk jujur.

Ghani menaikkan satu alisnya, "Memang kenapa dengan karyawan di divisi Chara?"

"Saya…saya hanya mencoba untuk meminta nomor kontaknya Pak." jawab Amar dengan nada suara gugup.

Ghani sekarang memutar tubuhnya menghadap dua karyawannya. Binar matanya berkilat mengancam. Amar bahkan dapat merasakan bulu-bulu halus tangannya meremang.

Mendadak suara isyarat dari pintu lift yang akan terbuka berbunyi. Kedua orang tersebut saling berpandangan ketika Ghani menghadapkan wajahnya ke arah pintu lift yang terbuka. Di depan pintu lift beberapa orang menunggu dan terkejut melihat Ghani ada di dalam lift.

"Maaf Pak, kami permisi dulu." Anya segera mengangguk dan mencoba mengecilkan ukuran tubuhnya agar bisa melewati Ghani. Amar buru-buru mengikuti.

Mereka keluar, dan beberapa orang masuk ke dalam lift. Ghani merasa kesal karena dia gagal mengintrogasi kedua karyawannya. Sesuatu seolah meletup di kepalanya. Dia yakin mendengar salah satu karyawan menyebut nama Luna, Alluna. Hanya satu perempuan yang berada di divisi Chara.

Lift berjalan turun dan Amar mengusap dadanya dengan lega. Anya langsung mendelik padanya.

"Apa kan aku bilang, kamu sih pecicilan. Kedengeran kan sama Pak Ghani!"

"Dasar telinga neraka!" erang Amar sambil berjalan mengikuti Anya. Ketika dia melangkah, Amar sempat menggaruk telinganya, "Tapi kenapa kok tiba-tiba Pak Ghani tertarik dengan obrolan kita ya. Bukannya biasa bila aku minta kontak salah satu karyawan."

"Bukan karyawan, tapi karyawati. Kamu tuh pecicilan, udah terkenal di seantero Marketing soal kelakukanmu suka tebar-tebar pesona!"

Amar langsung menarik tangan Anya, "tapi seriusan Nya, bisa enggak elo kasih nomor Luna."

Anya menaikkan alisnya, lalu kemudian melengos dengan cepat. Amar segera mengejar dengan sikap mengiba-iba.

**

Ghani terlihat gelisah, tujuannya tiba-tiba terasa pecah. Omongan Amar di dalam Lift tadi memicu sesuatu di dalam hatinya. Lelaki itu merasa terganggu. Padahal selama ini dia tidak merasa seperti itu pada apapun. Tapi ketika dia mendengar Amar bertanya tentang kontak Luna, sesuatu seperti memprovokasi Ghani dan meletupkan bara api di dalam dadanya.

Lelaki itu merasa kesal, dan kemudian dia berbalik lagi menuju lantai atas.

Ghani Alamsyah segera bergegas menuju lantai tujuh di mana divisi Chara bercokol. Dekat dengan ruangan kerjanya. Untuk alasan sentimental Ghani memang menempatkan ruang kerjanya di lantai yang sama dengan divisi Charakter. Awalnya banyak yang menyarankan dia untuk berada di tingkat paling atas dari gedung milik perusahaannya. Namun, Ghani merasa lebih tenang ketika bisa mengawasi langsung pembuatan desain gamenya dengan cara berkantor tidak jauh dari divisi Chara.

**

"Lun, bisa cek yang ini?" tanya Hendra sambil mendekati Alluna yang sedang sibuk menggambar dengan alat gambarnya. Luna menghentikan pekerjaannya dan kemudian melihat ke arah gambar yang disodorkan oleh Hendra.

"Ini mau diapain Mas?" tanya Alluna sambil mengerutkan alisnya.

"Sepertinya ini harus dirubah. Menurutmu desain ini apa kekurangannya?"

Alluna memperhatikan dengan seksama gambar yang disodorkan Hendra, mencoba menelaah dalam kepalanya sebelum kemudian terdengar suara ketukan di mejanya yang membuat Hendra dan Alluna menatap ke arah Giring yang melebarkan matanya pada kedua rekannya.

"Ssst, bos manggil." ucap Giring sambil menunjuk ke arah belakang lewat bola matanya.

Hendra dan Alluna menatap ke arah pandangan Giring. Mereka melihat Ghani berdiri sambil berkacak pinggang.

Keyara menatap ke arah Ghani. Perasaan gadis itu menjadi was-was. Mata keduanya bertemu dan Luna merasa mata itu terasa tidak biasa.

"Luna, bos sepertinya memanggilmu." bisik Hendra.

Luna mengangguk. Lalu kemudian berdiri dari tempat duduknya. Gadis itu terlihat ragu-ragu, tapi dia memaksakan tubuhnya melangkah. Ketika dia sudah mendekat ke arah Ghani, sang bos langsung melengos dengan memberi isyarat tangan agar Alluna mengikutinya.

Hendra dan teman-teman satu timnya hanya melihat dari meja mereka bagaimana Luna setengah berlari mengikuti langkah Ghani yang cepat.

"Kasihan…. semoga dia bisa bertahan." ucap Iwan yang memegang pundak Hendra.

Alluna berjalan cepat cepat mengikuti langkah Ghani. Mata gadis itu sesaat membulat ketika melihat Ghani tengah melangkah menuju ruang kantornya. Persekian detik Alluna merasa ragu, tapi kemudian dia bergegas mengikuti Ghani. Ghani membuka pintu dan menunggu Alluna sambil memberikan tatapan memerintah dalam matanya.

Alluna sedikit menunduk dan masuk ke dalam ruangan ketika tangna Ghani bergerak seperti meminta dia untuk masuk lebih dulu. Setelahnya Ghani menutup pintu.

"Maaf pak, apakah saya ada melakukan kesalahan?" tanya Alluna ketika Ghani sudah menutup pintu dan memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. Lelaki itu mendekat ke arah Alluna.

"Aku tidak tahu bahwa kamu senang menebar pesona pada karyawan disini? Apa kamu senang terlihat berkilau sendiri?" tanya Ghani yang semakin merentang jarak dengan Alluna.

Alluna mundur satu langkah, merasa risih ketika Ghani mendekat. Bahkan dari jarak seperti itu saja, Alluna dapat mencium aroma parfum Ghani yang mencolok, aroma lelaki.

"Sa.. saya tidak mengerti maksud anda? Tebar pesona? Apa saya melakukannya?" tanya Alluna dengan alis bertaut keheranan.

Ghani semakin mendekat, dan Alluna tidak punya pilihan selain ikut mundur. Satu langkah Ghani mendekat, satu langkah pula Alluna menjauh.

Ghani terus melangkah, satu tangannya masih diposisi kantung celana. "Apa kamu tidak merasa seperti itu, Nona Alluna? Seperti yang kamu lakukan di pub waktu itu. Menciumku dengan cara yang sangat dramatis. Siapa tahu kamu melakukannya juga pada lelaki lain. Membuat turth or dare mu sendiri?"

Alluna melangkah mundur, sekarang tangannya mengacung ke depan. Tapi, sayang kakinya selip sehingga pantatnya menabrak sisi sofa. Alluna tidak bisa mengendalikan tubuhnya, dia terjatuh di atas sofa.

"Aduh!!" serunya tertahan.

Alluna gelagapan, dia berusaha meraih sisi sofa untuk bisa duduk dan mengatur posisi berdiri, namun sekarang Alluna tidak bisa melakukannya karena Ghani sudah berada di atasnya. Menatapnya dan kemudian meraih tangannya untuk mengunci posisi Alluna. wajah keduanya terasa sangat dekat. aroma tubuh Ghani tercium sangat pekat, membuat wajah Alluna memerah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status