Share

Serangan Dadakan

Alluna langsung mendorong tubuh Ghani menjauh. Wajah Alluna makin memerah, lalu dia langsung mengapus bibirnya dengan lengannya.

“Pak!!” seru Alluna dengan panik.

“Kan sudah saya bilang tadi, kalau kamu salah menjawab, hukumannya adalah ciuman. Seperti permainanmu bukan?”

“Bapak tidak bisa begitu, itu pelecehan namanya!” kali ini Alluna menjawab dengan galak.

“Oh, pelecehan? Berarti harusnya yang kamu lakukan pada saya saat itu juga disebut pelecehan tentunya. Mendadak menepuk pundak orang lantas menyerang dengan ciuman begitu saja. Apa kamu pikir itu bukan pelecehan. Jangan kamu pikir hanya perempuan yang bisa menyebut pelecehan, lelaki juga bisa!” Ghani berkata galak dan ucapannya berhasil membuat Alluna terdiam.

“Dengar, permainan ini kamu yang mulai, maka aku akan meneruskannya. Selama kamu bekerja ditempat ini, kamu tidak akan bisa menghindari permainan ini. Aku yang bertanya dan kamu menjawab. Bila jawaban kamu melenceng atau salah, maka hukumannya sebuah ciuman!”

Alluna bingung, namun Ghani sudah menunjuk pintu kantornya, “kamu bisa keluar sekarang,” ucap Ghani yang tentu saja langsung membuat Alluna berputar dan berjalan menuju pintu.

Kira yang tengah merapihkan kertas terkejut ketika melihat Luna keluar dari ruangan Ghani dengan wajah merah padam dan seperti hampir menangis. Kira tidak bisa membayangkan bagaimana bisa gadis yang baru masuk kerja sudah kena semprot sang bos.

Luna bisa merasakan tangannya gemetar dan tubuhnya memanas. Alih-alih kembali ke tempat kerjanya, Alluna malah berlari ke arah toilet dan segera mengambil satu kamar mandi lalu menangis di dalamnya.

Benar benar bencana! Kutukan! Ini terjadi karena dia nekat melakukan ciuman random di klub karena tantangan. Sekarang, Alluna sedang menerima karma dari kelakukannya. Langsung, kontan tanpa jeda.

Hendra yang berada di ruangannya tampak celingak-celinguk resah. Dia tidak menyangka, baru dapat anak baru, perempuan lagi, di divisinya sudah kena semprot Pak Ghani. Hendra tahu betapa mood bosnya itu kadang naik dan turun tidak bisa diduga. Kegalakannya sudah jadi hantu menakutkan dikantor, tapi tangan dinginnya memang berhasil membesarkan game love triangle sampai menjadi game yang diminati kalangan anak muda dan dewasa.

“Kenapa Dra?” Budi bertanya sambil mengintip arah Hendra melihat.

“Gue cemas, dari tadi Alluna belum balik-balik.” jawab Hendra.

“Lho, Kalau Alluna, tadi dia ke toilet. Gue baru aja papasan sama dia pas mau buang air.” Budi menjawab kemudian masuk ke dalam ruangan.

“Eh, seriusan. Ya, syukurlah kalau dia sudah keluar. Soalnya dia lama banget diruang pak Ghani, gue takut kenapa sama tuh anak.”

“Enggak usah cemas gitu kali Hen. Elu tahu kan, Pak Ghani mungkin mau nanya-nanya macam-macam. Divisi kita kan seringkali ceweknya pada kabur, enggak kuat.” timpal Giring sambil melanjutkan melihat desain dari laptopnya.

“Ya, karena itu. Baru dapat anak baru, jangan sampai kabur lagi…” terang Hendra.

“Iya, apalagi si Alluna itu manis juga, jadi adem divisi kita lihatnya kan ya.” kali ini Sean angkat bicara, dan rupanya pendapat Sean diamini oleh semua. Devisi desain chara memang sulit dapat perempuan. Divisi perempuan kebanyakan di bagian unit admin sama divisi cerita. Jadi, mereka senang banget ketika akhirnya ada cewek manis seperti Alluna masuk ke dalam divisi.

Alluna masuk ke dalam ruangan dan dia sudah merapihkan riasannya. Alluna sudah memastikan tidak ada bekas air mata di pipi maupun di bagian celak mata. Ini hari pertama Alluna kerja, jadi dia tidak ingin merusak mood kerjanya yang sudah naik sedari pagi. Walau, sempat hati Alluna menjadi ambyar karena perlakukan sang bos, tapi gadis itu tetap bertekat untuk bertahan.

Dia tidak akan membiarkan dirinya kalah oleh si Bos dan pindah. Tempat ini adalah impiannya sejak lama, dan dia tidak mau melepaskan impiannya karena satu dua hal tidak menyenangkan.

Ketika Alluna masuk, Hendra langsung menghampiri. “kamu enggak apa-apa kan Luna?”

“Enggak apa-apa kok Mas. Cuma, tadi dikasih pengarahan saja sama bos.” jawab Alluna.

“Tuh, udah gue bilang juga apa. Tenang aja, memang kita tahu bos kita super galak, tapi masa dia marahin anak baru, enggak mungkin deh!” sekarang Iwan menyahuti sambil memasang headset ke telinganya, sepertinya dia sedang bersiap dengan lagu-lagu melow miliknya.

“Ya, bagus deh kalau tidak ada apa-apa. Ya udah, balik sana Luna, kerja. Untuk sekarang kita sedang bikin chara ini.” Hendra langsung memperlihatkan catatan pada Alluna.

Alluna menerima catatan yang diberikan oleh Hendra, membacanya sejenak kemudian dia mengangguk.

“Nah Luna, meja kamu dekat dengan Giring ya.” terang Hendra yang dibalas dengan anggukan kedua dari Alluna.

Setelah mendapat mengarahan seperlunya dari leader divisinya, Alluna pergi ke meja kerjanya yang masih kosong. Hanya ada perlengkapan komputer saja. Nanti Alluna akan mengisi meja tersebut dengan berbagai barang pribadinya. Untuk sekarang cukup dengan apa yang ada dahulu. Di sampingnya, Giring melongok pada meja Alluna, “Hei Luna, gue panggil Luna saja ya. Nanti kalau kau ada masalah, tinggal ngetok sekat ini, nanti gue tengokin.”

“Iya mas Giring…”

Giring tersenyum, biasanya para personel Desain Chara akan manggil dia Nidji, tapi ada anak baru yang mau manggil nama aslinya. Jadi berasa Giring lagi, bukan Giring KW.

Di seberang, Sean mendengus, “Wuuu…Nidji mulai modus!!” serunya.

“Apaan sih Elu! Gue cuma bantu junior tau!”

Budi yang berada di samping Sean tertawa, “udah ah Peang! Nanti modusnya ke baca, jadi enggak enak!” celoteh Budi yang langsung mendapat timpukan kertas bergulung.

Alluna tertawa sendiri di samping mejanya, walau tawanya hanya kecil saja. Setelah kejadian tadi yang tidak menyenangkan dengan sang Bos, paling enggak anak-anak divisinya lucu-lucu dan bikin dia ketawa gembira. Suasana kerja yang seperti ini yang bikin semangat.

Waktu berjalan secara cepat, dan tampaknya para pekerja sudah mulai kasak kusuk memasuki jam istirahan siang.

Giring mengetuk bilik yang memisahkan mejanya dengan Alluna dan melongokkan kepalanya ke arah Alluna, “Luna, kamu makan siang sama siapa?”

Alluna menengok ke arah Giring, menggeleng, “Belum ada rencana.”

“Mau barengan sama kita-kita, genk cowok?!” tanya Giring.

“Eng……” duh, Alluna jadi tidak enak juga nolak rekan sekerjanya. Apalagi dia tahu, Giring perhatian karena tahu dirinya anak baru, belum apal benar tempat di sekitar situ. Teman satu divisi tidak ada cewek, ya tinggal rombongan sama genk cowok.

Alluna mengangguk, “Oke.” sahut Alluna yang kemudian di jawab dengan tanpa jempol oleh Giring. Ketika waktu kritis untuk masuk istirahat siang, terlihat banyak pekerja mulai mondar mandir gelisah. Ada yang malah sudah ngobrol dengan temannya.

Saat itu Alluna sudah membuat komputernya shut down karena dia akan bersiap untuk makan siang. Sean sudah bergabung dengan Giring dan berdiri di meja kawannya itu sambil berbicara. Giring menunjuk ke arah Alluna yang kemudian di dekati oleh Sean.

“Luna sukanya makan apa?” tanya Sean ketika dia sekarang berpindah ke meja Alluna.

“Eng, apa aja sih suka, enggak terlalu milih juga.” jawab Alluna lagi.

“Kita rencananya mau makan soto ayam. Enggak masalah kan, tapi memang tempatnya bukan dikantin sih, sedikit jauh lah. Tapi enggak jauh-jauh amat, kira-kira tiga ratus meter dari kantor.”

“Oke.” Alluna mengangguk.

Saat itu Iwan sudah melepas headsetnya dan langsung merangkul pundak Sean sambil bertanya, “Kita makan apa nih?” tanyanya.

“Kita bareng sama Luna, sekaligus memperkenalkan beberapa tempat makan disini. Kasihan Luna sendirian.” terang Sean pada Iwan. Dia tahu nih cowok pasti enggak nyimak obrolan. Kalo dia sudah masang headsetnya, pasti cowok melow ini akan tenggelam dengan lagu-lagu romantisnya.

“Ya, boleh aja, selama Alluna tidak malu kumpul-kumpul sama para serigala...” ucap Iwan yang kontan membuat Alluna yang tengah minum air langsung tersedak.

Budi langsung tertawa. “Ya elah, kita dianggap kumpulan serigala. Auuuu, auuuu!”

Mendengar Budi ber Auuu, Auuu riya, disusul dengan Giring yang mengaum seperti Serigala ketemu kumpulan, “Auuuu! Auuuuuu!” sehingga meja mereka malah jadi rame dengan suara ala-ala Serigala berkumpul.

Alluna mau tidak mau ikutan senyum-senyum, gila nyampah banget ini cowok-cowok. Biasanya Luna sering bergaul dengan sohib perempuan, tidak nyangka banyolan cowok lebih gila dari banyolan cewek.

Tepat ketika Alluna tertawa-tawa, gadis itu tidak menyadari bahwa sang bos, Ghani lewat di jalur mereka dan matanya menatap ke arah Alluna.

Ghani tampak tersenyum simpul, lalu kemudian berlalu. Ghani mengusap rambutnya ke atas kening. Ghani tidak menyangka, Alluna bila tersenyum dan tertawa bisa semanis itu. Sekarang di otak Ghani hanya ada rencana untuk membuat jenis-jenis permainan yang menarik. Hari-hari bekerjanya yang monoton akan terasa lebih seru. CEO muda itu tidak menyangka, kejadian di klub bisa berlanjut sampai ke kantor.

**

Ketika jam istirahat, Alluna berjalan bersama para cowok melewati beberapa meja. Beberapa pasang mata mengamati kumpulan lelaki dengan satu perempuan di dalamnya. Ternyata hal itu menimbulkan desas-desus tersendiri. Divisi Desain chara memang selalu menarik untuk jadi gosipan. Mereka sudah sering ganti-ganti personel cewek, namun rata-rata tidak ada yang tahan. Karena biasanya, ketika personel cewek makan sama cowok, maka para cewek di divisi lain akan sibuk bergosip.

“Siapa?” tanya Anya, dari divisi Marketing.

“Kayaknya anak baru, di divisi Chara.”

“Oh….” Anya mengangguk.

“Ini udah berapa kami personel di divisi Chara ganti orang?” Anya kembali bertanya pada teman kerjanya, Ruri

“Kayaknya udah yang ke empat kali. “ jawab Ruri agak acuh tak acuh. “Nya, kita makan di mana?” tanya Ruri sambil mengambil dompetnya di atas meja.

“Kantin?”

“Bosen ah. Yang lain aja deh.”

“Aku denger dari Hendra, katanya ada tempat soto ayam enak, enggak jauh dari kantor. Mau jalan nggak ke sana?” tanya Anya.

“Boleh.” Ruri keluar dari meja kerjanya. Dia langsung mengamit Anya. Mereka memang dekat, sejak masuk kantor Ruri yang cuek dengan Anya yang ceriwis malah jadi cocok dan klop satu sama lain.

“Eh,Nya, kamu dekat ya sama Hendra?”

“Kebetulan. Waktu masuk ke sini samaan. Lagipula Hendra itu kesannya kayak kakak gitu. Suka ngayomin.” terang Anya yang memang suka dengan lelaki yang lebih tua.

“Kamu naksir dia?”

“Eyalah, dekat dikit dibilang naksir, seram amat.” Anya menyela disambut dengan tertawaan Ruri.

Ketika dua gadis itu membuka pintu Lift, mereka terkejut karena dari dalam Lift sang bos, Ghani Tenggara sedang berdiri.

Ruri sempat menyengol pinggang Anya, karena merasa kikuk melihat sang bos berada di dalam lift. Diantara sejuta kesempatan, kenapa malah pas mau makan siang papasan sama si Bos.

Ghani melihat dua karyawatinya, dia menaikkan alis, “Kalian mau masuk?” tanyanya dengan suara Bassnya yang bisa bikin perempuan meleleh.

“Kami, nanti saja pak, ada yang ketinggalan. Silahkan Pak.” ucap Ruri yang langsung mengamit tangan kawannya untuk segera menjauhi lift berpura-pura balik ke kantor.

Ghani lantas memencet tombol tutup dan lift segera berjalan turun.

Anya dan Ruri berhenti di tengah jalan, mereka melihat ke arah Lift yang sudah menutup. Ruri mengelus dada dengan lega. “Sumpah, kaget gue. Ketemu di Lift sama Pak Ghani.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status