Share

Cara Terbaik Untuk Menolak

Alluna menahan napas. Mata keduanya demikian dekat. Alluna bahkan bisa menangkap seluruh sisi Ghani dengan sangat sempurna. Wajahnya yang mulus, alis matanya yang tebal sampai di ujung mata. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis berkilat sedikit kemerahan. Di sisi dagunya ada jambang-jambang kecil. Mata lelaki itu bulat campuran antara cokelat muda dan tua.

Ghani mendekat lagi, mencoba menutup jarak antara mereka. Mata Ghani terkunci pada bibir Alluna yang tampak sedikit terbuka. Dengan warna merah berkilat karena lipstik. Bibir itu sensual. Ghani tidak bisa melupakan ciuman lembut yang dia rasakan ketika gadis itu menciumnya di Bar, membuat degup aneh bergerak-gerak di dalam dadanya. Sudah lama sekali Ghani tidak mencium bibir perempuan, dan dia merasa haus akan hal tersebut.

Dalam posisi sama-sama berada di atas sofa, dengan posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Alluna, dan tentu saja lebih menguntungkan bagi Ghani. Ghani kemudian menggerakkan tangannya, menyentuh pipi Alluna, lalu dia mendekat dan kemudian meletakkan bibirnya di bibir Alluna.

Semua terasa kosong. Hanya terdengar degup jantung keduanya. Alluna mencoba untuk mengatupkan bibirnya, tapi Ghani dengan lidahnya memaksa Alluna membuka mulut, membiarkan lidah Ghani masuk dan mengecap lidahnya.

Manis, itu rasa yang yang dikecap Alluna ketika Ghani menciumnya dengan dalam dan hangat. Lalu, Ghani mendorong tubuh Alluna hingga tubuh gadis itu rebah di atas sofa. Alluna hendak mendorong tubuh Ghani agar menjauh, tapi lelaki itu dengan sigap mengunci tangan Alluna dan menariknya ke atas membuat Alluna tidak berdaya dan hanya bisa menerima ciuman penuh gelora itu berkali-kali dan berkali-kali.

Dua menit, ciuman itu akhirnya berhenti. Alluna segera mengerakkan tangannya untuk memberontak tepat ketika pegangan Ghani melonggar setelah mencium Alluna. Setelah berhasil membebaskan satu tangan, dengan satu tangannya, Alluna mendorong tubuh Ghani menjauh darinya. Napas gadis itu tersengal.

Alluna memperbaiki posisi tubuhnya, dia segera mundur sampai sisi sofa yang diujung terantuk di punggungnya.

Mata Ghani tidak fokus karena berusaha menahan napsunya sendiri. Sedang, Alluna matanya mulai berair karena merasa malu dan marah.

"Ap…apa yang anda lakukan…." bisik Alluna dengan nada marah.

Ghani mendesah, dia segera memijit-mijit dahinya yang terasa berdenyut. Sepertinya kemarahan malah membuatnya melakukan sesuatu melampaui batas.

"Maaf….. Maaf….. aku kelepasan…." ucap Ghani ketika menatap mata Alluna yang terluka.

Alluna kemudian menggosok tangannya ke bibirnya dengan sangat keras. Dia merasa marah, kali ini sungguh-sungguh marah.

"Anda, yang anda lakukan pada saya sangat kejam…." ucap Alluna dengan suara rendah yang menusuk. Alluna ingin berteriak, dan memecahkan keheningan. Bahkan kalau bisa membuat kehebohan.

Apa yang dilakukan oleh sang bos sudah melebihi batas. Rasanya Alluna sudah menerima hukumannya ketika nekat melakukan aksi ciuman random. Dia sudah merasa membayarnya dengan tuntas ketika lelaki itu menciumnya di hari pertama dirinya bekerja.

Ghani berdiri terlihat gusar, lalu kemudian mencoba mendekat ke arah Alluna. Alluna dengan cepat menggeser tubuhnya menjauh dari Ghani. Menjaga jarak adalah yang terbaik.

"Luna, maaf. Yang tadi, aku memang keterlaluan. Aku seharusnya tidak seperti itu…"

"harusnya anda memikirkannya sebelum melakukannya!" ucap Alluna dengan tegas, lalu gadis itu segera mengusap satu tangannya untuk menghapus air matanya yang sudah mengalir tak tertahankan. Dengan segera gadis itu lantas melewati tubuh Ghani sambil menyenggol sebelah tubuh Ghani dengan keras sebagai bentuk protes.

Alluna berdiri sesaat di depan pintu. Mengusap air matanya dan memastikan bahwa air matanya tidak terlihat. Lalu dengan segera dia membuka pintu dan tidak membiarkan Ghani menghentikannya.

Ghani terdiam, mengusap wajahnya dengan kasar dan berputar gusar. Dia segera meleparkan dirinya ke atas sofa dan kemudian merasa menyesal karena terlalu berlebihan.

Belakangan ini, sejak Alluna datang dia mulai bertindak tidak rasional. Menggoda gadis itu, menyudutkannya sampai ke dasar jurang dan bahkan menciumnya dengan cara seperti itu, di atas sofa kantornya pula. Apa yang ada di benaknya?!

Ghani mendorong kepalanya ke atas sofa dengan keras. Dia beberapa kali menghela napas. Wajah Alluna terbayang tepat di benaknya. Matanya yang berwarna hitam, alisnya yang tebal, hidungnya yang bangir, bibirnya yang kecil dengan kelopak bibir yang merekah sensual. Gadis itu memang cantik. Wajar saja kalau lelaki dari divisi Marketing itu menaruh hati padanya. Bahkan, mungkin dikalangan cowok-cowok di divisi Chara pun bisa saja tertarik padanya. Gadis itu memiliki magnet yang aneh. Magnet berupa kepolosan dan kesantunan yang dijadikan satu.

Harusnya ini hanya berupa game semata, dan tidak perlu melebar menjadi seperti ini. Ghani merasa bersalah.

**

Alluna memutuskan untuk menyembunyikan apa yang terjadi padanya tadi. Dia keluar dari pintu ruangan sang bos dan berjalan melewati Kira yang tengah menyortir kertas-kertas. Kira hanya melihatnya melewati ujung mata saja sebelum kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Alluna berjalan dengan perasaan terguncang. Bingung apa yang harus dia lakukan.

Dengan langkah gontai Alluna berjalan menuju ruang divisinya. Hendra tengah berbicara dengan Iwan mengenai desain karakter yang baru saja dibuat Iwan. ketika Alluna datang dengan langkah gontai, Hendra yang sedari tadi memperhatikan Alluna segera mendekat.

"Apa yang terjadi Luna? Kenapa kamu terlihat tidak bersemangat?" tanya Hendra sambil mendekat ke arah Alluna.

Alluna hanya melemparkan senyum kecil, lalu menggeleng pelan, "enggk apa-apa kok mas." ucap Alluna sambil berjalan kembali ke mejanya. Tapi sepertinya jawaban Alluna tidak memuaskan perasaan Hendra. Dengan cepat lelaki itu mendekat ke arah meja Alluna dan bertanya dengan suara rendah.

"Apa kamu dimarahin sama Pak Ghani?"

Alluna mengangkat kepalanya, sedikit terkejut. Dia segera meggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak kok mas. Tidak ada apa-apa. Tadi Pak Ghani hanya menanyakan apa…ng, apa aku kerasan kerja disini, itu aja kok mas…" ucap Alluna mencoba berkilah. Memangnya apa yang bisa dia lakukan selain berbohong. Masa dia harus bercerita bahwa baru saja di dalam kantor pak Ghani baru saja menyerangnya.

Mendengar penjelasan Alluna, Hendra terlihat tercenung dan diam sesaat. Alluna merasa lega, sepertinya dia sudah berhasil meyakinkan Hendra. Gadis itu lalu mencoba untuk mengambil pensil stylusnya dan hendak kembali menggambar sebelum kemudian Hendra berkata heran.

"Aneh, Pak Ghani itu bukan tipe pimpinan yang sebegitu perhatiannya pada karyawan baru. Aku jadi heran juga perhatiannya padamu Lun….." ucap Hendra sambil mengais-ngais jenggotnya yang tipis, "Padahal Pak Ghani itu terkenal sebagai pimpinan dingin bagai iblis es. Dia tidak pernah tertarik memperhatikan karyawan, apalagi karyawan baru…"

Sesaat tubuh Alluna terpatri diam karena kaget. Seperti ada sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya dengan cepat sampai membuat Otak Alluna beku ketika mencoba mencari alasan baru. Sial! Alasannya malah menimbulkan kecurigaan baru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status