Share

Teman Satu Tim

“Iya, bos kita itu, ganteng-ganteng nakutin!” ucap Anya yang bisa merasakan horornya perasaan Ruri. Mereka berdua bukan tanpa alasan jelas untuk tidak takut pada Ghani. Keduanya pernah kena semprot sang boss yang sampai membuat mereka lari ke toilet buat nangis-nangis.

Ghani Tenggara, punya wajah yang rupawan, namun sifatnya laksana Iblis kejam. Ketus, tegas dan tempramen, itu kesan yang dimiliki oleh para pekerjanya. Hanya saja, memang bisnis miliknya luar biasa maju pesat. Entah keberuntungan apa yang dimiliki sang CEO. Padahal sikapnya buruk, namun dia selalu bisa membawa semua usahanya maju dan unggul.

“Udah enggak ada kan doi?” tanya Anya lagi.

“Gue serem satu lift sama dia, bisa-bisa sampai takutnya, gue lupa napas.” komen Ruri yang langsung disahuti dengan tawa Anya.

“Kamu itu ya Ri!” ucap Anya sambil memegang pinggang, “Gimana, mau balik ke lift lagi?”

“Enggak ah, kapok, lewat tangga aja.”

“Serius lho, tangga kan lumayan. Udah ah, si bos juga palingan udah pergi makan siang juga.” Anya tampak protes. Yang benar aja, turun tujuh lantai, bisa gempor nih kaki. Mana perut Anya sudah keriukan minta diisi. Jadi, dengan memaksa, Anya menarik lengan Ruri agar mau naik lift.

Mereka berdiri di depan Lift dan tidak beberapa lama Lift terbuka. Lift berisi beberapa orang yang turun dari atas. Sepertinya divisi 3D. mereka bergerombol hingga lift jadi penuh sesak. Untung saja Anya dan Ruri bisa menyempil di antara para cowok dan cewek yang mau makan siang.

**

Alluna benar-benar merasa istimewa sekaligus risih. Di meja mereka, kiri, kanan depan berisi cowok semua. Kawan satu divisi.

“Ayo Luna, jangan dipelototin aja makanannya. Soto ayam disini enak, benar kan Hen?” tawar Sean sambil menyodorkan mangkuk berisi soto ayam. Uapnya masih mengepul dan tercium aroma rempah soto.

“Iya, Iya….taro aja di situ Mas.” ucap Luna dengan malu-malu.

“Hendra yang nemu tempat ini.” terang Budi sambil menyeruput kuah soto.

Alluna tertawa, sedikit rikuh. Memang tetap terasa aneh bergerombol dengan laki-laki. Walau ini acara makan sama-sama sebagai bentuk perkenalan awal--seperti kata Hendra ketika mereka sudah duduk di bangku, tetap saja Alluna bagai perawan disarang penyamun.

Seolah mengerti rasa rikuh dan risih Alluna, ke lima kawan satu divisinya tidak ada yang melempar guyonan gila mereka. Mereka berlima menahan diri demi membuat Alluna nyaman. Sudah empat kali perempuan yang masuk divisi mereka kabur, dan mereka berusaha untuk interopeksi diri. Jadi, kelima cowok ini sepakat untuk memperlakukan Alluna dengan baik, apalagi dari semua perempuan yang masuk ke divisi Chara, ini yang paling manis dan cantik.

Saat itu, Anya dan Ruri masuk. Mereka terkejut karena melihat divisi Chara sedang ngumpul dalam satu meja.

“Lho, ada kalian tho!” Anya langsung menyapa. Karena memang, Anya kebetulan kenal dekat dengan Hendra.

Melihat Anya dan Ruri, terbesitlah ide baik dalam kepala Hendra, lelaki itu kontan berdiri dari duduknya sambil melambai ke arah Anya dan Ruri.

“Nya, ngabung saja sama kita!” seru Hendra.

Anya memandang ke arah Ruri yang memberi isyarat dengan mengangkat sedikit bahunya. Ruri menyerahkan keputusan pada Anya.

Anya kemudian berjalan mendekat, diekori dengan Ruri. Para laki-laki langsung bersikap ramah pada Anya dan Ruri. Mereka mengenal kedua gadis itu satu lantai dengan mereka. Walau jarak tempat kerja mereka berbeda, kalau divisi Chara berada di wilayah East, sedang marketing berada di West.

Hendra dengan sigap mengambil satu meja lalu mengemati meja yang sudah dia pakai dengan meja baru hingga bentuknya menjadi memanjang. Budi dengan penuh pengertian pun mencari kursi dan meletakkannya untuk kedua gadis yang baru akan bergabung dengan mereka.

Ruri dan Anya jadi tidak bisa menolak kalau sudah diperlakukan bak ratu seperti itu. Keduanya kemudian duduk berdampingan.

“Eh, divisi Chara ada staf baru ya?”

“Hai, perkenalkan, saya Alluna, kebetulan hari ini baru masuk ke Divisi Chara.” ucap Luna sambil melambai ke arah cewek-cewek yang duduk berselang dua orang dari Alluna.

Anya dan Ruri membalas lambaian tangan Luna. “Hai, aku Anya. Sorry enggak bisa salaman. Aku dari Marketing. Ini teman aku, Ruri, kami sama-sama marketing.”

Kali ini Ruri yang melambai ke arah Alluna.

“Kalo gue Sean, dan ini temen gue Budi.” Sean mendadak memperkenalkan diri.

“Kayak upin ipin aja ya.” Ruri menyahuti dengan sakartis.

“Yelaha Peang, yang lain juga udah kenal kali sama elu dan elu!” kali ini Giring yang menyahuti, membuat dua perempuan dari marketing tersebut senyum nyaris tertawa.

Benar-benar kalau gokil, cowok memang jagonya.

Anya memandang ke arah Hendra, “Enak ya, sekarang ada cewek di divisi kalian. Baik-baik jangan sampai kabur lagi.” ucap Anya seolah sedang menasehati Hendra yang disambut dengan senyum Hendra.

“Gue malah tadi cemas, takutnya Alluna langsung tulis surat pengajuan diri, habis tadi dipanggil sama Pak Ghani lama.” Iwan menimpali percakapan, “Tuh, Si Hendra sampai cemas. Takut Luna diapa-apain sama Pak Ghani.”

“Apaan sih….” Alluna langsung berujar, mendadak dikepalanya dia ingat ciuman dari Ghani. Wajah Alluna kontan memerah sendiri mengingat adegan tersebut.

“Eh, seriusan, lama diruang Pak Ghani?” Anya langsung membelalakkan matanya.

“Enggak, enggak lama kok.” Alluna buru-buru menimpali, dia sendiri padahal tidak yakin berapa lama diruangan Ghani.

Budi melihat ke arah jamnya, “Kayaknya tadi ada sekitar dua puluh menitan ya. Benar enggak Hen?”

Alluna membelalakan matanya. Masa sih selama itu dia di dalam ruangan Ghani.

Anya langsung terlihat prihatin, “Tapi Alluna tidak dimarahin kan?”

“Enggak…enggak kok.” Alluna langsung menggerakkan dua tangannya dengan sangat cepat. Perasaannya jadi gugup kalau mereka semua sudah mulai membicarakan kejadian tadi pagi. Padahal sama Alluna kejadian itu mau dia enyahkan dari otaknya.

“Udeh…udeh, kasihan Luna kalau ditanya melulu soal tadi pagi. Enakan ngomong yang lain kan. Misalnya, Luna kamu udah punya pacar belum?” tanya Giring yang langsung dilempar wortel asinan oleh Iwan dan Sean.

“Modus lu!!” teriak keduanya yang langsung membuat Alluna tertawa.

Anya lantas berdiri, “Alluna, pindah di dekat kita saja. Di dekat cowok-cowok ini bakal dimodusin.” ucap Anya yang langsung disikapi Alluna dengan gembira. Luna senang sekali akhirnya ada perempuan pertama yang langsung mengajaknya duduk bersama. Memang, kalau jadi cewek ya mesti bareng sama cewek lagi.

“Ya….Luna pindah deh, elu sih Ji, modus, jadinya Luna pindah deh,” keluh Iwan yang memang duduknya samping Alluna persis.

Alluna langsung duduk di samping Anya, membuat Anya langsung memandang para cowok dengan sikap bangga, “Eh, cowok-cowok, disini grup cewek ya!” serunya.

Para cowok langsung berkoor rame-rame menguapkan kekecewaan mereka.

**

Alluna mendapat tugas untuk pergi ke Divisi cerita yang berada di lantai empat. Karena itu walau dia belum apal-apal amat kantor, Alluna beranjak juga ke depan lift, tepat ketika dia menekan tombol lift, pintu lift terbuka dan ada Ghani di dalam lift.

Alluna jadi bingung, antara ingin masuk atau tidak. Tapi Ghani yang memegang tombol bertanya dengan menaikkan alis, “Kamu mau masuk atau tidak?”

“Eh, nanti aja pak, saya mau ke bawah, bapak mau ke atas kan?”

Ghani mengerutkan alisnya. Lantas lelaki itu mendekat ke arah pintu Lift dan sesuatu yang tidak terduga terjadi, Ghani menarik masuk Alluna ke dalam Lift.

Pintu Lift tertutup dan Ghani menatap Alluna yang masih melongo di sampingnya.

“Kenapa?” tanya Ghani yang seperti menantang.

Alluna menggeleng, bingung sendiri. Ghani mengeluarkan telepon dari saku jasnya. Dia menelepon seseorang, “Halo, bisa tolong matikan CCTV untuk lift nomor 433. oke, terimakasih.” setelahnya Ghani menutup telepon lantas berjalan mendekat ke arah Alluna. Karena merasa gugup, sontak Alluna melangkah mundur sampai tubuhnya langsung bertemu dengan dinding Lift.

“Bapak Mau apa?” tanya Alluna dengan cemas.

Ghani tersenyum, lalu tangannya diletakkan di dinding, seolah tengah membentengi Alluna. Awalnya Ghani hanya menggunakan satu tangan, tapi sekarang dia menggunakan dua tangannya hingga Luna terjebak dalam lingkaran tubuh Ghani.

“Truth or Dare! Apa makanan kesukaan saya?”

What!! Luna menatap ke arah sang bos, lantas kontan mulutnya berbicara, “Mana saya tahu!!” seru Alluna.

“Wrong answer!” Ghani menjawab senang, dan membuat Alluna langsung mengatupkan dua tangannya menutupi mulutnya.

Ghani mengulurkan tangan, memegang dua tangan Alluna yang masih menutup bibirnya. Tidak lagi!! jerit Alluna dalam hati, bisa-bisanya dia kalah sama permaian sang bos. Tangan Ghani ternyata begitu kuat, tangan Alluna bisa dilepaskannya dari saling bertautan. Wajah Alluna sudah semakin ketakutan, lalu Ghani mendekat ke arah Alluna, hendak mencium bibirnya. Alluna otomatis memejamkan mata, ketakutan.

Cup!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status