Share

Tipu Daya

Ghani menciumnya hanya di kening. Alluna membuka sebelah matanya, dan wajah Ghani teramat dekat dengannya.

Ghani yang melihat wajah Alluna yang pucat langsung tertawa keras.

Ternyata bisa melihat beragam wajah Alluna itu sangat menyenangkan. Ketakutannya, kecemasannya, wajah malunya. Semua menggemaskan. Ghani jadi tidak tega untuk mencium bibir Alluna. Makanya, sebagai gantinya, dia mencium kening gadis itu. Agar dirinya tidak disangka serigala atau predator.

"Eh? Dikening?"

Ghani tampak berkacak pinggang, "Kamu tidak puas? Mau dibibir lagi?"

"Enggak…enggak pak!" Alluna langsung menggeleng sekuat-kuatnya membuat Ghani menjadi gemas sendiri. Kenapa kok cewek ini terlihat imut dimatanya.

"Ini namanya menyerang Pak…" Alluna langsung berkomentar.

"Apa kamu bilang?"

"Menyerang. Bapak menyerang karyawati bapak sendiri." sekarang Alluna berani bersuara.

"Kalau kamu tidak suka, kamu bisa berhenti dari tempat ini. Sudah saya bilang diawal kan, saya hanya meneruskan permainan yang sudah kamu mulai. Jadi bersiaplah setiap hari."ucap Ghani sambil menekan tombol di lift, lalu mendadak lift terhenti.

Pintu lift terbuka, Ghani meninggalkan Alluna yang masih mematung dengan wajah yang sudah seperti udang rebus.

Pintu lift menutup kembali, membuat Alluna langsung menyentuh dadanya. Dari tadi debaran di jantungnya luar biasa ribut, seperti ada ribuan ngengat yang berkerumun di batang jantungnya. Tangan Alluna juga mulai bergetar. Alluna melihat telapak tangannya. Dia dapat merasakan ujung jarinya bergetar seperti habis terkena setrum ringan. Alluna kemudian mengepalkan tangannya, menarik napas dan membuangnya kuat-kuat.

Tidak akan pernah! Alluna tidak akan pernah melepaskan pekerjaan yang dia sukai itu. Bekerja di tempat itu adalah impiannya, lagipula gaji di tempat ini besar. Alluna hanya harus membuktikan pada bos menyebalkan Ghani itu bahwa dia akan bertahan dan akan menang dalam tantangan game yang dia mainkan. Alluna tidak akan kalah, walau biasanya dalam permainan Truth or Dare dia selalu kurang beruntung.

Ketika tengah menguatkan tekat, pintu Lift terbuka dan Anya menandang Alluna yang berada di sudut lift bersender.

"Lho, Luna, darimana?"

Alluna menunjuk ke atas.

"Ke bagian 3D?"

"Bukan, mau ke divisi story."

"Itu kan di bawah?" tanya Anya sambil masuk ke dalam lift.  Gadis itu menunjuk ke arah bawah lift dengan wajah heran.

"Iya. Tadi kebawa ke atas. Soalnya barengan sama yang mau ke lantai atas." ucap Alluna sambil tersenyum kikuk.

"Oh." Anya mengangguk, "Eh ya, kamu pulang pakai apa?"

"Motor." jawab Alluna.

"Enak ya bisa naik motor sendiri. Padahal aku bisa aja ambil motor, tapi karena tidak bisa naik motor, jadi…aku terpaksa naik Transjakarta."

"Kenapa enggak belajar?"

"Udah, dulu, terus jatuh dan tanganku patah. Sejak itu aku takut naik motor." terang Anya sambil memperlihatkan tangannya yang pernah patah.

"Oh, tidak berani coba lagi?"

"Waktu jatuh itu, aku sampai trauma pergi pake motor. Sekarang sih udah enggak trauma lagi, tapi masih takut pegang motor sendiri. Rasanya tiba-tiba jalan di depan jadi berkelok-kelok gitu terlihatnya." terang Anya.

Tepat ketika itu pintu lift terbuka. Seorang lelaki masuk dan langsung menyapa Anya. "Hai Nya," lelaki itu sekarang memandang ke arah Alluna dan alisnya berkerut karena merasa tidak kenal dan tidak pernah melihat Alluna. Sebagai salah satu pekerja yang cukup tenar dan mengenal banyak orang di banyak divisi, agak aneh juga ketika dia sampai melewatkan cewek semanis Alluna.

"Wah, anak baru?" tanya lelaki itu dengan ramah.

"Wah, hebat langsung tahu. Ini Anya, dia dari bagian Chara. Nah, Luna, ini Amar dia juga sama bagian marketing. Tadi dia enggak ada di kantor karena lagi tugas luar."

Amar langsung mengulurkan tangan. Pemuda tampan dengan rambut ikal itu bertindak cepat. Alluna pun menyambut uluran tangan lelaki itu.

"Akhirnya divisi Chara dapat staf cewek ya. Divisi itu paling dekat dengan Pak Ghani kan." celoteh Amar sambil melirik ke arah Luna.

"Heh, jangan lirik-lirik, nanti naksir lho!" Anya langsung menyengol Amar yang melirik ke arah Alluna. Mendapat senggolan dan sindiran halus membuat Amar jadi salah tingkah.

"Apa sih kamu Nya, enggak bisa lihat orang seneng apa?" Amar tampak ngedumel.

Saat itu pintu lift terbuka. Alluna sudah sampai di lantai empat. Alluna segera menepuk pundak Anya dan kemudian keluar dari lift setelah sebelumnya memberi anggukan kecil pada Amar.

Amar masih memandangi Alluna sampai pintu tertutup. Setelah pintu tertutup, Anya langsung memukul lengan Amar dengan gemas, "Kamu tuh enggk bisa lihat cewek jidatnya licin langsung mupeng mukanya!"

"Eh, emang kenapa? Dia manis sih."

"Awas ya, jangan dijadiin inceran. Dia masih baru, masih Fresh." Anya mengingatkan sambil mengacungkan jari telunjuknya dengan sikap mengancam.

"Yah elah Nya, kenapa sih galak banget kamu." celoteh Amar sambil menggosok-gosok dagunya yang tidak berjenggot.

"Apaan sih kamu!"

"kasih dong gue kesempatan Nya, mumpung ketemu tipe gue banget."

"Eit, Eit…. tidak boleh!"

Ketika mereka tengah berdebat, mendadak pintu lift terbuka. Ghani masuk dan membuat Anya menahan napas. Amar buru-buru mengangguk memberi sikap sopan. Lantas lift kembali naik.

Anya merasa di dalam lift terasa sesak. Aura milik Ghani seperti menguar dan memenuhi isi Lift. Hanya sikap Amar yang terlihat biasa saja. Anya ingin segera enyah dari tempat tersebut karena takut dengan lelaki CEO mereka yang terkenal tampan, tapi sangar.

Mendadak, Amar yang berdiri di sampnig Anya menoel pundak Anya. Membuat gadis itu tersadar dan menoleh sambil berbisik.

"Apaan?"

"Minta nomor Luna dong…" bisik Amar.

Anya mendelik, tapi hendak memberikan tatapan maut pada Amar, tapi wajahnya langsung terhenti karena sang bos sudah menolehkan kepalanya ke belakang sambil menatap mereka dengan tatapan menusuk.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status