Elena baru saja melangkahkan kakinya keluar dari restoran sebuah hotel. Malam itu ia baru saja menyelesaikan meeting dengan seorang klien yang kebetulan menginap di hotel tersebut. Sambil menunduk, Elena yang saat itu tengah fokus memesan taksi online yang saat itu entah mengapa sulit sekali ia dapatkan.
"Hari ini kamu menginap yah, temenin aku?" Suara wanita yang terdengar tengah merayu terdengar di telinga Elena yang masih enggan menegakkan pandangnya.
"Kamu kan udah putus dari Elena. Jadi gak ada alasan lagi dong buat kamu balik cepet-cepet ke apartemen. Ayo lah, malam ini akan aku galau kamu karena perempuan itu hilang," lanjut si wanita terdengar menggoda, membuat Elena terdiam beberapa detik begitu mendengar namanya disebut.
"Yah, bener juga. Gue emang butuh hiburan buat hilangin stres gue," ucap si pria dengan suara yang teramat sangat Elena kenal.
Secara refleks Elena menegakkan kepalanya. Matanya tepat menatap Damar dan Janeta yang tengah berjalan sambil merangkul mesra layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara.
Elena menggigit bibir dalamnya. Berusaha sekuat tenaga menahan emosinya yang memuncak. Elena merasa dipermainkan dan merasa terhina dengan sikap mantan kekasihnya itu.
Baru kemarin pria itu memohon kepadanya agar tidak memutuskan hubungan mereka. Baru beberapa menit lalu pria itu mengatakan rindu dan berharap agar diberikan kesempatan untuk kembali bertemu. Baru beberapa detik lalu pria itu mengirimkan pesan jika ia akan memperjuangkan Elena kembali kembali padanya seperti dulu.
Tetapi apa yang Elena lihat saat ini sudah cukup membuatnya tersadar. Jika penghianat akan selamanya seperti itu. Jika orang yang gemar selingkuh akan selamanya mendua. Jika pembohong tidak akan pernah jera.
Hati Elena teriris. Bohong jika ia mengatakan dirinya baik-baik saja. Bohong jika Elena mengatakan dirinya tidak terluka karena nyatanya sakit itu nyata. Luka itu kembali menganga.
Kurang apa dirinya hingga Damar tega mengkhianatinya? Apa salah Elena hingga ia harus menerima hukuman yang tidak pernah ia bayangkan perihnya.
Rasa marah, kecewa dan terluka menjadi satu. Hubungannya bersama Damar bukanlah main-main. Mereka bahkan sudah menjalin hubungan cukup lama, bahkan hitungan tahun. Tidak semudah itu bagi Elena untuk menghapus semua kenangan mereka. Namun, untuk tetap bertahan pun ia juga sudah sangat terluka.
Elena bahkan tidak tahu sudah selama apa Damar mengkhianatinya di saat ia benar-benar sudah memberikan hatinya pada pria itu. Karena sejujurnya bagi Elena jatuh cinta itu tidaklah mudah.
Selepas mengetahui perselingkuhan Damar, hidup Elena tak lagi sama. Tidak ada satu malam pun yang ia lewati tanpa air mata. Tidak ada satu malam pun ia lewati tanpa menyalahkan dirinya yang gagal dalam hubungan ini. Tiada satu malam pun Elena lewati tanpa bertanya apa salahnya? Mengapa semua harus Elena alami? Apakah belum cukup penderitaan Elena akibat pengkhianatan selama ini?
Jika belasan tahun lalu ia sudah menjadi korban dari keluarganya yang hancur karena perselingkuhan sang Ayah. Kini Elena kembali harus menjadi korban dari perselingkuhan Damar. Seakan hidup memang ia tidak diperbolehkan mengecap kebahagiaan dari cinta seorang pria yang memang tulus kepadanya.
Setetes air mata mengalir dari pelupuk mata Elena. Ia pikir air matanya sudah kering karena menangisi pria itu. Elena pikir dirinya sudah mati rasa. Nyatanya perasaannya sendiri pun berkhianat karena masih menyimpan rasa kecewa yang akhirnya kembali ia tangisi.
Sehelai sapu tangan terulur tepat di depan wajahnya. Dengan ekspresi bingung Elena menoleh kepada si pemilik yang ternyata berhasil membuat dirinya terkejut.
"Cepet hapus. Kalau mau nangis jangan di depan umum gini, nanti kamu malu," celotehnya tanpa mau memandang wajah Elena.
Wanita itu mengusap air matanya kasar. Menolak benda yang diberikan Rasky kepadanya. "Terima kasih. Saya permisi duluan, Mas," balas Elena yang sudah tidak memiliki tenaga untuk sekedar berbasa-basi dengan Rasky.
Wanita itu berjalan menuju pintu keluar secepat yang ia bisa. Malam ini ia tidak mau terlibat apapun dengan Rasky. Ia tidak ingin lagi dikasihani oleh pria itu.
Kembali mengotak-atik ponselnya, wajah Elena tiba-tiba berubah pucat kala melihat ponselnya mati kehabisan daya. "Ya ampun... kenapa harus mati di saat kayak gini, sih," gerutunya yang mulai kesal. Hari yang beranjak malam disertai hujan yang mengguyur sejak siang membuat Elena benar-benar membuat dirinya kesusahan untuk pulang dari hotel itu.
Menghela napas kasar, Elena kemudian berjalan keluar dari area hotel. Berharap ada taksi yang lewat untuk mengantarkannya pulang.
Bunyi klakson terdengar mengejutkan Elena. Dengan wajah kasar wanita itu menoleh ke arah si pemilik mobil. "Ayo masuk, biar aku antar kamu pulang. Udah malam gini gak bakalan ada taksi kosong yang lewat," tawar Rasky dari dalam mobil yang pria itu kendarai.
Gerimis yang saat itu berubah menjadi hujan lebat membuat Elena tidak punya pilihan lain. Ia dengan terpaksa akhirnya masuk ke dalam mobil Rasky dan menerima tawaran pria itu untuk mengantarkannya pulang.
Kesunyian mulai merajai suasana di dalam mobil selepas Elena menyebutkan alamat rumahnya. Sepanjang perjalanan tidak ada yang mau membuka mulut baik Rasky maupun Elena sama-sama tenggelam dalam pikirannya.
Pria itu sebenarnya sedari tadi memperhatikan Elena. Lebih tepatnya ia mengkhawatirkan Elena. Rasky berada di sana sejak Elena menjejakkan kakinya di lobi hotel. Awalnya ia bernita menyapa, tetapi melihat Elena yang berekspresi kaku dan tiba-tiba menitikkan air mata sambil memandang sepasang pria dan wanita yang masuk ke dalam lift membuat Rasky sadar jika ada yang tidak beres dari Elena saat itu.
Raksy sekali lagi melirik Elena yang kini terlihat tengah memeluk dirinya sendiri. Tanpa banyak kata Rasky melepaskan jaket yang ia kenakan dan memberikannya kepada Elena. "Pakai ini. Baju kamu basah, nanti yang ada kamu masuk angin," ucapnya.
Elena awalnya ragu, namun tubuhnya tidak bisa berbohong karena saat itu ia sudah menggigil kedinginan. "Terima kasih. Maaf saya jadi merepotkan," balas Elena canggung.
Mobil Rasky berhenti tepat di depan rumah Elena. Wanita itu pun turun dari mobil setelah sebelumnya kembali mengucapkan terima kasihnya kepada Rasky. Tanpa mau banyak berbasa-basi, Elena pun buru-buru masuk ke dalam rumah.
Langkahnya terhenti ketika mendengar suara Rasky mengatakan sesuatu. "Itu bukan salah kamu. Jangan salahin diri kamu atas hal buruk yang orang lain lakukan pada kamu." Perkataan Rasky masuk ke dalam hati Elena, pria itu seakan tahu apa isi hati dan pikirannya saat itu.
Elena menoleh dan memandang Rasky dengan tatapan datarnya. "Buruan masuk. Cepat mandi air hangat dan jangan lupa makan. Pura-pura bahagia juga butuh energi," ucapnya sebelum meninggalkan Elena yang tercengang dengan perkataan pria itu.
Sebaris pesan masuk ke dalam ponsel Elena. Membuatnya menduga jika itu adalah pesan yang dikirimkan Rasky untuk kembali mengirimkan kata-kata sindiran kepadanya. Namun ia salah. Karena pesan yang ia dapatkan justru berisikan hal yang akan ia pikirkan sepanjang malam.
Jovita
El, hubungan lo sama pacar lo baik-baik aja, kan?"
Lo kenal sama Janeta?
Elena masih duduk terdiam di restoran itu walaupun sudah lebih dari satu jam Tirto pergi meninggalkannya.Wanita itu duduk termenung dengan hati dan kepala yang sedang berdebat tanpa kesudahan. Terlihat tenang diluar tanpa ada yang tahu jika isi kepalanya tengah berteriak riuh.Ia pikir, ide untuk pergi ke mall bisa membuatnya berhenti melupakan masalahnya. Nyatanya, ia justru bertemu dengan Tirto. Pria yang justru membuatnya kembali memikirkan hal yang sedang ia hindari.Membuat Elena sadar apa yang dikatakan oleh Tirto ada benarnya. Bahwa menghindar dan berpikir seakan semua sudah selesai bukanlah hal yang benar. Pria itu memintanya menyelesaikan semuanya dengan cara bertemu kembali dengan Rasky dan membicarakannya dengan baik-baik. Namun, jangankan untuk berbicara baik-baik. Elena saja tidak tahu bagaimana cara kembali bertemu dengan pria itu.Elena sudah mengabaikannya, bahkan memblokir nomornya..Lalu apa alasan yang bisa ia berika
Rasky menatap lega pesan yang dikirimkan oleh Gia. Sahabatnya itu mengatakan jika dirinya baik-baik saja dan mengucapkan terima kasih pada Rasky atas bantuan pria itu.Rasky pun membalas pesan Gia, ia berpesan agar wanita itu agar tidak sungkan untuk meminta bantuannya. Setelah membalas pesan Gia, tatapan Rasky kini tertuju pada pesan dari Elena yang belum dibaca oleh wanita itu.Ini pernah terjadi beberapa bulan lalu, ketika ia masih mengejar cinta Elena. Setelah mereka resmi berpacaran, sikap menyebalkan Elena ini sudah tidak pernah terjadi lagi.Rasky tahu jika Elena mungkin marah padanya yang tidak datang waktu itu. Ia juga tidak menjawab panggilan Elena. Ia paham. Sangat paham. Namun, di saat ia ingin memberikan penjelasan. Wanita itu seakan menutup semua akses yang Rasky punya. Dan itu menyebalkan.Rasky menghembuskan napas kasar. Ia menjambak rambutnya untuk menyalurkan perasaannya yang sedang berantakan.Ini semua lagi-lagi karena dir
Melupakan seseorang ternyata tidak semudah menerima kehadirannya. Elena merasa jika kalimat itu benar. Karena tengah merasakan hal itu saat ini.Wanita itu masih berdiri di depan sebuah toko yang memajang gambar besar seorang pria yang tengah tersenyum lebar. Senyum pria terlihat begitu bahagia, menyihir setiap mata yang melihat untuk turut tersenyum. Seolah ikut merasakan perasaan bahagia yang terpancar dari wajah tampan dan senyuman menawan itu.Entah sudah berapa Elena berdiri di sana hingga seorang wanita menghampirinya sambil tersenyum. “Silakan dilihat-lihat dulu saja, barangkali ada yang cocok,” ucap wanita itu ramah.Elena menatap wanita itu dan tersenyum sambil menggeleng, lalu pergi. Ini bahkan sudah hampir seminggu sejak terakhir ia berbagi pesan dengan orang itu. Namun, dirinya masih belum bisa melupakan sosoknya.Kebersamaan keduanya memang belum begitu lama. Tetapi segala hal yang berhubungan dengan Rasky nyatanya masih beg
Siang itu matahari bersinar dengan terik, membuat Elena dan teman-temannya memilih makan siang di dalam kantor. Para wanita yang tidak ingin berkeringat atau merasakan kulitnya terbakar tentu saja menolak dengan tegas usulan Miko yang mengajak mereka makan siang di luar kantor."Ini kan jadwalnya kita makan di luar. Kenapa banget sih ciwi-ciwi ini gak mau kena panas dikit aja," gerutu Miko pada Diaz."Sht... Udah diem," ucap Nayla sambil memasukkan sesendok penuh nasi beserta lauknya ke dalam mulut Miko agar pria itu sibuk mengunyah dibandingkan menabur genderang perang dengan dua wanita lain yang ada di meja itu.Mata Miko sempat melotot dengan kelakuan Nayla. Benar-benar mulai berani ternyata juniornya ini."Emangnya lo mau bayarin skin care kita? Atau bayarin perawatan kita ke dokter kulit?" Nayla pikir kedua wanita itu tidak ada yang mendengar gerutu Miko. Namun nyatanya, Tania cukup jeli dan sepertinya perang mulut sebentar lagi akan dimulai.
Proses syuting sudah selesai kemarin dan mereka pun langsung bertolak untuk kembali pada pekerjaan mereka setelah semalam mereka menghabiskan waktu dengan makan malam bersama untuk merayakan lancarnya proses syuting mereka hari itu.Elena dan Rasky tengah duduk berdampingan di dalam pesawat yang akan membawa mereka ke tempat asal mereka. Rasky sudah mewanti-wanti Elena agar memesankan tiket pulang untuknya di hari yang sama dengan wanita itu. Ia juga meminta agar bisa duduk bersebelahan dengan Elena.Alasannya adalah hitung-hitung mengganti waktu kencan mereka yang tertunda karena kesibukan Rasky yang cukup padat akhir-akhir ini."Kamu kangen gak sih sama aku?" tanya Rasky random. Membuat Elena mengerutkan dahinya sesaat."Kita dari kemarin kan bareng terus. Cuma pas ke toilet sama tidur aja kan pisahnya? Terus gimana konsepnya nanya kangen?" Elena balik bertanya.Rasky sempat mengangguk sesaat. Ia mengaku jika pertanyaan perlu diralat.
Ketegangan muncul di wajah tim advertising pagi itu. Pasalnya lawan main Rasky dalam iklan kali ini mendadak tidak bisa hadir karena baru saja mengalami kecelakaan ketika menuju ke lokasi syuting.Mereka tengah bingung akan mencari darimana lawan main Rasky, mengingat proses syuting akan dimulai beberapa menit lagi."Terus gimana dong, nih?" tanya Miko pada tim advertising yang juga sama bingungnya seperti dirinya.“Pemeran pengganti sudah dihubungi belum?” tanya salah seorang di tim advertising pada temannya yang lain.“Sudah. Cuma dia lagi dirawat di rumah sakit. Sementara model yang lain lagi ada kerjaan.”Miko menghela napas gusar. Bisa gawat kalau sampai syuting hari ini berantakan. "Selebgram sini gak ada yang lagi free gitu?" tanya Miko pada tim Advertising yang juga berada di lokasi syuting."Kita lagi coba hubungi selebgram yang lain. Cuma agak sulit karena kan lo tahu sendiri gimana standar