Share

Bab 2

Author: Arisha
Aku berdiri di depan cermin, jari-jariku gemetar saat mengancingkan kancing terakhir kemeja renda.

Sosok di cermin itu tampil dengan riasan sempurna, tetapi tidak bisa menyembunyikan kelelahan di balik sorot mata.

Rowan sengaja memilihkan pakaian ini, kerahnya sangat rendah, dan ujung rok yang pendek nyaris tidak menutupi apa pun.

"Emma, kamu sangat cantik."

Rowan merangkul pinggangku dari belakang dan dagunya bersandar di bahuku.

Aku mencium aroma parfum lembut dari tubuhnya, itu adalah hadiah ulang tahun pernikahan dariku.

Aku perlahan melepaskan pelukannya dan mengenakan jas.

Sosok di cermin itu berubah menjadi lebih tegas, seolah-olah pesona menggoda tadi hanyalah ilusi.

"Aku pergi dulu." Aku mengambil tas dan keluar kamar lebih dulu.

Rowan segera mengikuti dan mengambil koper dari tanganku.

"Aku antar kamu ke bandara."

Aku berjalan di belakangnya, langkah kaki Rowan yang riang itu seperti menginjak-injak hatiku.

Apakah dia benar-benar sebahagia itu saat mengantarku pergi perjalanan dinas bersama pria lain?

Tidak, yang membuat Rowan senang adalah proyek yang hampir menjadi miliknya.

Aku adalah kepala sekretaris Aidan Davies. Sejak terakhir kali aku menemani Aidan dalam jamuan bisnis untuk membahas proyek itu, Rowan jadi sangat terobsesi dengan proyek tersebut.

Di bawah tatapan Rowan, aku melewati pintu pemeriksaan bandara.

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan menuju ruang tunggu dengan sepatu hak tinggi. Baru saja berbelok, aku melihat Aidan datang membawa dua gelas kopi.

Matanya tertuju sebentar padaku, lalu senyum tipis muncul di bibirnya.

"Bu Emma hari ini... terlihat berbeda."

Aku refleks merapatkan jasku, lalu dengan susah payah memaksakan senyum profesional. "Pak Aidan."

Aidan mengangguk pelan dan menyerahkan satu gelas kopi padaku.

Namun, pandangan Aidan masih tertuju pada kerah bajuku yang terbuka, seolah dia bisa melihat potongan rendah di baliknya.

Aku merasa tidak nyaman dan menutup kerah bajuku. Saat aku menatapnya kembali, Aidan sudah mengalihkan pandangan sambil membawa saputangan di tangannya.

Aku menghela napas, lalu menarik koperku dan bergegas mengikutinya.

Pesawat sudah lepas landas dan mendarat di Kota A, tapi pikiranku masih terfokus pada kalimat Rowan yang menyuruhku menemani Aidan minum.

"Bu Emma."

Suaranya yang tiba-tiba membuatku terkejut. Saat aku menengadah, Aidan sudah mengambil koperku dan jari-jarinya yang panjang menyodorkan kartu identitas.

"Kita sudah sampai di hotel," ujarnya sambil sedikit membungkuk. "Pergilah mengurus lapor masuk."

Karena perjalanan dinas ini diatur secara mendadak, aku hanya memesan kamar untuk Aidan. Sekarang, aku harus mengurus lapor masuk untuknya sekaligus memesan kamar untuk diriku.

"Maaf, Bu, semua kamar sudah penuh."

Aku menoleh dan hendak berdiskusi dengan Aidan untuk mencari hotel lain, tiba-tiba dia bertanya dengan suara lembut.

"Bagaimana kalau satu kamar denganku?"

Aku terkejut menatapnya. Ucapan seperti itu sama sekali tidak seperti dirinya.

Sebelumnya Aidan memang pernah memberi sinyal ingin menjalin hubungan lebih jauh denganku, tapi setelah tahu aku sudah menikah dengan Rowan, dia selalu menjaga jarak, apalagi mengajukan permintaan yang melampaui batas.

Bahkan mengenai perjalanan dinas ini, saat Rowan mengatakan bahwa Aidan memintaku menemani minum, aku masih sulit memercayainya.

Aidan bukanlah tipe pria yang memaksa wanita menggunakan kekuasaannya.

"Aku tinggal di suite, ada dua kamar tidur," ujarnya santai, meskipun telinganya sedikit memerah.

Pipiku memanas, tapi aku mengangguk.

Aku mengikuti Aidan masuk ke lift.

Di dalam ruang tertutup itu, aroma cedar yang samar-samar tercium dari tubuhnya.

Aku tanpa sadar merapat ke sudut, lalu mendengar tawanya pelan. "Bu Emma, nggak perlu gugup seperti itu."

Aku sengaja menghindarinya, begitu masuk kamar aku langsung membereskan barang-barang.

Setelah selesai, aku keluar dan melihat Aidan sudah duduk di depan sofa sembari menyerahkan dua berkas padaku.

"Bu Emma." Aidan memberikan salah satu berkas padaku. "Perjalanan dinas kali ini utamanya untuk membicarakan proyek baru."

Aidan terdiam sejenak. "Hal lainnya adalah... aku sudah menyelidiki Rowan. Dia nggak pantas untukmu."

Aku tiba-tiba menatapnya dengan serius. "Pak Aidan, aku dan suamiku punya hubungan yang baik."

"Benarkah?" Aidan bersandar di sofa dan pandangannya penuh makna. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita bertaruh?"

Aku menggenggam erat berkas di tanganku.

"Aku bertaruh," katanya pelan, "tanpa aku meminta apa pun, Rowan akan dengan sukarela menyerahkanmu ke ranjangku."

Aku menggigit bibir bawahku dan tidak menjawab, tapi hatiku berdegup kencang.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Demi Jabatan, Dicintai oleh Atasan   Bab 9

    Aidan ternyata membawaku ke kantor catatan sipil.Aku mencengkeram sabuk pengaman dengan erat, jantungku berdegup kencang."Aidan, kenapa kamu membawaku ke sini?""Untuk mengurus status resmi."Dia menarikku masuk ke pintu kantor catatan sipil.Mungkin aku orang pertama dalam sejarah yang bercerai di pagi hari dan menikah lagi di sore harinya.Dengan perasaan bingung, kami foto bersama. Saat buku nikah diletakkan di tanganku, aku masih tidak percaya. Jadi aku benar-benar menikah lagi dengan cara semudah ini?Selain itu, dengan Aidan? Bosku sendiri?Aku diam-diam mencubit pahaku, sakit, ini nyata.Aidan yang melihatnya menepis tanganku sambil tertawa."Emma, aku tadi mendengar ucapan Rowan. Aku ingin bilang, aku serius denganmu. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku sudah merencanakannya sejak lama.""Mari berkenalan lagi. Nyonya Davies, aku Aidan Davies."Cara kami berdua berinteraksi tidak banyak berubah.Kami berangkat dan pulang kerja bersama, hanya teman makan malamnya yang

  • Dikhianati Demi Jabatan, Dicintai oleh Atasan   Bab 8

    Aidan bekerja sangat efisien. Pagi-pagi sekali, bahkan sebelum kami selesai sarapan, Pak Jaden sudah datang ke rumahnya sambil membawa laptop.Saat melihatku, dia tampak tidak terkejut sama sekali, lalu menyapaku sambil tersenyum."Selamat pagi, Bu Emma."Aku meletakkan roti lapis di tanganku. "Pak Jaden, maaf merepotkanmu.""Nggak merepotkan, sama sekali nggak merepotkan. Pak Aidan sudah sejak lama berkonsultasi denganku soal urusan ini. Percayalah, untuk urusan hukum seperti ini, kamu nggak perlu khawatir!"Pengacara Jaden tersenyum licik.Pengacara Jaden membawa surat cerai. Setelah membaca dan memastikan tidak ada masalah, aku langsung menandatanganinya.Dari harta bersama selama aku dan Rowan menikah, aku hanya mengambil tabunganku sendiri sebesar dua miliar, dan aku meninggalkan rumah untuk Rowan.Lagi pula, rumah itu memang dibeli dengan kredit atas nama Rowan, dan cicilannya juga dia yang membayar. Jadi, bagi Rowan, ini sama sekali tidak merugikan.Kami tidak kembali ke rumah,

  • Dikhianati Demi Jabatan, Dicintai oleh Atasan   Bab 7

    Rowan langsung mengambil ponselku dan menelepon Aidan."Pak Aidan, barusan saya melihat Anda dari atas. Kenapa nggak mampir sebentar? Maafkan Emma kalau dia kurang sopan, saya meminta maaf atas namanya."Kalau dihitung-hitung, seharusnya Aidan belum tiba di rumah. Di seberang telepon, dia terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menjawab dengan suara rendah dan serak."Rowan, kalau ada urusan, bicaralah langsung padaku. Jangan menyusahkannya.""Baik, Pak Aidan, Anda memang murah hati. Kalau begitu, mohon putar balik sebentar, mari kita bicara. Tenang saja, Emma masih istri saya, tentu saya nggak akan menyusahkannya."Tidak lama kemudian, bel rumah berbunyi.Rowan membuka pintu dan melihat Aidan berdiri di ambang pintu sambil terengah-engah, dengan peluh di pelipisnya.Tatapan kami bertemu dan aku menggeleng pelan untuk mengisyaratkan bahwa aku baik-baik saja.Wajah Aidan langsung terlihat sedikit lega, lalu dia menoleh ke arah Rowan."Rowan, kalau ada yang ingin kamu sampaikan, katakan

  • Dikhianati Demi Jabatan, Dicintai oleh Atasan   Bab 6

    "Riwayat hidupmu, aku sendiri yang konfirmasi. Jadi, Emma Ashley, aku memang sudah mengincarmu sejak awal, kamu paham?"Aku sedikit terpaku. Ternyata, semua ini bukan keisengan sesaat darinya.Bahkan setelah pulang ke rumah, aku masih sulit memercayainya.Rowan berdiri di depan pintu dan membuatku terkejut."Emma, akhirnya kamu pulang. Aku sangat merindukanmu."Padahal aku hanya pergi menghadiri jamuan bisnis, bukan perjalanan dinas yang lama. Sikap Rowan yang berlebihan ini membuatku merasa seolah-olah aku telah mengkhianatinya.Aku tidak menggubrisnya dan langsung masuk ke kamar untuk berganti pakaian."Emma, barusan aku lihat mobil Pak Aidan dari balkon. Apa yang kalian bicarakan sampai lama sekali di mobil?"Aku mengerutkan kening dan menahan amarah."Apa urusannya denganmu? Bukankah kamu sendiri yang menyerahkan aku ke ranjangnya? Untuk apa kamu berlagak peduli?"Rowan menyilangkan tangannya, dia bersandar di dinding dengan sikap masa bodoh."Itu beda. Bahkan kalau pergi ke tempat

  • Dikhianati Demi Jabatan, Dicintai oleh Atasan   Bab 5

    Aku tidak menjawabnya. Aku hanya menutup mata dalam diam dan air mata jatuh membasahi bantal.Aidan memalingkan wajah, lalu menyelimutiku dengan kain.Akhirnya, sedikit rasa aman menyelimutiku."Emma, kamu kalah."Benar. Aku kalah. Kalah telak. Aku tidak pernah menyangka hubungan kami yang hampir sepuluh tahun, dari pacaran hingga menikah, kalah oleh sebuah pekerjaan.Aidan tidak menyentuhku. Dia berbaring di sofa sepanjang malam.Aku sedikit berterima kasih padanya, karena setidaknya Aidan masih memberiku sedikit martabat terakhir.Keesokan paginya, setelah efek obat hilang dan Aidan belum bangun, aku diam-diam mengenakan pakaian dan bersiap untuk pergi.Baru saja sampai di dekat sofa, tanganku ditarik. Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh tepat di atas tubuh Aidan, dengan tanganku bertumpu di dadanya."Kamu nggak benar-benar mengira aku pria baik-baik hanya karena semalam aku bersikap baik, 'kan?"Aku gugup dan menghindari tatapan Aidan yang membara."Pak Aidan, terima kasih. Bisaka

  • Dikhianati Demi Jabatan, Dicintai oleh Atasan   Bab 4

    Aku menggelengkan kepala, berusaha menyadarkan diri, lalu menarik lengan baju Rowan."Suamiku, kenapa kepalaku tiba-tiba begitu pusing?""Maafkan aku, Emma. Tolong bantu aku untuk terakhir kalinya. Setelah ini, aku janji nggak akan pernah lagi menyerahkanmu kepada orang lain. Aku sudah bertahan selama bertahun-tahun, aku nggak boleh kehilangan pekerjaan ini."Mata Rowan memerah dan dipenuhi kegilaan. Semua ini sudah lama dia rencanakan.Perlahan aku kehilangan kendali atas tubuhku, tubuhku terkulai di atas meja dengan napas yang berat dan tersengal-sengal."Kamu menambahkan apa ke dalam minuman itu?"Rowan menatapku penuh iba, lalu merapikan anak rambutku yang berantakan ke belakang telinga."Tenang saja, Emma. Hanya sedikit obat perangsang, hanya satu malam saja."Aku memukulnya dengan lemah."Rowan, kamu gila! Aku ini istrimu!"Rowan mengangkat tubuhku, lalu berjalan keluar dari bar."Justru karena kamu istriku, kamu pikir aku nggak merasa tertekan? Aku juga nggak punya pilihan, Emma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status