Tok! Tok! Tok!
“Khayra!” panggil Ratna dari luar sana.
Khayra tahu apa yang akan dibicarakan oleh Tantenya itu. Wanita itu kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Dibukanya pintu tersebut dan melihat sosok Ratna sudah berdiri di luar kamar.
“Kamu belum tidur, kan? ayo bicara sebentar dengan Om dan Tante di ruang keluarga,” pinta Ratna.
“Iya,” jawab Khayra dan mengikuti Ratna menuju ruang keluarga.
Khayra duduk di sofa, tepat di depannya ada Andi dan Ratna yang menatapnya dengan intens.
“Khayra, apa kamu serius akan menikah dengan atasan kamu itu?” tanya Ratna.
“Iya, Tante.”
“Begini, Khayra. Sebenarnya kami tidak akan mencampuri urusan pribadi kamu. Hanya saja, kami tahu hubungan kamu dengan Yuda dan pernikahan Yuda dengan Ziya. Apa kamu yakin akan menikah dengan atasan kamu itu? pikirkanlah dengan matang, menikah bukan untuk mencari pelampiasan. Pernikahan itu hidup bersama seumur hidup,” nasihat Andi.
“Aku sudah memikirkannya dengan matang, Om. Dan aku menikah dengan Mas Kaivan, bukan karena ingin menjadikannya pelarian atau pelampiasan sakit hatiku. Justru, dialah yang menjadi obat untukku,” ucap Khayra dengan suara tenang dan sorot mata yang teguh.
“Kalau kamu memang sudah sangat yakin dengan pria itu, juga dengan penilaianmu, maka Om hanya bisa mendukung pilihanmu,” ucap Andi.
“Tapi, Khayra.” Ratna terlihat bingung untuk mengatakannya. “Mengenai biaya pernikahan dan semua persiapan pernikahan yang akhirnya digunakan untuk pernikahan Ziya dan Yuda. Kamu tidak akan menagihnya, kan? kamu tidak akan meminta Tante dan Om untuk membiayai pernikahan kamu, kan?” ucapan Ratna benar-benar mengiris hati Khayra. Entah terbuat dari apa hati keluarga ini.
“Tante, aku mengumpulkan uang untuk pernikahanku dari dua tahun lalu. Aku menyisihkan gajiku untuk mempersiapkan pernikahan yang aku inginkan. Bagaimana mungkin Tante dengan teganya memakai tanpa membayar ganti rugi. Bahkan, Ziya mengambil calon suamiku,” ucap Khayra menekankan setiap kalimatnya.
“Jaga bicaramu, Khayra. Kamu harusnya bersyukur masih bisa tinggal di sini dengan nyaman. Orang tuamu bahkan tidak meninggalkan kompensasi apa pun pada kami. Apa kamu begitu puas menghina putriku? Apa kamu ingin semua orang tahu, kalau putriku telah tidur dengan calon suami Kakak sepupunya, begitu?” Ratna terlihat emosional di sana.
Khayra mengepalkan kedua tangannya, menahan diri untuk tidak menangis, juga menahan diri untuk tidak marah dan membentak Tantenya.
“Tapi bukankah aku tinggal di sini dari aku mulai bekerja. Aku juga membayar uang sewa kamar pada Tante setiap bulannya, bahkan aku beri lebih,” jawab Khayra.
“Kamu mau perhitungan dengan Tantemu sekarang?” tanya Ratna semakin emosi.
“Sudah cukup, Ma,” tegur Andi. “Khayra masuklah ke kamar.”
“Tidak! Tinggalkan rumah ini!” ucap Ratna membuat Andi dan Khayra kaget mendengarnya.
“Kenapa? kamu sudah menghina putriku, ingin aku membayar uangmu yang sudah digunakan. Harusnya kamu bilang saat Ziya akan menikah, kamu ingin aku membayar semuanya,” ucap Ratna. “Enak saja, masih mau tinggal di sini setelah apa yang kamu katakan. Jangan mentang-mentang kamu akan dinikahi bosmu, kamu jadi belagu. Lagipula masih kalah dengan Yuda yang seorang pengacara!” seru Ratna dengan tegas dan penuh penghinaan.
Sakit hati bukan main, sampai rasanya hati dan jantungnya terbakar dan rasanya sangat menyakitkan.
“Sudah cukup, Ratna. Khayra, masuklah ke kamar dan istirahat,” ucap Andi.
Tanpa kata, Khayra beranjak pergi dari sana menuju kamarnya.
“Dasar tidak tahu malu!” keluh Ratna.
“Kamu ini kenapa sih, Ratna. Dia itu keponakan kamu,” ucap Andi.
“Keponakan tiri! Dia itu anak tiri Kakakku yang dibawa Ayahnya!” seru Ratna dengan kesal dan itu satu fakta yang menyakitkan hati Khayra.
“Apa maksud Tante?” Khayra kembali ke ruangan itu saat mendengar perkataan Ratna. Sorot matanya sangat tajam dan penuh keterkagetan.
“Ck, akhirnya rahasia menyebalkan ini terungkap juga,” ucap Ratna menatap sinis ke arah Khayra.
“Kamu bukan anak kandung Kakakku. Ibumu entah siapa dan ada di mana, Ayahmu menikahi Kakakku saat usiamu tiga tahun,” ucap Ratna.
“Kau benar-benar merepotkan. Bahkan karena ulahmu, aku kehilangan Kakakku untuk selamanya!” teriak Ratna bagaikan petir yang menyambar jantung Khayra.
“Harusnya kamu bersyukur karena masih hidup dan bisa tumbuh dengan baik karena aku dan Kakakku Sarah. Kalau tidak, mungkin kau sudah menjadi gelandangan di jalan!” ucap Ratna penuh kebencian.
“Aku tidak mau melihatnya lagi di sini, Pa. Jangan menahannya, biarkan dia pergi dari sini,” ucap Ratna beranjak pergi dari sana.
Khayra yang sangat syok, masih berdiri di tempatnya. Berusaha mencerna semua perkataan yang dilontarkan Ratna tadi.
Khayra tersentak kaget saat sebuah tangan mengelus pundaknya dan dia bergerak mundur. Khayra baru sadar kalau Andi sudah berada di hadapannya, dengan sorot mata yang seperti predator lapar.
“A-aku permisi,” ucap Khayra bergegas menuju kamarnya. Tanpa menunggu lama lagi, wanita itu memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Dia memasukkan laptop dan beberapa buku miliknya ke dalam koper besar itu.
Khayra mengambil tas selendangnya dan beranjak pergi, tetapi dia kembali dikagetkan oleh sosok yang ada di pintu kamar, bahkan sosok itu sudah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.
“Jangan dengarkan perkataan Tantemu. Tetap tinggallah di sini, Om akan coba bicara dengannya,” ucap Andi berjalan mendekati Khayra yang sudah siaga.
“Dan Om cukup kaget mendengar rahasia yang disembunyikan oleh Tantemu. Om sungguh baru mengetahuinya sekarang,” ucap Andi semakin berjalan mendekat.
“Om, tolong tinggalkan aku sendiri,” pinta Khayra.
“Kamu takut pada Om? Om tidak akan memakanmu, santai saja,” kekeh Andi.
“Begini saja, Om memiliki apartemen. Bagaimana kalau kamu tinggal di sana?” tawar Andi.
“Terima kasih atas kebaikan Om. Tapi saya tidak membutuhkannya,” ucap Khayra segera beranjak pergi melewati Andi. Tetapi pria itu malah menarik lengan Khayra dan melemparkannya ke atas ranjang.
“Aku sudah berusaha bersikap lembut dan menahan diriku selama ini, Khayra. Kamu sangat angkuh dan jual mahal!” ucap Andi langsung mengungkung tubuh Khayra dan berusaha menodainya.
“Tidak, lepaskan aku! Argh!” teriak Khayra menendang udara karena kedua lututnya di tahan oleh kaki Andi. Kedua tangannya juga di tangan oleh sebelah tangan Andi.
Khayra terus menghindar dan berusaha melawan walau sangat sulit.
“Akhirnya, setelah sekian lama aku menahan diri. Kamu akan menjadi milikku!”
***
“Khayra!” Tubuh Andi ditarik paksa menjauh dari Khayra yang langsung bangun dan memeluk dirinya sendiri dengan rasa sakit dan pilu. “Bisa-bisanya kalian berzina di rumahku!” pekik Ratna sangat emosi. Andi merapikan pakaiannya. “Dia yang merayuku, Sayang.” Khayra menatap Andi dengan tatapan kaget dan penuh kebencian. “Dasar wanita murahan!” teriak Ratna dan mendekati Khayra dia memukuli Khayra yang berusaha melindungi kepalanya. “Apa Tante buta?” pekik Khayra mendorong Ratna menjauh darinya. “Dia yang hampir memperkosaku!” “Bohong, Sayang. Lagipula seorang lelaki tidak akan tergoda kalau tidak digoda,” ucap Andi benar-benar memutar balikkan fakta. “Aku gak mau tahu. Sekarang juga, keluar dari rumahku! Tidak sudi aku menampung wanita murahan sepertimu! Kamu menggoda suamiku karena kamu gagal nikah sama Yuda?” pekik Ratna benar-benar marah besar. “Aku sudah menampungmu di sini, Khayra. Tapi apa bala
“Ugh!” Khayra terbangun dari tidurnya. Dia meringis saat kepalanya terasa sakit dan berat. “Ah, aku harus bekerja,” gumamnya beranjak bangun dari posisinya. Dia melihat sekeliling ruangan yang asing baginya. “Aku ada di mana?” Gadis itu berusaha mengingat kembali apa yang terjadi kemarin. Hingga potongan demi potongan kejadian kemarin berputar di kepalanya. “Jadi aku ada di rumah Pak Kaivan,” gumamnya bangkit dari duduknya. Dia menyadari kalau dia masih memakai pakaian yang semalam, Kaivan tidak menyentuhnya sama sekali. Khayra masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia merasa tubuhnya lengket, dan merasa jijik karena sentuhan Andi. Wanita itu membiarkan air dingin menghujani tubuhnya. Dia tidak peduli seberapa menggigil tubuhnya itu, dia hanya berharap rasa sakit di hatinya ikut membeku karena dingin ini. Ucapan Ratna kembali terngiang di kepalanya, setega itu mereka padanya yan
“Benar-benar tidak tahu diri anak itu.” Ratna mengadu pada Sarah melalui telepon. “Sabar dulu, Na. Khayra tidak mungkin melakukan hal mencela itu,” ucap Sarah dari seberang sana. “Kakak masih saja membela anak itu, aku memergokinya sendiri. Mereka sedang saling berpelukan di atas ranjang, Kakak pikir aku berbohong?” Ratna menjelaskannya dengan emosional. “Baiklah, baiklah. Tapi Kakak tetap harus menemui dan bicara dengan Khayra. Di mana dia sekarang?” tanya Sarah. “Mana ku tahu. Tanya saja pada kekasihnya yang baru,” keluh Ratna. “Aku itu yakin, dia melakukan semua ini untuk balas dendam karena Ziya sudah merebut Yuda darinya. Yuda itu ibarat tambang emas bagi si Khayra, keluarganya yang kaya raya, memiliki Firma hukum yang di mana Yuda bekerja di sana.” Sarah diam di seberang sana. dia sangat mengenal Khayra dan dia percaya Khayra bukan orang seperti itu. “Baiklah, Kakak tutup teleponnya. Kakak akan menco
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Sunny menyadarkan lamunan Khayra. Saat ini mereka sedang berada di kantin kantor untuk makan siang. “Tidak ada,” jawab Khayra. “Pesananmu,” ucapnya menyodorkan piring makanan pesanan Khayra. “Makasih,” jawab Khayra. “Hari ini Bos besar tidak marah-marah lagi,” ucap Nita. “Kayaknya mood dia sedang baik. Tadi aku melakukan kesalahan, dia tidak memarahiku, hanya berkata revisi sekarang. Biasanya akan keluar amarahnya. Kamu ini bagaimana sih kerjanya, dan bla ... bla ... bla .... “ kekeh Sunny membuat Nita tertawa sedangkan Khayra hanya tersenyum. Khayra tidak berkomentar karena dia kini cukup mengenal bagaimana Kaivan. Pria yang memiliki kepribadian dingin, gila kerja, galak, ternyata punya sisi hangat dan perhatian. Mengingat perhatiannya kemarin, cukup menyentuh hati Khayra. “Katanya, akan ada acara liburan bersama antar divisi,” ucap Nita. “Ah iya,
“Khayra?” Semua orang melihat ke arah Kaivan dan Khayra dengan tatapan syok. Mereka semua mengetahui kalau Khayra adalah tunangan Yuda. “Apa acara makan malamnya sudah selesai?” tanya Kaivan menyadarkan mereka semua dari keterpakuan. “Tentu saja belum. Bagaimana kami bisa makan malam tanpa kamu,” ucap Genny berjalan mendekati mereka. “Halo, Khayra,” sapa Genny tersenyum pada Khayra. “Hallo, Tante. Apa kabar?” tanya Khayra. “Sepertinya yang kamu lihat,” jawab Genny yang kini tatapannya tertuju pada putranya yang tampan. “Van, sepertinya kita perlu bicara.” “Nanti, Ma. Sekarang sebaiknya kita makan dulu, tidak nyaman membuat semua orang menunggu,” ucap Kaivan melirik ke arah orang tua Yuda juga Yuda. Tanpa di sadari, orang tua Kaivan dan Yuda tidaklah dekat layaknya seorang Kakak beradik. Mereka seperti sedang bersaing memperebutkan jabatan dan warisan dari Kakek mereka. “Kita langsung ke meja maka
“Jadi kalian serius akan menikah?” Komar duduk di hadapan Kaivan dan Khayra di ruangan pribadinya. “Iya, Kakek,” jawab Kaivan dengan mantap. “Bukankah Kakek sudah menginginkan keturunan dariku, jadi restui pernikahan kami.” Komar masih menunjukkan ekspresi datar. Ya, sekali lagi Khayra harus merasakan kondisi seperti ini, disidang oleh Kakek Komar dari keluarga Dirgantara. “Kaivan, tunggu di luar. Kakek ingin bicara dengan Khayra,” ucap Komar. “Tidak bisa. Kakek bisa bertanya padanya di depanku,” ucap Kaivan yang takut Komar mempersulit rencananya. “Kaivan, tunggu di luar,” ucap Komar sekali lagi dengan tegas. “Tunggulah di luar,” pinta Khayra dengan tatapan yang berusaha menenangkan Kaivan. “Tapi, Khayr?” Kaivan sangat khawatir meninggalkan Khayra hanya berdua dengan Kakeknya. “Aku akan baik-baik saja, keluarlah,” ucap Khayra mengusap lembut lengan pria itu. “Aku tidak akan m
“Ternyata sudah pagi.” Khayra bangun lebih dulu, sebenarnya dia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan mengenai pernikahannya dengan Kaivan. Apakah pernikahan mereka akan mendapatkah restu dari pihak keluarga Kaivan.Khayra sudah membasuh wajahnya dan lebih segar. Dia kemudian keluar dari kamarnya. Matanya menyisir seluruh ruangan dan terlihat begitu sepi.“Apa dia tidak pulang semalam?” gumamnya.Khayra memutuskan untuk ke dapur, dibukanya kulkas di sana dan dia mengambil telur, dia juga mengambil roti. Dia akan membuat sarapan roti isi.Khayra memanggang roti di alat panggang, dan terdengar suara pintu terbuka, membuatnya menoleh ke sumber suara.“Tumben bangun lebih pagi?” tanya Kaivan membuat Khayra menoleh ke sumber suara. Saat itu, Khayra cukup kaget karena Kaivan keluar dengan bertelanjang dada, dan celana tranning abu. Dengan cepat Khayra memalingkan wajahnya.“Ah!” pekiknya saat tangannya tidak sengaja memegang begitu saja roti yang baru naik dari alat pangga
“Pesan lagi minumannya, pokoknya malam ini kita harus mabuk,” kekeh Sunny. Saat ini Nita, Sunny dan Khayra pergi ke sebuah tempat karaoke untuk menghilangkan kesedihan Khayra. “Ayo Ra, cepat nyanyi. Teriak-teriak deh, yang penting luapkan seluruh emosi kamu pada pria itu,” ucap Nita. “Bener. Ayo, Ra, jangan sungkan.” “Oke, siap,” kekeh Khayra. Khayra berpikir, mungkin memang tidak perlu dia ratapi kesedihannya itu. Sekali-kali, boleh dia bersenang-senang. Khayra memilih satu judul lagu dan menyanyi di sana dengan suara fals nya. Sunny dan Nita tidak peduli dengan suara fals Khayra. Mereka ikut berdiri dan bernyanyi bersama. Berteriak bersama-sama menyanyikan judul lagi sial. “Sial ... sialnya ku bertemu, dengan cinta semu. Tertipu tutur dan caramu, seolah cintaiku. Puas kau curangi aku....!” teriak mereka. Khayra tertawa puas di sana, karena hiburan dari dua rekannya, beberapa kali meneguk minuma