Share

Bab 8 : Memegang Tangannya

“Khayra!”

          Tubuh Andi ditarik paksa menjauh dari Khayra yang langsung bangun dan memeluk dirinya sendiri dengan rasa sakit dan pilu.

          “Bisa-bisanya kalian berzina di rumahku!” pekik Ratna sangat emosi.

          Andi merapikan pakaiannya. “Dia yang merayuku, Sayang.”

          Khayra menatap Andi dengan tatapan kaget dan penuh kebencian.

          “Dasar wanita murahan!” teriak Ratna dan mendekati Khayra dia memukuli Khayra yang berusaha melindungi kepalanya.

          “Apa Tante buta?” pekik Khayra mendorong Ratna menjauh darinya. “Dia yang hampir memperkosaku!”

          “Bohong, Sayang. Lagipula seorang lelaki tidak akan tergoda kalau tidak digoda,” ucap Andi benar-benar memutar balikkan fakta.

          “Aku gak mau tahu. Sekarang juga, keluar dari rumahku! Tidak sudi aku menampung wanita murahan sepertimu! Kamu menggoda suamiku karena kamu gagal nikah sama Yuda?” pekik Ratna benar-benar marah besar.

          “Aku sudah menampungmu di sini, Khayra. Tapi apa balasannya? Kamu mau menghancurkan rumah tanggaku?” tuduh Ratna.

          “Aku akan pergi dari sini.” Setelah itu, Khayra menarik koper dan tasnya keluar dari rumah itu. Tidak peduli rambutnya yang berantakan dan pakaian di bagian tangannya robek karena ulah Andi.

          Khayra melihat sekeliling, entah sudah sejauh apa dia berjalan. Suasana sudah sepi, kendaraan yang melewat pun sudah jarang. Waktu pun sudah lewat tengah malam.

          Lelah berjalan dan lelah hatinya, Khayra terduduk di trotoar dan menutup wajahnya. Dia menangis sesegukan di sana.

          “Kenapa nasibku harus semenyedihkan ini?” gumamnya terisak penuh kesakitan.

          Setelah dikhianati Yuda, harus menerimanya menikah dengan adik sepupunya sendiri, di dzolimi Tantenya sendiri, sampai kejadian hari ini. Mendengar kabar yang sangat menyakitkan, ternyata dia hanya anak tiri dari ibu yang dianggap sebagai ibu kandungnya sendiri.

          Terlalu sakit, sampai Khayra kesulitan bernapas dan tubuhnya benar-benar bergetar hebat.

          Setelah menangis sejadi-jadinya, gadis itu melihat sekeliling dan barulah dia memikirkan akan ke mana dia sekarang. Dia tidak memiliki tujuan.

          Sampai satu nama muncul di benaknya. “Apa dia sudah tidur?” gumam Khayra mencoba menghubungi seseorang.

          Dalam dering ketiga, panggilan diangkat oleh seseorang di seberang sana.

          “Ada apa, Khayr? Kamu tahu sekarang pukul berapa, kan?” tanya Kaivan dari seberang sana.

          “Um ... Pak- bisakah kamu menjemputku?” ucap Khayra dengan suara serak dan terdengar isakan kecil yang keluar.

          “Kamu di mana sekarang?” tanya Kaivan tanpa bertanya apa yang terjadi.

          “Aku akan share lokasiku sekarang,” ucap Khayra.

          Sambungan telepon pun terputus dan Khayra mengirimkan lokasinya pada Kaivan.

          Setelah 15 menit berlalu, sebuah mobil berhenti di depannya, sang empu menuruni mobil dan berjalan mendekatinya.

          “Khayr!” mendengar itu, Khayra melihat sepasang kaki panjang dengan kulit putih memakai sandal rumah berwarna hitam. Dia juga melihat celana piyama dan kaos oblong berwarna putih. Pria yang datang dengan penampilan seperti itu adalah Kaivan.

          “Pak Kaivan?” gumam Khayra dengan tatapan nanar. Wajah gadis itu terlihat pucat dan bibirnya berwarna ungu. Kaivan melihat pakaian wanita itu robek. Dia juga melihat koper yang ada di dekat wanita itu.

          “Mereka jahat,” gumam Khayra dan saat itu air matanya jatuh membasahi pipinya.

          Melihat itu, hati Kaivan terasa diremas dan amarah muncul di sana.

          Pria itu mengulurkan tangannya ke arah Khayra. “Andalkan aku untuk membalaskan dendam pada mereka!”

          Khayra menatap uluran tangan Kaivan di depannya. Wanita itu menyambut tangan Kaivan dan berdiri dari duduknya. Tanpa bisa menahan dirinya, Khayra langsung memeluk Kaivan dan menangis di pelukan pria itu.

          Kaivan cukup kaget dengan gerakan mendadak Khayra, tetapi akhirnya dia bisa mengendalikan diri dan membalas pelukan Khayra. Dia mengusap punggung wanita itu yang kembali menangis sesegukan.

          Cukup lama dalam posisi itu, sampai pelukan mereka terlepas. “Maafkan aku-“

          “Jangan meminta maaf. Kamu tidak bersalah, naiklah ke mobil. Aku akan membawamu ke rumahku,” ucap Kaivan berjalan mendekati mobilnya dan membukakan pintu penumpang. Khayra pun berjalan mendekat dan naik ke dalam mobil.

          “Apa yang terjadi?” tanya Kaivan saat mereka diperjalanan.

          Khayra terdiam beberapa saat. “Aku hampir dilecehkan oleh Om Andi. Untungnya tante Ratna datang, tetapi berujung aku harus angkat kaki dari sana,” ucap Khayra.

          “Apa? Om kamu melecehkanmu?” tanya Kaivan cukup kaget. Dia melihat leher Khayra terdapat sebuah cakaran, dia juga melihat pergelangan tangan Khayra memar.

          “Tidak bisa. Kita harus ke rumah sakit dan melakukan visum. Kamu harus melaporkannya ke pihak berwajib,” ucap Kaivan dengan kesal.

          “Sudah cukup. Aku tidak mau membuatnya masuk ke penjara. Karena itu terlalu ringan untuknya. Lagipula dengan membayar jaminan, Om Andi akan segera di keluarkan dari sana,” ucap Khayra.

          “Lalu, apa rencanamu?” tanya Kaivan.

          “Sekarang, aku tidak tahu,” jawab Khayra menghela napasnya. “Aku hanya ingin memejamkan mata, lelah sekali rasanya,” ucapnya.

          “Kalau begitu tidurlah, aku akan membangunkanmu saat sampai nanti,” ucap Kaivan.

          Tanpa terasa, mobil sudah berhenti di depan rumah Kaivan yang begitu aesthetic. Rumah dua lantai dengan seluruh dindingnya dari kaca jendela, sebuah kolam ikan yang menyambut kedatangan mereka.

          Kaivan melepaskan sabuk pengamannya, dia menoleh ke arah Khayra yang sudah terlelap dengan nyenyak. Dia melihat sudut mata gadis itu meneteskan air mata.

          “Aku akan pastikan, mereka membayar setiap air mata yang kamu keluarkan,” gumam Kaivan menyeka air mata di sudut mata Khayra.

          Kaivan melepaskan sabuk pengaman yang dipakai Khayra, Khayra memindahkan posisi kepalanya dan hampir membentur pintu mobil, tetapi telapak tangan Kaivan lebih dulu untuk melindunginya, dan kepalanya tidak sampai membentur pintu.

          Jarak mereka begitu dekat, tatapan Kaivan tertuju pada wajah cantik Khayra. Kemudian tatapannya turun menuju bibir Khayra yang pucat.

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Harsoemi Soetanto
untung ada Kaivan orang baik yg mrnolong
goodnovel comment avatar
Istiana
untung ada aa Ivan yang siaga...siap sedia kapanpun khay membutuhkan pertolongan.. sabar yh khay...
goodnovel comment avatar
Febrin Fifys Mara
sesedih ini ya trnyata ...... kini hanya kaivan yg bisa mnjdi tempat berlindung khayra. apa yg mereka tbur pasti akn mereka tuai jika waktunya SDH tiba...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status