“Khayra!”
Tubuh Andi ditarik paksa menjauh dari Khayra yang langsung bangun dan memeluk dirinya sendiri dengan rasa sakit dan pilu.
“Bisa-bisanya kalian berzina di rumahku!” pekik Ratna sangat emosi.
Andi merapikan pakaiannya. “Dia yang merayuku, Sayang.”
Khayra menatap Andi dengan tatapan kaget dan penuh kebencian.
“Dasar wanita murahan!” teriak Ratna dan mendekati Khayra dia memukuli Khayra yang berusaha melindungi kepalanya.
“Apa Tante buta?” pekik Khayra mendorong Ratna menjauh darinya. “Dia yang hampir memperkosaku!”
“Bohong, Sayang. Lagipula seorang lelaki tidak akan tergoda kalau tidak digoda,” ucap Andi benar-benar memutar balikkan fakta.
“Aku gak mau tahu. Sekarang juga, keluar dari rumahku! Tidak sudi aku menampung wanita murahan sepertimu! Kamu menggoda suamiku karena kamu gagal nikah sama Yuda?” pekik Ratna benar-benar marah besar.
“Aku sudah menampungmu di sini, Khayra. Tapi apa balasannya? Kamu mau menghancurkan rumah tanggaku?” tuduh Ratna.
“Aku akan pergi dari sini.” Setelah itu, Khayra menarik koper dan tasnya keluar dari rumah itu. Tidak peduli rambutnya yang berantakan dan pakaian di bagian tangannya robek karena ulah Andi.
Khayra melihat sekeliling, entah sudah sejauh apa dia berjalan. Suasana sudah sepi, kendaraan yang melewat pun sudah jarang. Waktu pun sudah lewat tengah malam.
Lelah berjalan dan lelah hatinya, Khayra terduduk di trotoar dan menutup wajahnya. Dia menangis sesegukan di sana.
“Kenapa nasibku harus semenyedihkan ini?” gumamnya terisak penuh kesakitan.
Setelah dikhianati Yuda, harus menerimanya menikah dengan adik sepupunya sendiri, di dzolimi Tantenya sendiri, sampai kejadian hari ini. Mendengar kabar yang sangat menyakitkan, ternyata dia hanya anak tiri dari ibu yang dianggap sebagai ibu kandungnya sendiri.
Terlalu sakit, sampai Khayra kesulitan bernapas dan tubuhnya benar-benar bergetar hebat.
Setelah menangis sejadi-jadinya, gadis itu melihat sekeliling dan barulah dia memikirkan akan ke mana dia sekarang. Dia tidak memiliki tujuan.
Sampai satu nama muncul di benaknya. “Apa dia sudah tidur?” gumam Khayra mencoba menghubungi seseorang.
Dalam dering ketiga, panggilan diangkat oleh seseorang di seberang sana.
“Ada apa, Khayr? Kamu tahu sekarang pukul berapa, kan?” tanya Kaivan dari seberang sana.
“Um ... Pak- bisakah kamu menjemputku?” ucap Khayra dengan suara serak dan terdengar isakan kecil yang keluar.
“Kamu di mana sekarang?” tanya Kaivan tanpa bertanya apa yang terjadi.
“Aku akan share lokasiku sekarang,” ucap Khayra.
Sambungan telepon pun terputus dan Khayra mengirimkan lokasinya pada Kaivan.
Setelah 15 menit berlalu, sebuah mobil berhenti di depannya, sang empu menuruni mobil dan berjalan mendekatinya.
“Khayr!” mendengar itu, Khayra melihat sepasang kaki panjang dengan kulit putih memakai sandal rumah berwarna hitam. Dia juga melihat celana piyama dan kaos oblong berwarna putih. Pria yang datang dengan penampilan seperti itu adalah Kaivan.
“Pak Kaivan?” gumam Khayra dengan tatapan nanar. Wajah gadis itu terlihat pucat dan bibirnya berwarna ungu. Kaivan melihat pakaian wanita itu robek. Dia juga melihat koper yang ada di dekat wanita itu.
“Mereka jahat,” gumam Khayra dan saat itu air matanya jatuh membasahi pipinya.
Melihat itu, hati Kaivan terasa diremas dan amarah muncul di sana.
Pria itu mengulurkan tangannya ke arah Khayra. “Andalkan aku untuk membalaskan dendam pada mereka!”
Khayra menatap uluran tangan Kaivan di depannya. Wanita itu menyambut tangan Kaivan dan berdiri dari duduknya. Tanpa bisa menahan dirinya, Khayra langsung memeluk Kaivan dan menangis di pelukan pria itu.
Kaivan cukup kaget dengan gerakan mendadak Khayra, tetapi akhirnya dia bisa mengendalikan diri dan membalas pelukan Khayra. Dia mengusap punggung wanita itu yang kembali menangis sesegukan.
Cukup lama dalam posisi itu, sampai pelukan mereka terlepas. “Maafkan aku-“
“Jangan meminta maaf. Kamu tidak bersalah, naiklah ke mobil. Aku akan membawamu ke rumahku,” ucap Kaivan berjalan mendekati mobilnya dan membukakan pintu penumpang. Khayra pun berjalan mendekat dan naik ke dalam mobil.
“Apa yang terjadi?” tanya Kaivan saat mereka diperjalanan.
Khayra terdiam beberapa saat. “Aku hampir dilecehkan oleh Om Andi. Untungnya tante Ratna datang, tetapi berujung aku harus angkat kaki dari sana,” ucap Khayra.
“Apa? Om kamu melecehkanmu?” tanya Kaivan cukup kaget. Dia melihat leher Khayra terdapat sebuah cakaran, dia juga melihat pergelangan tangan Khayra memar.
“Tidak bisa. Kita harus ke rumah sakit dan melakukan visum. Kamu harus melaporkannya ke pihak berwajib,” ucap Kaivan dengan kesal.
“Sudah cukup. Aku tidak mau membuatnya masuk ke penjara. Karena itu terlalu ringan untuknya. Lagipula dengan membayar jaminan, Om Andi akan segera di keluarkan dari sana,” ucap Khayra.
“Lalu, apa rencanamu?” tanya Kaivan.
“Sekarang, aku tidak tahu,” jawab Khayra menghela napasnya. “Aku hanya ingin memejamkan mata, lelah sekali rasanya,” ucapnya.
“Kalau begitu tidurlah, aku akan membangunkanmu saat sampai nanti,” ucap Kaivan.
Tanpa terasa, mobil sudah berhenti di depan rumah Kaivan yang begitu aesthetic. Rumah dua lantai dengan seluruh dindingnya dari kaca jendela, sebuah kolam ikan yang menyambut kedatangan mereka.
Kaivan melepaskan sabuk pengamannya, dia menoleh ke arah Khayra yang sudah terlelap dengan nyenyak. Dia melihat sudut mata gadis itu meneteskan air mata.
“Aku akan pastikan, mereka membayar setiap air mata yang kamu keluarkan,” gumam Kaivan menyeka air mata di sudut mata Khayra.
Kaivan melepaskan sabuk pengaman yang dipakai Khayra, Khayra memindahkan posisi kepalanya dan hampir membentur pintu mobil, tetapi telapak tangan Kaivan lebih dulu untuk melindunginya, dan kepalanya tidak sampai membentur pintu.
Jarak mereka begitu dekat, tatapan Kaivan tertuju pada wajah cantik Khayra. Kemudian tatapannya turun menuju bibir Khayra yang pucat.
“Ugh!” Khayra terbangun dari tidurnya. Dia meringis saat kepalanya terasa sakit dan berat. “Ah, aku harus bekerja,” gumamnya beranjak bangun dari posisinya. Dia melihat sekeliling ruangan yang asing baginya. “Aku ada di mana?” Gadis itu berusaha mengingat kembali apa yang terjadi kemarin. Hingga potongan demi potongan kejadian kemarin berputar di kepalanya. “Jadi aku ada di rumah Pak Kaivan,” gumamnya bangkit dari duduknya. Dia menyadari kalau dia masih memakai pakaian yang semalam, Kaivan tidak menyentuhnya sama sekali. Khayra masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia merasa tubuhnya lengket, dan merasa jijik karena sentuhan Andi. Wanita itu membiarkan air dingin menghujani tubuhnya. Dia tidak peduli seberapa menggigil tubuhnya itu, dia hanya berharap rasa sakit di hatinya ikut membeku karena dingin ini. Ucapan Ratna kembali terngiang di kepalanya, setega itu mereka padanya yan
“Benar-benar tidak tahu diri anak itu.” Ratna mengadu pada Sarah melalui telepon. “Sabar dulu, Na. Khayra tidak mungkin melakukan hal mencela itu,” ucap Sarah dari seberang sana. “Kakak masih saja membela anak itu, aku memergokinya sendiri. Mereka sedang saling berpelukan di atas ranjang, Kakak pikir aku berbohong?” Ratna menjelaskannya dengan emosional. “Baiklah, baiklah. Tapi Kakak tetap harus menemui dan bicara dengan Khayra. Di mana dia sekarang?” tanya Sarah. “Mana ku tahu. Tanya saja pada kekasihnya yang baru,” keluh Ratna. “Aku itu yakin, dia melakukan semua ini untuk balas dendam karena Ziya sudah merebut Yuda darinya. Yuda itu ibarat tambang emas bagi si Khayra, keluarganya yang kaya raya, memiliki Firma hukum yang di mana Yuda bekerja di sana.” Sarah diam di seberang sana. dia sangat mengenal Khayra dan dia percaya Khayra bukan orang seperti itu. “Baiklah, Kakak tutup teleponnya. Kakak akan menco
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Sunny menyadarkan lamunan Khayra. Saat ini mereka sedang berada di kantin kantor untuk makan siang. “Tidak ada,” jawab Khayra. “Pesananmu,” ucapnya menyodorkan piring makanan pesanan Khayra. “Makasih,” jawab Khayra. “Hari ini Bos besar tidak marah-marah lagi,” ucap Nita. “Kayaknya mood dia sedang baik. Tadi aku melakukan kesalahan, dia tidak memarahiku, hanya berkata revisi sekarang. Biasanya akan keluar amarahnya. Kamu ini bagaimana sih kerjanya, dan bla ... bla ... bla .... “ kekeh Sunny membuat Nita tertawa sedangkan Khayra hanya tersenyum. Khayra tidak berkomentar karena dia kini cukup mengenal bagaimana Kaivan. Pria yang memiliki kepribadian dingin, gila kerja, galak, ternyata punya sisi hangat dan perhatian. Mengingat perhatiannya kemarin, cukup menyentuh hati Khayra. “Katanya, akan ada acara liburan bersama antar divisi,” ucap Nita. “Ah iya,
“Khayra?” Semua orang melihat ke arah Kaivan dan Khayra dengan tatapan syok. Mereka semua mengetahui kalau Khayra adalah tunangan Yuda. “Apa acara makan malamnya sudah selesai?” tanya Kaivan menyadarkan mereka semua dari keterpakuan. “Tentu saja belum. Bagaimana kami bisa makan malam tanpa kamu,” ucap Genny berjalan mendekati mereka. “Halo, Khayra,” sapa Genny tersenyum pada Khayra. “Hallo, Tante. Apa kabar?” tanya Khayra. “Sepertinya yang kamu lihat,” jawab Genny yang kini tatapannya tertuju pada putranya yang tampan. “Van, sepertinya kita perlu bicara.” “Nanti, Ma. Sekarang sebaiknya kita makan dulu, tidak nyaman membuat semua orang menunggu,” ucap Kaivan melirik ke arah orang tua Yuda juga Yuda. Tanpa di sadari, orang tua Kaivan dan Yuda tidaklah dekat layaknya seorang Kakak beradik. Mereka seperti sedang bersaing memperebutkan jabatan dan warisan dari Kakek mereka. “Kita langsung ke meja maka
“Jadi kalian serius akan menikah?” Komar duduk di hadapan Kaivan dan Khayra di ruangan pribadinya. “Iya, Kakek,” jawab Kaivan dengan mantap. “Bukankah Kakek sudah menginginkan keturunan dariku, jadi restui pernikahan kami.” Komar masih menunjukkan ekspresi datar. Ya, sekali lagi Khayra harus merasakan kondisi seperti ini, disidang oleh Kakek Komar dari keluarga Dirgantara. “Kaivan, tunggu di luar. Kakek ingin bicara dengan Khayra,” ucap Komar. “Tidak bisa. Kakek bisa bertanya padanya di depanku,” ucap Kaivan yang takut Komar mempersulit rencananya. “Kaivan, tunggu di luar,” ucap Komar sekali lagi dengan tegas. “Tunggulah di luar,” pinta Khayra dengan tatapan yang berusaha menenangkan Kaivan. “Tapi, Khayr?” Kaivan sangat khawatir meninggalkan Khayra hanya berdua dengan Kakeknya. “Aku akan baik-baik saja, keluarlah,” ucap Khayra mengusap lembut lengan pria itu. “Aku tidak akan m
“Ternyata sudah pagi.” Khayra bangun lebih dulu, sebenarnya dia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan mengenai pernikahannya dengan Kaivan. Apakah pernikahan mereka akan mendapatkah restu dari pihak keluarga Kaivan.Khayra sudah membasuh wajahnya dan lebih segar. Dia kemudian keluar dari kamarnya. Matanya menyisir seluruh ruangan dan terlihat begitu sepi.“Apa dia tidak pulang semalam?” gumamnya.Khayra memutuskan untuk ke dapur, dibukanya kulkas di sana dan dia mengambil telur, dia juga mengambil roti. Dia akan membuat sarapan roti isi.Khayra memanggang roti di alat panggang, dan terdengar suara pintu terbuka, membuatnya menoleh ke sumber suara.“Tumben bangun lebih pagi?” tanya Kaivan membuat Khayra menoleh ke sumber suara. Saat itu, Khayra cukup kaget karena Kaivan keluar dengan bertelanjang dada, dan celana tranning abu. Dengan cepat Khayra memalingkan wajahnya.“Ah!” pekiknya saat tangannya tidak sengaja memegang begitu saja roti yang baru naik dari alat pangga
“Pesan lagi minumannya, pokoknya malam ini kita harus mabuk,” kekeh Sunny. Saat ini Nita, Sunny dan Khayra pergi ke sebuah tempat karaoke untuk menghilangkan kesedihan Khayra. “Ayo Ra, cepat nyanyi. Teriak-teriak deh, yang penting luapkan seluruh emosi kamu pada pria itu,” ucap Nita. “Bener. Ayo, Ra, jangan sungkan.” “Oke, siap,” kekeh Khayra. Khayra berpikir, mungkin memang tidak perlu dia ratapi kesedihannya itu. Sekali-kali, boleh dia bersenang-senang. Khayra memilih satu judul lagu dan menyanyi di sana dengan suara fals nya. Sunny dan Nita tidak peduli dengan suara fals Khayra. Mereka ikut berdiri dan bernyanyi bersama. Berteriak bersama-sama menyanyikan judul lagi sial. “Sial ... sialnya ku bertemu, dengan cinta semu. Tertipu tutur dan caramu, seolah cintaiku. Puas kau curangi aku....!” teriak mereka. Khayra tertawa puas di sana, karena hiburan dari dua rekannya, beberapa kali meneguk minuma
‘Kenapa aku ada di sini? Dan bagaimana aku tidur seranjang dengannya? Oh God! Apa ini karena mabukku semalam?’ Khayra benar-benar dibuat gelisah sekaligus malu. Wanita itu perlahan menuruni ranjang dan hendak keluar dari kamar itu karena berpikir dia berada di kamar Kaivan. Tetapi pandangannya tertuju pada tas miliknya yang di gantung di dekat pintu kamar mandi. ‘Loh bukannya ini kamar yang aku tempati? Apa? Jadi kami tidur bersama di kamarku?’ batin Khayra menoleh ke arah ranjang, di mana Kaivan berada dan masih terlelap. ‘Sebenarnya kenapa? Kenapa kami bisa tidur seranjang? Apa yang terjadi semalam, dan siapa yang mengusulkan tidur bersama? Apa mungkin aku?” tanya Khayra menutup mulutnya sendiri. Khayra melihat Kaivan bergerak dan matanya mengerjap beberapa kali. Dengan cepat, gadis itu masuk ke kamar mandi dan bersembunyi di sana. Dia tidak mau bertemu dengan Kaivan untuk saat ini. Khayra bergegas menyalakan air di bath up dan menunggu Kaivan keluar dari dalam kamar ini. Gadis