Share

Ranisa

Penulis: icher
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-12 19:54:25

Aku mulai melupakan kejadian hari itu. Karena Mas Heru pun sudah kembali seperti Mas Heru yang aku kenal sejak pertama menikah dulu. Dua minggu berlalu sejak kejadian malam itu, Mas Heru berusaha pulang lebih awal setiap harinya. Akhir pekan kami juga dinner di luar seperti dulu. Mas Heru berhasil membuatku kembali terlena dengan sikap lembutnya.

Aku bahkan lupa, bahwa aku pernah menempel chip pelacak di ponsel Mas Heru. Sampai siang ini, Nia menelponku.

"Beb, kamu dimana?" tanya Nia di ujung telpon.

"Aku di rumah dong, kenapa emangnya?" aku balik bertanya pada Nia.

"Aku lagi di klinik, nganterin klien-ku yang tadi pingsan saat pengadilan."

"Trus?"

"Di sini ada suami kamu..."

"Mas Heru? Ngapain dia di klinik?"

"Itu dia yang mau aku bilang.. dia sama seorang wanita hamil. Apa mungkin dia punya saudara yang lagi hamil?"

"Nggak. Mas Heru nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Ya udah, kamu tolong pantau terus ya. Kalau bisa kamu ambil foto perempuan itu." titahku pada Nia.

"Oke-oke. Nanti aku kabarin kamu lagi, ya!"

Nia menutup telponnya. Siang ini aku kembali merasa tidak tenang. Aku kepikiran tentang Mas Heru dan perempuan hamil yang disebutkan oleh Nia di telpon tadi.

"Siapa perempuan hamil yang diantar oleh Mas Heru ke klinik, jika itu Mami, pasti Nia tau saat melihatnya tadi." aku bertanya-tanya dalam hati.

Kemudian, aku putuskan untuk menghubungi  Mas Heru. Lebih baik aku bertanya langsung pada Mas Heru. Dari pada curiga tak menentu, bisa-bisa hubunganku rusak seperti terakhir kali aku mencurigainya waktu itu.

Tuuut.... Tuuuutt.....

Setelah dua kali berbunyi, telponku langsung diangkat oleh Mas Heru. Hatiku menjadi lega, setidaknya Mas Heru masih memprioritaskan diriku sebagai istrinya.

"Hallo, Sayang." sapanya di ujung sana.

"Hallo, Mas. Mas dimana sekarang?"

"Mas lagi di kantor dong sayang, memang dimana lagi mas berada jam segini?" 

Dari caranya bicara, Mas Heru tidak menunjukkan gelagat orang yang sedang berbohong. Tapi mengapa Nia mengatakan kalau dia melihat Mas Heru di klinik?

"Oh gitu, nggak sih, Mas. Aku rencananya mau ke kantor kamu. Aku mau bawain makan siang buat kamu. Sekalian nanti mau ke butik juga, jadi kan aku searah,"

"Eehh, nggak usah, Sayang. Mas siang ini mau makan sama teman-teman kantor. Em, itu... Mas kan menang proyek besar, jadi bawahan minta traktiran. Jadi Mas pikir, nggak papalah sekali-sekali," ucap Mas Heru mulai terbata-bata.

Dari sini aku bisa mengira bahwa mungkin yang dikatakan Nia benar, tadinya aku hanya ingin mengetes Mas Heru. Apa benar dia ada di kantor, karena sejujurnya aku sama sekali tak berniat akan ke kantornya siang ini.

"Lo, kok gitu sih, Mas? Jadi kalau makan sama bawahan, aku nggak boleh ikut? Aku nggak bisa diajak ya?" rengekku sengaja membuat Mas Heru merasa bersalah.

"Bu-bukan gitu... Nanti ya, Mas telpon kamu lagi. Mas dipanggil sama Direktur dulu, nih. Daaaa..." ucapnya seiring dengan putusnya sambungan telpon itu.

Aku mencoba menghubungi Mas Heru lagi, tapi nomornya nggak aktif. Aku mencoba lagi setengah jam kemudian, tapi nomor Mas Heru masih nggak aktif.

"Awas saja kalau kamu berani berbohong sama aku, Mas. Kamu akan tau akibatnya!" rutukku dalam hati.

Lalu aku segera bersiap untuk pergi ke butik yang memang sudah kumiliki sejak masih gadis. Butikku lumayan laris, karena aku memang khusus menjual produk-produk berkualitas. Dan, tak sedikit pula artis Ibukota yang sengaja datang ke sini untuk berbelanja. 

Aku memiliki Ranisa, sebagai karyawan tetapku di sana sejak setahun belakangan ini. Karena karyawan lamaku sudah menikah dan ikut dengan suaminya pindah ke luar kota. Awalnya aku ragu memperkerjakan Ranisa, karena saat itu dia masih SMA kelas tiga. Tapi, karena aku kasihan padanya, aku mengizinkannya bekerja paruh waktu. Setelah pulang sekolah sampai jam sembilan malam saja.

Ranisa bilang, saat itu dia butuh sekali banyak biaya untuk masuk ke Universitas impiannya. Namun, saat ujian kelulusan Ibunya meninggal dunia. Sepertinya hal itu menjadikan semangat Ranisa untuk berkuliah sirna. 

Dan sepertinya, aku belum pernah memperkenalkan Ranisa pada Nia sahabatku. Karena aku memang jarang sekali ke butik beberapa bulan ini. Nia pun banyak kasus yang harus ditanganinya. Karir Nia sedang menanjak naik saat ini, aku akan merasa bersalah jika sering-sering menghubunginya untuk meminta bantuan.

Di butik, Ranisa dibantu oleh empat orang karyawanku yang lain. Biasanya Ranisa hanya akan melayani pelanggan-pelanggan tertentu saja. Saat aku datang, ke empat karyawanku sedang melayani pembeli yang memang cukup ramai siang ini.

"Dimana Ranisa?" tanyaku pada Putri, salah seorang karyawan yang berada paling dekat dengan posisi dudukku di meja kasir.

"Tadi katanya mau keluar sebentar, Bu." jawab gadis itu dengan agak takut-takut.

"Dari jam berapa dia pergi?" 

"Jam sebelas, Bu."

"Sekarang sudah jam dua siang, dan dia belum kembali?" aku bertanya heran, namun enggan untuk membicarakan lebih lanjut. 

Karena hal itu adalah masalah pribadiku dan karyawanku, tidak enak jika para pelangganku mendengarnya. Kubiarkan mereka melayani pelanggan sampai selesai. Dan tak terasa, sudah jam lima sore saat butik kembali sepi. Hanya menyisakan kami berlima di dalamnya.

"Putri, coba kamu telpon Ranisa!" titahku pada Putri.

"Tapi, nomornya nggak bisa di telpon, Bu. Putri w******p juga masih centang satu," jawab gadis polos itu padaku.

Aku khawatir Ranisa kenapa-napa, karena tak biasanya dia pergi dari butik dan tak kunjung kembali. Aku memang menyayangi Ranisa seperti adikku sendiri. Mungkin karena dia yatim piatu, aku merasa nasibku hampir mirip dengannya.

Bahkan, kubiasakan dia dekat dan meminta pertolongan pada Mas Heru jika sewaktu-waktu memang dibutuhkan. Meski tetap saja, sampai saat ini belum pernah kudengar Mas Heru bercerita bahwa Ranisa meminta bantuan apapun padanya.

Aku menelpon Ranisa dengan ponselku sendiri, tapi sama saja. Panggilan itu tidak terhubung. Aku mencoba untuk menelpon Mas Heru, hasilnya sama saja. 

'Kenapa kedua orang ini tidak bisa dihubungi dalam waktu bersamaan? Apa ada hubungannya? Ah, mana mungkin. Mas Heru dan Ranisa, berjumpa saja mereka jarang. Mas Heru juga bukan tipe pria yang mudah akrab dengan perempuan yang baru dia kenal.

"Semoga Ranisa baik-baik aja. Aku takut banget terjadi apa-apa sama Ranisa. Karena terakhir dia bilang, ada nomor yang selalu neror dia beberapa minggu belakangan ini," ucapku pada karyawan lain, yang sama-sama menunggu  dan mencemaskan keadaan dan keberadaan Ranisa.

"Aamiin," ucap mereka serempak.

"Ya sudah, kalian segera beres-beres. Kita tutup cepat hari ini. Saya mau mencari tau dulu dimana Ranisa." ucapku, kemudian meninggalkan kembali Butik itu ke empat karyawan teladan yang kupilih.

"Baik, Bu... Hati-hati di jalan." Putri mengingatkanku, yang langsung kuangguki tanda setuju. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Ucapan Terima Kasih

    Terima ksih tak terhingga aku ucapkan pada semua pembaca setia karya-karyaku di Good Novel. Baik itu yang membaca dengan koin gratis dan harus sedikit berjuang + bersabar agar bisa membaca kelanjutan bab nya, maupun yang bela-belain top up koin demi bisa buka bab bergembok. Selama ini aku selalu mengatakan terima kasih untuk pembaca royalku, itu bukan sekedar untuk pembaca yang buka bab dengan koin hasil top up. Tapi kata-kata itu juga aku tujukan pada pembaca pejuang koin gratis dan untuk semua yang sudah royal meluangkan waktunya untuk membaca hasil ketikan jari jemariku ini. Aku mohon jangan ada lagi yang salah paham dan berkecil hati. Siapa pun kalian, dimana pun kalian berada, meski hanya buka bab pertama dari novelku saja, aku sudah mencintai kalian. Sayang sekali novel ini sudah harus tamat. Tapi, terus dukung dan baca karyaku yang lainnya, ya. Semoga aku secepatnya bisa menambah daftar karya terkontrakku lagi di Good Novel. Sekali

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Wanita itu kuat

    Pov AuthorWaktu begitu cepat berlalu, dan saat ini di dalam ruangan bersalin Winda sedang berjuang untuk melahirkan anak keduanya. Winda baru masuk sekitar 15 menit yang lalu. Kondisi saat ini jauh berbeda dengan saat ia melahirkan anak pertamanya dulu. Anak kedua ini lebih di permudah prosesnya. Winda ditemani oleh Hanan di dalam ruangan. Sementara itu, di luar sudah menunggu Mami Mery, Diana, Cantika, Jason, Nia, dan juga Ferdi. Anak mereka titipkan pada orang tua Ferdi."Oma, apa Bunda baik-baik aja?" tanya Cantika sambil memeluk Mami Mery."Iya, Sayang. Bunda baik-baik aja kok di dalam. Itu Bundanya kan sedang berjuang ngelahirin dedek bayi. Kita berdoa sama-sama, ya. Semoga Bunda dan dedek bayi sehat dan selamat," jawab Mami Mery sambil menciumi putri semata wayangnya. "Oma dan Om Jason kok ga punya adek bayi kayak Bunda? Itu, Tante Nia sama Om Ferdi juga mau punya bayi lagi." Cantika yang lucu dan menggemaskan berkata dengan polosnya."Sayang, Oma udah tua

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Kaulah yang terbaik untukku!

    Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk Mas Hanan dan Cantika. Hanya menu sederhana saja hari ini yang bisa aku buat, karena ternyata stok di kulkas tidak mencukupi lagi untuk membuat bubur ayam favorite Mas Hanan dan Cantika. Jadilah pagi ini aku hanya membuat nasi goreng spesial ala-ala cheff rumahan. Di rumahku sudah ada seorang asisten rumah tangga yang mulai bekerja seminggu yang lalu. Dia adalah ibu-ibu yang aku temui sedang mendorong gerobak menjajakan pisang yang ternyata juga punya orang lain. Hanya demi bisa membeli beras hari itu, ia rela berpanas-panasan berkeliling menjualkan pisang milik tetangganya. Menurut ibu itu, jika laki 1 sisir, maka ia akan mendapat 5 ribu rupiah sebagai untungnya. Sementara sejak pagi, baru laku 2 sisir. Untuk membeli sekilo beras saja belum cukup. Apalagi membeli telor sebagai lauknya makan. Di rumah ada dua orang anaknya yang sedang menunggu dengan perut lapar karena sudah sejak semalam belum makan nasi. Ha

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Tak ingin terulang lagi

    Setelah petugas keamanan komplek datang, wanita itu segera dibawa bersama dengan seorang Dokter wanita. Mungkin karena tadi Mas Hanan mengatakan ia sedang dalam keadaan hamil besar, jadi untuk berjaga-jaga mereka juga membawa seorang Dokter. Dan ternyata itu juga sangat membantu. Wanita itu mengamuk awalnya karena bersikeras tak ingin pergi dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya yang benama Jaka itu.Jalan terakhir yang dipilih Dokter adalah memberikannya suntik penenang. Dan setelah menunggu selama lima menit, akhirnya dia benar-benar tenang dan akhirnya tertidur. Mereka semua membawa wanita itu untuk ditangani oleh ahli kejiwaan dan akan mencari tau tentang informasi keluarganya.Sampai saat aku dan Mas Hanan sudah berada di dalam kamar, kami masih saja heran dengan bagaimana wanita itu bisa masuk ke rumah kami dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya.Aku bahkan sempat membaca secarik kertas yang dia lemparkan pada Mas Hanan saat baru datang itu. Itu adalah surat d

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Perempuan gila.

    Aku sangat terkejut dengan kedatangan wanita hamil yang tiba-tiba saja marah dengan melempar kertas pada suamiku itu. Entah apa maksudnya. Mas Hanan juga terlihat sangat heran. Kemudian dia berjalan lebih dekat pada Mas Hanan. Seketika itu juga, wanita hamil itu menghambur ke dalam pelukan suamiku. Dia memeluk Mas Hanan dengan sangat erat.Mas Hanan tampak semakin bingung dan berusaha menjauhkan wanita itu dari tubuhnya. Tapi, pelukannya terlihat semakin erat. Aku yakin Mas Hanan sangat takut berbuat kasar karena kondisi wanita itu yang sedang hamil besar."Mas, tega sekali kamu ninggalin aku demi perempuan ini? Apa kurangnya aku, Mas? Lihat ini, Mas. Aku juga bisa hamil, Mas. Aku bisa seperti dia. Tinggalin dia, Mas. Kembali padaku. Ini anak kita. Dia akan segera lahir ke dunia ini, Mas," ucap wanita itu dengan isak tangis yang tak bisa ia tahan.Sementara aku? Aku yang tadinya sudah berdiri, lantas kembali terduduk di atas kursi yang untungnya sangat lembut itu. Tubuh

  • Dikhianati Manager Diperjuangkan Dokter   Siapa wanita itu?

    Kebahagiaan yang Tuhan berikan seakan tak pernah ada habisnya. Kehamilan keduaku yang awalnya membuatku agak susah makan dan beraktifitas karena mabuk berat, ternyata hanya berlaku 2 bulan saja. Setelah kehamilan memasuki 7 bulan, semua orang sudah sangat tidak sabar menantikannya lahir. Terlebih lagi, saat aku memberitahukan hasil USG tentang bayi yang ada dalam kandunganku ini berjenis kelamin laki-laki. Itulah yang membuat semua orang sangat senang dan tidak sabar menantikan kehadirannya. Malam ini, di rumahku sedang diadakan acara do'a tujuh bulanan. Sangat banyak tamu yang datang. Hampir semua orang yang aku undang, menampakkan batang hidungnya malam ini di kediamanku yang sudah semakin besar karena Mas Hanan bersikeras merenovasinya beberapa bulan yang lalu. "Selamat ya, Win," ucap Nia, sahabatku yang paling aku sayangi dan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. "Makasih ya, Beb. Kamu juga, bentar lagi mau nujuh bulanan kan?" jawabku dan kami saling berpe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status