Seorang pria terus mengamati Zahira, dari lirikan matanya dia tampak tertarik. Danis tersenyum tipis saat mengenali wanita konyol itu. Wanita bodoh di pesta pernikahan Emran.
Pria itu menghentikan minumnya, niatnya untuk mabuk malam ini dia urungkan. Danis mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada asisten pribadinya. [Jangan masuk!] Selang beberapa menit kemudian balasan dari Robi muncul. [Siap laksanakan!] Bartender menyodorkan sebuah minuman, "Vodka!" "Vodka ... " Zahira mengulang ucapan Bartender itu. Matanya menyipit, dia menatap ragu pada pria muda di depan. Bartender itu mengangguk seolah berkata, "Percayalah!" Zahira akhirnya mengangguk dan meraih gelas itu. Awalnya dia menghirup aromanya, dahinya seketika mengerut. Aromanya aneh dan menyengat. Karena penasaran wanita muda itu mengesapnya sedikit, wajah gadis itu meringis saat lidahnya terasa terbakar. Bukannya meminum dengan sekali tenggak, wanita itu justru menyeruputnya. Lidahnya berdecap-decap sambil menikmati sensasi terbakar di lidahnya. Bartender itu menutup mulutnya sambil menahan tawa. Ini hiburan! Karena cahaya remang, Zahira tidak menyadari bahwa dia sedang menjadi incaran pria hidung belang di sekitarnya termasuk pria bernama Danis. Pria matang berusia 35 tahun, dia adalah ahli waris keluarga Biantara. Karena sebuah kecelakaan tunggal membuatnya koma selama kurang lebih dua tahun dan mengalami amnesia. Danis minum sambil sesekali melirik ke arah Zahira. "Ternyata wanita bodoh yang tadi!" gumamnya. Baru satu gelas kecil, kepala Zahira terasa sedikit pusing. Dia melirik ke arah pria di sebelahnya yang duduk dengan anggun. Pria itu meminum minumannya hanya dengan sekali tenggak dan tanpa ekspresi. Zahira menelan ludah, "Jadi begitu caranya," batinnya. "Berikan satu gelas lagi," pinta Zahira. Setelah menghabiskan beberapa gelas. Wajah Zahira memerah, matanya sayu dan kepalanya sangat berat. Zahira duduk sambil melipat kedua tangannya di atas meja dan menyandarkan kepalanya. "Tuan ... " panggilnya dengan nada sedih. Danis memutar tubuhnya dan menghadap wanita di sebelahnya dengan dingin, "Ada apa?" "Bisa tolong carikan aku, gigolo?" ujar Zahira to the point. Danis mengerutkan dahinya, entah apa yang dia pikirkan sekarang. Hingga dia berbohong, "Aku, gigolo." Zahira mengangkat kelopak matanya, "Gigolo setampan ini? Berapa tarifmu?" ujarnya kembali dengan mata berbinar. "Kamu punya uang berapa?" tanya Danis dengan tatapan penuh arti. "Kalau aku bayar dengan gajiku sebulan. Bagaimana? Aku seorang perawat, kamu bisa cek gajiku," pungkasnya. Gadis itu menatap lamat-lamat mata hitam Danis yang dalam. "Baiklah ... ayo!" Danis bangkit dari duduknya. Tangannya terulur. Zahira menegakkan punggungnya lalu meraih tangan itu, perasaannya berdebar saat tangannya di genggam. Mungkin karena efek minuman yang dia minum. Setidaknya itu yang Zahira pikirkan. Karena terlalu mabuk, tubuh Zahira terhuyung. Dengan sigap Danis menangkapnya dan merangkul tubuh munyil wanita itu. Tas slempang Zahira menggantung di leher pria itu. Wajahnya tampak dingin dan datar. Bartender muda itu hanya bisa menelan ludahnya, lalu bergumam, "Wah ... sayang sekali!" "Ternyata kamu tak sepolos wajahmu!" batin Danis. Sudut bibir pria itu terangkat. Saat di luar club, mata Robi terbelaklak, saat melihat Tuannya yang anti perempuan terlihat berjalan sambil merangkul seorang wanita muda yang berjalan sempoyongan. "Apa itu wanita penghibur? Namun pakaiannya seperti? Ahhh ... sudahlah!" batinnya. Melihat wajah galak bosnya, Robi memilih menampik segala pertanyaan yang ada di kepalanya. Dia dengan sigap membuka pintu tanpa bertanya. Setelah Danis dan Zahira masuk ke dalam mobil, Robi menyalakan mesin. Saat mulutnya hendak terbuka, suara Danis yang ketus mengalun, "Apartemenku! Tapi sebelum itu mampir ke Toserba. Belikan aku satu kaleng susu murni dan satu botol air mineral." "Apa Tuan butuh pengaman?" tanya Robi. Dia hanya mengetes saja. Namun jawaban Danis benar-benar membuat Robi hampir terkena stroke. "Boleh juga!" ujar Danis tanpa ragu. "Apa amnesia bisa merubah karakter manusia?Tuan ga mungkin berubah jadi pria brengsek kan?" batin Robi. Pria itu hanya diam sambil memegang setir. "Robi ... " panggil Danis dengan galak. "Akkhhh! Maaf Tuan," ujar Robi. Setelah mendengar intruksi bosnya, Robi memutar haluan menuju jalan ke arah sebuah gedung bernama Lavender. Apartemen yang paling mewah di kotanya. Sepanjang perjalanan, Zahira duduk dengan kepala bersandar di kaca jendela. Matanya terpejam namun mulutnya terus bersenandung. Dia bernyanyi, suaranya serak namun terdengar merdu. Baik Danis ataupun Robi mendengarkan dengan seksama. Sebuah lagu pop yang menyayat hati. Danis melirik kearah wanita itu, anak rambutnya menutupi sebagian wajahnya yang memerah. Semakin lama, Danis semakin penasaran dengan wanita asing di sebelahnya. Jadi dia membawanya pulang dari pada di bawa orang lain. Singkat cerita, mereka telah sampai di depan sebuah gedung. Sebelum masuk ke dalam, Danis membawa Zahira untuk duduk di taman apartemen itu. Melihat Zahira tampak linglung dan sesekali cegukan, Danis memberikan satu kaleng susu murni yang sudah di buka segelnya, "Minum!" Zahira tampak patuh, pipinya bersemu merah dengan tatapan yang sayu. Gluk! Gluk! Setelah beberapa saat, susu itu bereaksi. Seperti ada sesuatu yang bergejolak di lambung wanita itu. Secara tiba-tiba Zahira menoleh, dia menatap wajah tampan Danis yang dingin. Kedua tangannya mencengkram kerah baju pria itu dengan ekspresi kesesulitan. "Menjauh dariku," eram Danis. Dia yang tahu bahwa wanita yang bersamanya akan muntah, tentu mendadak panik. Dia mendorong kepala Zahira dengan satu tangannya dan dengan tangan yang lain mendorong pundak wanita itu. "Tuan Gigolo! Aku, mau-Pertanyaan itu cukup membuat Zahira termangu beberapa detik, "Maksudnya?"Wulan mengerutkan bibirnya dan wajahnya berubah murung lalu berkata dengan nada sedih, "Ehhh ... Talitha sangat sibuk, dia tidak pernah di rumah dan tidak pernah mengurus putraku. Jika di rumah dia hanya malas-malasan."Wulan menceritakan kehidupan Emran dan Talitha yang tidak ada hubungan dengan Zahira, membuat gadis itu merasa canggung. Zahira mengusap tengkuknya lalu berkata sambil tersenyum tipis, "Wajar si ... Talitha kan sedang hamil."Melihat ekspresi Zahira yang polos dan tidak terpengaruh membuat Wulan merasa kesal. Wanita paruh baya itu hanya menggertakkan giginya lalu kembali berpura-pura. Wulan kembali menghela nafas dan terlihat tidak berdaya. "Aku juga pernah hamil, tapi aku merasa dia aneh. Dia kadang terlihat dingin dan acuh pada Emran. Aku juga dengar rumor bahwa dia sedang dekat dengan pria lain. Jangan-jangan anak itu bukan milik putraku."Setelah mengatakan hal buruk pada menantunya yang dulu
Melihat Zahira ketakutan, Wulan menggigit bibirnya dengan canggung dan berkata dengan lembut dan hati-hati, "Boleh masuk, Ra? Ada hal yang ingin aku katakan." Zahira tercengang. Apakah matahari terbit dari barat? Kenapa nyonya angkuh seperti Wulan akan bersikap rendah hati seperti ini. Semakin dipikirkan, semakin terasa mustahil. Melihat Wulan begitu sopan, Zahira semakin merasa gelisah. Dia berkedip beberapa kali sambil memegang gagang pintu dengan kuat. Dia masih ingat setiap interaksi bersama Wulan, mereka tidak pernah berakhir menyenangkan. Jadi Zahira harus membuat alasan karena tidak ingin berduaan saja dengan ibu mantan pacarnya yang problematik itu. Setelah menenangkan diri, Zahira berdehem dan mulai merangkai alasan. "Tante, kebetulan tempat tinggalku masih berantakan. Sebentar lagi orang yang akan membereskannya akan segera datang. Bagaimana kalau kita mengobrol di kafe depan?" ujarnya dengan ragu. Jika ada interaksi di antara mereka berdua harus di depan umum agar ti
Karena terlalu hanyut dalam suasana, Danis dan Zahira tidak mendengar ketukan pintu. Mereka masih tenggelam dalam perasaan yang menggebu-gebu.Setelah beberapa ketukan tidak ada respon, Zaidan pun menjadi panik. Dia takut hal buruk terjadi pada adik kesayangannya. Zaidan pun membuat ancang-ancang dan mendobrak pintu dengan tubuhnya yang besar.Brak!!!Zahira dan Danis langsung terperanjat, mata mereka terbelaklak dengan wajah pucat. Saat melihat sosok yang berdiri dengan garang."Zaidan!""Kakak!"Melihat pemandangan yang mengotori matanya, mata Zaidan melotot dan hampir keluar dari tempatnya. Adik kesayangannya yang lugu dan polos sedang bermesraan dengan sahabatnya sendiri tanpa ikatan resmi. Sebagai Kakak dia tidak terima. Suara pria itu pun menggelegar penuh amarah, "Apa-apaan ini!" Zahira langsung mendorong tubuh Danis, dia langsung merapikan jubah mandinya dan duduk bersimpuh di atas ranjang. "Kami ga ngapa-ngapain, Kak!" ujarnya dengan suara bergetar.Danis berdehem dan wajahn
Danis menundukan kepalanya, wajahnya sedikit masam, "Apa?""Eh! Kak Danis ga boleh nyerah dong!" ujarnya sambil mengelus lengan Danis. "Kakak mau tau, kenapa aku ga mau tinggal sama Kak Zaidan?"Danis merangkul Zahira dan menggiringnya ke sisi ranjang. Dia masih menampilkan ekspresi sedih dan putus asa. "Kenapa?" tanya Danis dengan lirih.Mereka berdua duduk di sisi ranjang, Zahira membiarkan Danis merangkul pundaknya. Gadis itu mulai bercerita, "Kak Zaidan itu kan gila. Setiap teman yang manfaatin atau ngebuli aku pasti akan di buat babak belur, bahkan ada yang sampai patah tulang. Apalagi cowok yang dekati aku, habis sama dia. Makanya aku milih kabur dan ngancem ke Kak Zaidan, kalau dia berani ikut campur urusanku, aku tidak mau pulang."Danis tidak peduli, baginya cerita itu tidak lah menyeramkan. Bahkan dia juga seperti itu. Buktinya dia menonjok wajah Zaidan saat dia pikir sahabatnya itu menaruh rasa pada Zahira. Tapi untuk menarik simpati Zahira yang polos itu, dia berpura-pura
Danis mencekal lengan Zahira, nadanya kembali galak, "Ra ... kamu ngusir aku?" Zahira menggigit bibirnya, "Kamar yang satunya tidak pernah aku bersihkan, jadi banyak debu. Kakak pulang saja. Lagian kita cuma pacar bukan suami istri," ujarnya dengan canggung sambil mencoba melepaskan diri. Danis melepas cekalannya, dia duduk di sisi ranjang sambil bersedekap angkuh. Wajahnya terlihat dingin dan menatap Zahira dengan kedua alis menukik tajam. "Dari ekspresimu tadi. Kamu ga serius nerima aku ya? Kamu ga cinta apa sama aku?" tanyanya dengan nada kesal. Zahira menggaruk kepalanya, dia melirik jam dinding. Matahari sudah hampir bangun dari peraduan, tapi dia belum tidur juga. Zahira bahkan belum ganti baju atau menyisir rambutnya. Gadis itu kembali menutup jendela lalu berkata dengan ragu, "Mau jawaban jujur atau bohong?" Wajah Danis langsung berubah masam, "Jujur!" Dengan malu-malu Zahira menyelipkan rambutnya di belakang telinga. "Aku emang belum cinta sama kamu. Hehe." Tawa garing Z
"Emang cuma kamu saja yang boleh marah tanpa alasan. Huh!" ujar Danis sambil tersenyum. Senyuman palsunya terlihat jelek dan membuat Zahira mencebik. Melihat reaksi Zahira, Danis hanya menggelengkan kepala sambil menghisap rokoknya, asap keabuan itu menyeruak. "Kakak sudah tua dan asap rokok tidak baik untuk kesehatan! Kakak ingin cepat mati ya? Bukannya jawab pertanyaanku malah bengong!" Zahira terus mengomel lalu membuka pintu jendela agar asap rokok itu bisa keluar. Karena hari sudah pagi, udara yang masuk sangat dingin. Tubuhnya menggigil, dia ingin berganti baju tapi takut Danis mengambil kesempatan saat dia lengah. Mendengar Zahira terus merepet tanpa henti, Danis yang frustasi berdiri di depan jendela. Kepalanya sedikit menyembul keluar dan menikmati pemandangan kota dengan nanar. Angin yang masuk menyibak rambutnya yang mulai panjang. Karena sering dikatai tua oleh Zahira, Danis memotong rambutnya dengan gaya mulet dan membuatnya semakin tampan dan berkarisma. Apalagi eksp