Hoek! Hoek!
Belum sempat Danis menyingkirkan Zahira, wanita itu sudah muntah. "Akkhh!" Danis memekik dengan suara tertahan, saat jasnya yang mahal terkena muntahan wanita itu. Aromanya sangat bau, antara bau amis susu, minuman alkohol dan cairan lambung. Satu kata 'Menjijikan' itu yang ada di kepala Danis. "Ma-af ..." Hoek! Kali kedua Zahira muntah di atas rumput, tubuhnya membungkuk, kedua tangannya memegang rambut pendek sebahunya yang terurai. Danis hanya bisa berdiri dengan kesal sambil memijit keningnya. Dia mau marah tapi percuma, jasnya sudah kotor, dengan kasar Danis segera melepasnya. Setelah hampir memuntahkan seluruh isi perutnya, kepala Zahira merasa sedikit ringan. Walaupun rahangnya terasa sakit dan dia masih sedikit pusing. "Tuan Gigolo ... " panggilnya dengan bibir mengerucut. Kali ini Danis menyodorkan air mineral, "Minum ini juga!" titahnya dengan galak. Zahira yang sudah mulai membaik, baru menyadari bahwa dirinya sedang berjalan sambil di peluk oleh pria asing. Namun dia membiarkannya karena kedua kakinya juga terasa lemas. "Tuan Gigolo, kita di mana?" ujarnya lirih. "Kamu sudah sedikit sadar, apa kamu ingin berubah pikiran?" tanya Danis. Dia tidak mau di salahkan jika nanti terjadi hal yang di luar batas. Zahira mendongak, matanya yang indah berkedip. Setelah diam beberapa saat, Zahira membuka mulutnya, "Aku ingin menyewamu bukan karena aku sedang tidak sadar. Aku hanya butuh teman." Wajah Danis yang dingin menatap lamat mata Zahira. Mata yang sangat familiar baginya, namun karena dia amnesia jadi tidak ada yang dia ingat. Dengan nada sedikit menggoda, Danis bertanya, "Jadi lanjut ini? Kamu tidak menyesal?" "Tidak! Lanjutkan saja. Tapi kita pergi ke hotel saja. Tidak usah menyewa apartemen. Uangku tidak cukup," ujar Zahira dengan suara canggung. "Ini tempat tinggalku, kamu tenang saja. Kamu cukup bayar jasaku saja," ujar Danis dengan nada sedikit ramah. "Aku tahu kamu rakyat jelata," lanjutnya. Zahira ingin menangis saat mendengar kata 'Rakyat jelata' tapi untuk beberapa saat dia justru tertawa, "Wah! Hanya Gigolo, tapi bisa punya apartemen mewah. Aku saja tinggal di rumah rusun yang kumuh. Hebat! Kamu Gigolo sukses ternyata!" Entah apa yang terjadi pada diri Danis, dia tidak bisa marah kali ini saat mendengar celotehan wanita itu. Wanita konyol itu benar-benar percaya bahwa dia adalah seorang gigolo. "Naif dan mudah tertipu," batin Danis dengan senyum penuh arti. Ting! Suara lift terbuka, Danis tampak kewalahan, tangan Denis memegang pinggang Zahira dengan erat dan satunya memegang tas dan jas kotor miliknya. Di sebuah mobil hitam yang misterius, ada seorang pria yang sedang mengecek hasil gambar tangkapannya di sebuah kamera digital. Tanpa Danis sadari bahwa ada seseorang yang mengambil fotonya dari luar club sampai ke dalam lobi apartemen. Tanpa izinnya dan pasti ada niat buruk yang akan merugikan dirinya. "Kita lihat saja Danis! Apakah kamu bisa menghadapi skandal ini?!" Pria asing itu mengangkat sudut bibirnya. Setelah sampai di dalam unit apartemen Danis, Zahira duduk di sisi ranjang. "Kamu duduk di sini, aku mau mandi," ujar Danis dengan ketus. Zahira mengangguk dengan patuh, namun matanya mulai terasa berat. Saking ngantuknya, tubuh Zahira jatuh di atas ranjang dengan posisi terlentang dan kaki yang masih menempel di lantai. Matanya yang sayu mulai terpejam. Beberapa saat kemudian, Danis keluar dari kamar mandi. Dia hanya menggunakan handuk di pinggangnya. Langkahnya tertahan saat mata elangnya seperti melihat makanan yang menggiurkan tersaji di atas ranjang. Pria itu hanya berdiri menatap tubuh Zahira yang indah dan terbungkus gaun yang indah juga. Danis berjalan mendekatinya, lalu saat dia berdiri tepat di samping kaki wanita itu. Danis hanya memandangi wanita yang tertidur pulas di ranjangnya. "Cantik, naif dan bodoh!" gumam Danis. Tanpa dia sadari, bibirnya yang tipis mengulas senyum. Lalu merasakan ada reaksi aneh di tubuhnya. Danis segera berpaling saat wajahnya mulai terasa panas, darahnya berdesir dan jantungnya berdebar-debar. Jangkunnya juga naik turun, dia merasakan gairah yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Atau mungkin dia lupa. Maklum amnesia! "Aku harus pakai baju atau aku akan hilang akal!" ujar Danis. Pria itu pergi menuju lemarinya guna berganti pakaian. Saat Danis hendak membuka lemari bajunya, tangannya tertahan di udara saat mendengar suara lembut mengalun. "Kak Emran ... " Wanita itu mengigau, wajahnya tampak kesulitan. Saat Danis mendengar wanita itu mengigau dengan menyebut nama pria lain. Dia merasa sedikit kesal dan agak cemburu. Danis tertawa mencibir, "Apa dia menganggapku sebagai pelampiasan?" Karena tidak terima, Danis melangkah maju ke arah wanita itu. Lalu kemudian dia menyadari sesuatu, "Eh ... emang iya kan?" gumamnya. "Ada apa denganku?" batinnya. Danis merasa frustasi, bebannya kini bertambah. Selain kehilangan sebagian ingatan, dia juga bingung dengan jantungnya yang berdebar pada wanita asing itu. Kecelakan tunggal itu benar-benar merubah hidupnya. Ingatannya hanya sampai usia 20 tahun saja, selebihnya hilang. Di balik semua pikirannya yang berkecambuk, Danis mempunyai ide gila. Apakah ide gila itu? Paginya. Zahira menggeliat, kepalanya terasa pening, tubuhnya sakit semua. Wanita itu langsung bangun dan duduk, dia menguap sambil mengucek-ucek matanya. Setelah nyawanya terkumpul, dia merasakan hal yang aneh. "Aku di mana?" gumamnya sambil melihat ke sekeliling. Ranjang yang empuk dan mewah, kamar yang rapih dan bernuansa klasik. Gaun pesta yang berserakan di lantai plus daleman juga. Ada tissu bekas yang berhambur. Wajah Zahira langsung memucat, "Itu gaunku kan?" tanyanya. Benar saja! Saat Zahira menyibak selimut, tubuh munyilnya polos alias bugil. "Akkkkhhhh!!!" Zahira memekik saat ada noda merah di seprei. "Siapa yang memperkosaku!"Pertanyaan itu cukup membuat Zahira termangu beberapa detik, "Maksudnya?"Wulan mengerutkan bibirnya dan wajahnya berubah murung lalu berkata dengan nada sedih, "Ehhh ... Talitha sangat sibuk, dia tidak pernah di rumah dan tidak pernah mengurus putraku. Jika di rumah dia hanya malas-malasan."Wulan menceritakan kehidupan Emran dan Talitha yang tidak ada hubungan dengan Zahira, membuat gadis itu merasa canggung. Zahira mengusap tengkuknya lalu berkata sambil tersenyum tipis, "Wajar si ... Talitha kan sedang hamil."Melihat ekspresi Zahira yang polos dan tidak terpengaruh membuat Wulan merasa kesal. Wanita paruh baya itu hanya menggertakkan giginya lalu kembali berpura-pura. Wulan kembali menghela nafas dan terlihat tidak berdaya. "Aku juga pernah hamil, tapi aku merasa dia aneh. Dia kadang terlihat dingin dan acuh pada Emran. Aku juga dengar rumor bahwa dia sedang dekat dengan pria lain. Jangan-jangan anak itu bukan milik putraku."Setelah mengatakan hal buruk pada menantunya yang dulu
Melihat Zahira ketakutan, Wulan menggigit bibirnya dengan canggung dan berkata dengan lembut dan hati-hati, "Boleh masuk, Ra? Ada hal yang ingin aku katakan." Zahira tercengang. Apakah matahari terbit dari barat? Kenapa nyonya angkuh seperti Wulan akan bersikap rendah hati seperti ini. Semakin dipikirkan, semakin terasa mustahil. Melihat Wulan begitu sopan, Zahira semakin merasa gelisah. Dia berkedip beberapa kali sambil memegang gagang pintu dengan kuat. Dia masih ingat setiap interaksi bersama Wulan, mereka tidak pernah berakhir menyenangkan. Jadi Zahira harus membuat alasan karena tidak ingin berduaan saja dengan ibu mantan pacarnya yang problematik itu. Setelah menenangkan diri, Zahira berdehem dan mulai merangkai alasan. "Tante, kebetulan tempat tinggalku masih berantakan. Sebentar lagi orang yang akan membereskannya akan segera datang. Bagaimana kalau kita mengobrol di kafe depan?" ujarnya dengan ragu. Jika ada interaksi di antara mereka berdua harus di depan umum agar ti
Karena terlalu hanyut dalam suasana, Danis dan Zahira tidak mendengar ketukan pintu. Mereka masih tenggelam dalam perasaan yang menggebu-gebu.Setelah beberapa ketukan tidak ada respon, Zaidan pun menjadi panik. Dia takut hal buruk terjadi pada adik kesayangannya. Zaidan pun membuat ancang-ancang dan mendobrak pintu dengan tubuhnya yang besar.Brak!!!Zahira dan Danis langsung terperanjat, mata mereka terbelaklak dengan wajah pucat. Saat melihat sosok yang berdiri dengan garang."Zaidan!""Kakak!"Melihat pemandangan yang mengotori matanya, mata Zaidan melotot dan hampir keluar dari tempatnya. Adik kesayangannya yang lugu dan polos sedang bermesraan dengan sahabatnya sendiri tanpa ikatan resmi. Sebagai Kakak dia tidak terima. Suara pria itu pun menggelegar penuh amarah, "Apa-apaan ini!" Zahira langsung mendorong tubuh Danis, dia langsung merapikan jubah mandinya dan duduk bersimpuh di atas ranjang. "Kami ga ngapa-ngapain, Kak!" ujarnya dengan suara bergetar.Danis berdehem dan wajahn
Danis menundukan kepalanya, wajahnya sedikit masam, "Apa?""Eh! Kak Danis ga boleh nyerah dong!" ujarnya sambil mengelus lengan Danis. "Kakak mau tau, kenapa aku ga mau tinggal sama Kak Zaidan?"Danis merangkul Zahira dan menggiringnya ke sisi ranjang. Dia masih menampilkan ekspresi sedih dan putus asa. "Kenapa?" tanya Danis dengan lirih.Mereka berdua duduk di sisi ranjang, Zahira membiarkan Danis merangkul pundaknya. Gadis itu mulai bercerita, "Kak Zaidan itu kan gila. Setiap teman yang manfaatin atau ngebuli aku pasti akan di buat babak belur, bahkan ada yang sampai patah tulang. Apalagi cowok yang dekati aku, habis sama dia. Makanya aku milih kabur dan ngancem ke Kak Zaidan, kalau dia berani ikut campur urusanku, aku tidak mau pulang."Danis tidak peduli, baginya cerita itu tidak lah menyeramkan. Bahkan dia juga seperti itu. Buktinya dia menonjok wajah Zaidan saat dia pikir sahabatnya itu menaruh rasa pada Zahira. Tapi untuk menarik simpati Zahira yang polos itu, dia berpura-pura
Danis mencekal lengan Zahira, nadanya kembali galak, "Ra ... kamu ngusir aku?" Zahira menggigit bibirnya, "Kamar yang satunya tidak pernah aku bersihkan, jadi banyak debu. Kakak pulang saja. Lagian kita cuma pacar bukan suami istri," ujarnya dengan canggung sambil mencoba melepaskan diri. Danis melepas cekalannya, dia duduk di sisi ranjang sambil bersedekap angkuh. Wajahnya terlihat dingin dan menatap Zahira dengan kedua alis menukik tajam. "Dari ekspresimu tadi. Kamu ga serius nerima aku ya? Kamu ga cinta apa sama aku?" tanyanya dengan nada kesal. Zahira menggaruk kepalanya, dia melirik jam dinding. Matahari sudah hampir bangun dari peraduan, tapi dia belum tidur juga. Zahira bahkan belum ganti baju atau menyisir rambutnya. Gadis itu kembali menutup jendela lalu berkata dengan ragu, "Mau jawaban jujur atau bohong?" Wajah Danis langsung berubah masam, "Jujur!" Dengan malu-malu Zahira menyelipkan rambutnya di belakang telinga. "Aku emang belum cinta sama kamu. Hehe." Tawa garing Z
"Emang cuma kamu saja yang boleh marah tanpa alasan. Huh!" ujar Danis sambil tersenyum. Senyuman palsunya terlihat jelek dan membuat Zahira mencebik. Melihat reaksi Zahira, Danis hanya menggelengkan kepala sambil menghisap rokoknya, asap keabuan itu menyeruak. "Kakak sudah tua dan asap rokok tidak baik untuk kesehatan! Kakak ingin cepat mati ya? Bukannya jawab pertanyaanku malah bengong!" Zahira terus mengomel lalu membuka pintu jendela agar asap rokok itu bisa keluar. Karena hari sudah pagi, udara yang masuk sangat dingin. Tubuhnya menggigil, dia ingin berganti baju tapi takut Danis mengambil kesempatan saat dia lengah. Mendengar Zahira terus merepet tanpa henti, Danis yang frustasi berdiri di depan jendela. Kepalanya sedikit menyembul keluar dan menikmati pemandangan kota dengan nanar. Angin yang masuk menyibak rambutnya yang mulai panjang. Karena sering dikatai tua oleh Zahira, Danis memotong rambutnya dengan gaya mulet dan membuatnya semakin tampan dan berkarisma. Apalagi eksp