"Tidak bisakah kamu berdandan sedikit saja? Ingat! Kamu itu istri dari CEO terkenal di kota ini, bagaimana mungkin seorang CEO memiliki istri yang tidak terawat. Mau ditaruh dimana muka saya?" Lelaki itu menarik tangan seorang wanita lusuh didepannya. Ia membawanya ke ruangan dimana satu cermin yang tingginya melebihi tinggi wanita tersebut berada.
Wanita itu bernama Charlotte Jacquenline, lebih sering dipanggil dengan sebutan Quen. Ia adalah lulusan terbaik dari École Études Komersiales, dalam bidang bisnis. Selain itu, ia juga mengikuti kursus menjadi desainer di Charden Cavard dan berhasil merancang satu brandnya sendiri yang ia namai Blyhte Callie Fashion Corps. Keterampilannya dalam berbisnis dan mendesain pakaian memukau banyak orang. Tidak hayal jika di usianya yang ke 21 tahun, ia berhasil membawa brandnya tampil di London Fashion Week edisi musim semi. "Coba lihat dirimu di cermin? Apakah kamu sendiri suka, banyak lemak dimana-dimana, tidak ubahnya seperti ikan buntal, bagaimana saya tidak malu untuk membawa kamu ke pertemuan penting." Ia memutar-mutar tubuh Quen tanpa adanya perlawanan. Quen hanya diam membisu, bagaimana caranya ia merawat diri sedangkan jika suaminya memberi uang, ibu mertuanya langsung mengambil dan menyisakan hanya untuk berbelanja kebutuhan mingguan. Ia terlalu takut untuk melawan perintah ibu mertuanya. "Kenapa hanya diam!? Tidak cukupkah uang yang saya berikan? Baiklah, saya akan menambah uang mingguan kamu. Jika kamu masih seperti ini siap-siap saja!" bentak lelaki itu. Ia adalah Edward Barclay, seorang yang pernah menjadi magang di brand milik Quen yang sekarang menjadi suaminya sekaligus dipercaya sebagai CEO oleh Quen untuk mengatur bisnisnya. Sehingga Quen bisa memfokuskan diri kepada produk-produk yang ditawarkan. Ia percaya bahwa Edward mampu membawa bisnisnya berkembang dengan keterampilannya dalam bidang managemen. "Tidak ... tidak perlu menambahnya, maafkan saya yang ceroboh." Quen merasa takut jika harus berterus terang dengan apa yang terjadi sebenarnya. Edward pergi meninggalkan Quen sendirian dengan kesal. Semasa menjadi magang, ia melihat Quen begitu modis dan selalu memikirkan soal penampilan. Edward hanya tidak habis pikir, kemana ia habiskan semua uang yang diberikan. "Bagaimana mungkin, uang yang seharusnya lebih dari cukup bahkan tidak mampu hanya untuk membeli pakaian?" gerutunya. Tanpa sadar sepasang mata telah memperhatikan gerak-gerik Edward. Seorang perempuan dengan gaun merah menyolok mata mengintip dari balik pintu kamarnya. Berenice Lynne Barclay, seorang janda yang memiliki relasi cukup kuat dalam bidang bisnis di Paris. Ia adalah pemilik dari The Barclay Restourant. Merupakan restoran bergaya Arabia, dengan interior khas. Bahan-bahan yang digunakan dalam menunya pun langsung di impor dari negara tersebut, sehingga menjadikan restoran milik Berenice mendapatkan label michelin bintang dua. Berenice diam-diam masuk ke ruangan dimana Quen sedang memandangi bentuk tubuhnya yang mulai melebar. Ia memegang wajahnya yang jauh tampak lebih tua ketimbang umurnya yang masih 23 tahun. Dari cermin, ia sadar bahwa seorang wanita setengah baya sedang mengintainya dengan tatapan tajam. "Apakah kamu kini sadar bahwa kamu tidak pantas bersanding dengan anak saya. Coba lihat bagaimana dirimu, seorang wanita miskin yang bermimpi menjadi tuan putri. Tidak ada Cinderella di dunia nyata nona, berhentilah berangan-angan. Level kita sungguh berbeda. Jika dari awal kamu tahu dimana tempatmu, hal ini tidak mungkin terjadi." Berenice mendelik dengan tangan bertolak di pinggang. Quen hanya terdiam dan menunduk. Ia tidak akan pernah bisa melawan wanita yang ada di belakangnya. Meskipun ia ingin dan berusaha namun tetap saja, siapa yang akan percaya dengannya yang lebih mirip seperti pembantu ketimbang istri. "Entah ramuan apa yang kamu berikan kepada anak saya sehingga menolak perjodohan yang telah saya atur dengan anak dari pemilik showroom terbesar di kota ini. Tanpa anak saya, apakah brand yang kamu banggakan itu akan menjadi sebesar sekarang? Selain itu, bahkan tidak ada yang bisa dibanggakan lagi." Wanita tua dengan gaya nyentrik itu meninggalkan Quen yang tidak merespon apapun perkataannya. Hal ini justru membuatnya semakin geram dan ingin secepatnya mengusir Quen dari hidup anaknya. Quen memandangi lamat punggung wanita tua tersebut dengan perasaan campur aduk. "Quen, seharusnya kamu melawannya. Sampai kapan kamu menjadi pecundang seperti ini." Ia berkata sambil memukul-mukul bayangannya di cermin. Ia menangis sejadi-jadinya melihat betapa buruknya ia saat ini. Bukannya Berenice selalu berkata padanya bahwa Edward menyukai wanita yang berisi dan terus memaksanya untuk memakan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh. Ia sama sekali tidak bisa menolak meskipun ia ragu. Berkali-kali pun, ia telah membulatkan tekad untuk melawan semua kemauan mertuanya. Namun, ketika berhadapan langsung ia hanya menggidik ketakutan. Semua tekatnya sirna begitu saja. Ia kembali ke kamarnya mengambil handphone dan mengirim pesan singkat kepada sahabatnya. Ia merasa muak dengan dirinya yang takut untuk melindungi dirinya sendiri. Berenice berjalan menuju taman dimana Edward terlihat duduk dikursi berwarna putih sendirian. Ia mempercepat langkahnya dan duduk tepat disebelah Edward yang nampak masih kesal. "Ada apalagi? Tidak bisakah kamu berhenti menuntutnya. Quen telah cukup bekerja keras untuk Blyhte Callie Fashion Corps hingga lupa merawat diri. Apakah itu salah? Maaf karna Mama tidak sengaja mendengarkan pertengkaran kalian. Seharusnya Mama tidak ikut campur. Mama tidak mau Quen membentak Mama lagi seperti tempo hari." Berenice menundukkan kepalanya, terdengar samar-samar suara tangisnya. Edward tidak habis pikir, sekarang istrinya juga telah berani membentak seorang yang paling ia sayangi. Meskipun ia keras kepala dan tidak boleh dibantah namun ia tidak pernah meninggikan suara kepada Mamanya. "Apa? Dia berani memarahi Mama?" Edward terkejut mendengar pernyataan dari Berenice. "Beberapa kali Mama memergokinya bersama penjaga toko bunga di ujung jalan. Mama hanya menasehati agar ia bisa menjadi nama baik keluarga agar tidak ada fitnah. Dia justru malah membentak dan mengancam, jika sampai Mama memberitahumu, dia tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini." Berenice memeluk Edward untuk mendapatkan perlindungan. Edward melenguh kesal. "Tidak akan saya biarkan wanita lusuh itu membentakmu lagi!" Edward mengepalkan tangannya. Kursi menjadi sasaran pukulan kemarahan Edward. Melihat respon Edward, Berenice tersenyum di antara tangis palsunya. Senyuman penuh arti."Makanlah ini." Seorang wanita muda memberikan satu roti kepada remaja yang sedang mengais makanan di tong sampah."Tidak, Mama melarang untuk menerima pemberian dari orang tidak dikenal," ujar remaja. Ia masih tetap fokus kepada tong sampah yang ada di depannya."Kamu menolak makanan bersih dan memakan sampah yang justru tidak tahu siapa yang telah membuangnya. Kamu sungguh aneh," hardik wanita tersebut.Keadaanya keluarganya yang sangat miskin membuat ia sering menahan lapar. Papanya hanyalah seorang pengangguran yang kerjaannya hanya menyiksa mamanya. Ia terpaksa harus bekerja paruh waktu sebagai pengantar koran untuk membantu perekonomian keluarganya."Ta-tapi ... ""Sudah terima saja, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya wanita tersebut dengan senyum tipis."Saya selesai mengantar koran dan merasa lapar. Dari semalam di rumah tidak ada makanan. Tidak ada pilihan lain," ujarnya. Ia membuka dengan cepat bungkus roti yang diberikan."Bagaimana jika kamu bekerja dengan saya? Saya lu
"Apakah ini benar rumah Berenice Barclay?" tanya seorang polisi yang bertugas kepada security yang berada di depan rumah Berenice."Benar, Ada yang bisa saya bantu?"Seorang pria dengan seragam dengan senjata lengkap berhasil membuat security tersebut bergidik takut. Dengan cepat ia berlari ke dalam rumah padahal polisi yang ada di depannya belum sempat menjawab pertanyaan."Nyonya ... Nyonya ada polisi datang mencari," ujarnya dengan napas yang tidak beraturan."Polisi?" tanya Thomas yang sedang meminum kopi di meja tamu bersama dengan Berenice."Benar, Tuan. Apa yang harus saya lakukan?""Biarkan saja masuk!" bentak Thomas.Berenice terlihat pucat begitu mendengar ada polisi yang datang. Berarti susat itu tidak main-main. Ia dengan segera mengkemasi semua berkas-berkas dan menaruhnya kembali ke tempat penyimpanan tersembunyi di bawah keramik.Beberapa polisi muncul di depan pintu. Thomas dengan senyum lebar mempersilakan mereka masuk dan duduk."Tanpa basa-basi, kami ingin menanyaka
"Tuan, laporan terbaru terkait saham Berenice yang mengalami penurunan yang signifikan ditambah beberapa pegawainya melakukan unjuk rasa kenaikan gaji," ucap asisten Vinn."Ini sudah waktunya dia menerima karmanya."Vinn membaca semua data-data informasi yang diberikan mengenai Berenice dengan seksama. Ia mencari cara agar bisa membalikkan keadaan dan menenggelamkan Barclay. Meskipun ini terlalu jahat."Satu informasi penting lagi. Sepertinya Mr. Robert yang juga merupakan salah satu investor dari Tuan Edward merencanakan hal buruk kepada Blhyte Callie. Mr. Robert tidak pernah mau bekerjasama dengan butik kecil tanpa adanya kepentingan besar yang dicari. Sepertinya beliau sengaja menerbangkan Edward lalu mengambul alih semuanya. Saya merasa keanehan ini setelah menemukan beberapa fakta.""Fakta apa saja itu?" Vinn menutup berkas yang ada di meja kerjanya dan justru tertarik dengan perkataan asistennya tersebut.Vinn belum pernah bertemu dengan investor lain dari bisnis yang dijalankan
"Siapa sebenarnya pengirim dari surat-surat ini?" tanya Berenice geram.Kali ini, surat ancaman telah diterima oleh Berenice. Jika ia tidak menyerahkan diri ke polisi, hal buruk akan terjadi selanjutnya."Damien! Kamu saudah tidak ada! Kamu pikir saya takut? Kamu begitu lucu. Jika saya bisa membuatmu ke neraka sebelumnya, sekarang saya juga bisa melakukannya lagi!" Berenice terbahak dalam kamarnya. Pelayannya mendengar namun takut untuk melihat. Mereka merasa bahwa majikannya lama-lama akan kehilangan kewarasannya."Ada apa dengan Nyonya? Saya khawatir jika beliau kenapa-kenapa. Apakah kita perlu untuk menanyakan?" tanya seorang wanita yang tubuhnya kurus."Jika kamu mau dipecat. Silakan saja. Saya mending diam di sini," saut lainnya.Thomas yang baru saja keluar dari kamarnya dibuat heran karna para pelayan berdiri tepat di depan kamar Berenice. Ia dengan segera menghampiri para pelayan tersebut."Ada apa ini? Kenapa kalian malah berdiri di sini?" tanya Thomas."Tuan, maafkan kami.
"Hellena, bisakah engkau menambah beberapa hidangan untuk makan malam nanti?" tanya Quen dengan suara lembutnya."Tentu, Nyonya. Apakah anda akan mengundang seseorang?" selidik Hellena.Emily memoton pembicaraan begitu saja. "Kak Quen ingin mengundang sahabatnya untuk makan bersama. Bukankah sudah lama mereka tidak main ke rumah?""Saya kira anda ... ""Apa? Mengajak lelaki untuk diperkenalkan denganmu?" goda Quen.Pipi tembam Hellena tiba-tiba berubah seperti tomat. Bahkan ia lupa kapan terakhir merasakan yang namanya cinta."Mungkin sudah waktunya untukmu mencari kekasih, Hellena. Bagaimana dengan kencan buta?" tanya Quen dengan raut wajah masih menggoda."Nyonya, apakah mungkin ada lelaki yang bersedia dengan saya yang tidak menarik ini? Badan gemuk, tidak begitu cantik." Hellena menundukkan kepalanya.Ia merasa begitu sedih. Apalagi pekerjaannya hanya seorang asisten rumah tangga. Mana mungkin ada lelaki yang mau hidup bersama dengannya."Apa yang kamu katanya? Kamu cantik, hanya
"Kak Quen ... apa yang kakak pikirkan?" tanya Emily.Quen terlihat begitu tidak fokus dalam mengerjakan rancangan terakhirnya. Ia teringat akan perkataan Jeanne soal balas dendam. Apakah sekarang ini adalah ulahnya."Tidak, tidak ada.""Kakak tidak perlu berbohong. Pasti sekarang sedang memikirkan soal Edward, benar?" desak Emily."Tidak seluruhnya benar. Hanya saja, saya memikirkan soal salah satu teman saya, mantan istri Edward juga. Cuma, saya merasa dia tidak akan seberani itu untuk melakukan tindakan pengancaman. Terlebih kepada Berenice juga."Kembali terngiang saat Vinn menceritakan semua isi surat yang ditujukan kepada Edward. Sangat mustahil jika Jeanne mengetahui dengan detail kejadian-kejadian yang dialami oleh orang tua kandung Edward."Tapi ini sungguh aneh, jika bukan saksi mata, mata mungkin seseorang bisa menceritakan sesuatu dengan detail. Tapi saya setuju dengan keputusan Kak Vinn untuk mundur. Lagian yang kita butuhkan hanyalah saham dari Blhyte Callie dan sekarang