Makasih sudah sabar menanti kelanjutan kisah Andini dan support kalian untuk kisah ini. Season ke dua kisah cinta Naura. Namun kisah Andini tetap diceritakan seperti biasa. Spill sedikit, dr Naura adalah putri dr Neng Mas yang bungsu. Novel ke dua orang tuanya ada di kisah Novel Dinodai Sebelum Malam Pertama.
Suara pintu apartemen mengayun pelan. Dewa masuk dengan langkah gontai, lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa seperti sekarung beras dilempar ke lantai.“Huufff…”desahnya panjang. Benar-benar hari yang melelahkan.Ia membuka kemeja satu per satu dengan gerakan lambat, membiarkannya terlepas dan menggantung di sandaran kursi. Sorot matanya kosong. Bukan karena lelah fisik—tapi mental yang digerus rasa kecewa.Jempolnya menyentuh ponsel. Panggilan video call muncul dari layar ponselnya.Butuh beberapa detik sebelum wajah itu muncul di layar. Wajah yang jadi satu-satunya alasan senyum Dewa saat ini.Andini tampak sedang duduk di ruang tengah, mengenakan hoodie miliknya yang entah kenapa masih bisa terlihat lucu di wajahnya. Menggemaskan.[Om, baru pulang kerja ya?] sapa Andini lembut. [Hmm…Baru buka pintu. Dan... rasanya sepi banget.] Dewa mendongak, matanya lelah.Andini tersenyum kecil. [Pulang ke apartemen ya? Katanya mau tinggal di rumah Ayah dan Ibu,]Deg, Dewa sedikit tersentak. Ia lup
Di meja makan kecil yang berada dekat dapur berbentuk mini bar, dua mug cokelat hangat mengepul, ditemani sepiring roti panggang dan potongan buah.Naura menarik selimut tipis ke atas lututnya dan bersandar ke kepala kursi. “Aduh, Din... akhirnya malam ini juga ya, aku harus pamit.”Beberapa hari menjelang akhir magang di sana, Naura akan pulang ke Indo. Tentu saja, ia akan melanjutkan KOAS di Indo. Andini menoleh dari dapur, meletakkan sisa sendok di wastafel, lalu menghampiri sahabatnya dengan wajah tak rela. “Cepet banget, Nana. Baru juga ngerasain ada temen sekamar yang nggak ngorok.”Naura mendengus pelan. “Kamu nyindir aku?”“Siapa lagi? Walau ngoroknya manis sih... kalau pas habis mandi dan pakai minyak kayu putih,” Andini nyengir geli, lalu duduk di sebelahnya.Naura memicingkan matanya, “emang suamimu gak ngorok ya?”Andini menahan senyum. “Enggak! Om Dewa tidur kayak bayi. Tenang banget,”Naura manggut-manggut. “Fiks lah suami idaman,”Andini mengerlingkan matanya, menggoda
“Freya?” gumam Dewa, hampir tak percaya.Freya terkejut sejenak. Tapi kemudian tersenyum tenang. “Hai, Mas Dewa.”Dewa langsung menatap ibunya. “Bu, kenapa dia... tinggal di sini?”Ratih mengangkat alis, berusaha terlihat santai. “Freya sedang butuh tempat tinggal sementara. Kami ada kerjasama. Ibu tawarin tinggal di sini dulu, sambil nunggu selesai.”“Maksud Ibu, masak nggak bisa tinggal di hotel?” nada suara Dewa naik satu oktaf. Sisi lain, Freya hanya bisa menelan saliva mendengar perkataan Dewa yang terasa menusuk jantungnya. Mengapa pria itu bahkan tidak ingin melihatnya?Ratih menghela napas. “Kamu kan tahu, keluarga kita udah lama kenal. Freya juga anak baik. Gak ada yang salah…”“Salah, Bu. Saya udah nikah. Dan ini... sangat tidak pantas.” Dewa menarik nafas dalam. Ini tidak masuk akal! Bisa-bisanya sang ibu melakukan tindakan bodoh itu. Freya mendekat, mencoba meredakan ketegangan kendati hatinya terasa pahit mendengar setiap kata yang lolos dari bibir Dewa. “Aku gak ada nia
Di depan sebuah rumah bergaya kontemporer yang tampak tenang dari luar, suara langkah kaki berhenti tepat di depan pintu.Tok. Tok.Pintu dibuka pelan. Amanda berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. Tumben, pria itu datang ke sana. Pasti ada sesuatu yang penting.“Om Dewa?” imbuh Amanda dengan senyum kecil.Dewa menatapnya tajam. “Kita perlu bicara.”Amanda mencoba tersenyum, tapi senyumnya hambar. “Masuk aja, Om. Mau teh? Kopi?”Dewa melangkah masuk tanpa menjawab tawaran itu. Ia langsung duduk di ruang tamu, pandangannya dingin. Amanda menutup pintu, lalu duduk dengan tubuh agak kaku di hadapannya.“Ada apa, Om?” tanyanya dengan suara dibuat tenang, meskipun jelas ada gelisah di sorot matanya. Tanpa tedeng aling-aling Dewa mengunjungi rumah kakaknya saat jam kerja. Terdengar aneh bukan!“Mama dan Papa masih di kantor,” katanya sembari mengusap perutnya yang mulai buncit. Sial, tubuhnya gemetar melihat ekspresi yang tampak dari pria dingin di depannya. Dewa membuka percakapan
Langkah kaki Amira terdengar ringan menyusuri anak tangga menuju kamar Dewa. Ia mengira jika Dewa menginap di kediaman Hadinata. Sudah lama ia tidak bersua dengannya. Begitu sampai di depan pintu kamar, Amira mendesah pelan. “Belum pulang, mungkin,” gumamnya pelan. Amira tiba di kediaman Hadinata malam. Alhasil, ia tidak bertanya pada penghuni keluarga Hadinata tentang kepulangan Dewa.Namun saat hendak berbalik, matanya terpaku pada gagang pintu. Pintu itu tidak terkunci.Alis Amira langsung berkerut. Ia menoleh kanan-kiri, sedikit ragu, lalu mendorong pintu perlahan. Terlihat aneh, kenapa Dewa tidak mengunci pintu kamarnya? Klik.“Masuk, ah. Siapa tahu lupa dikunci,” katanya, lebih untuk menenangkan diri.Begitu pintu terbuka penuh, udara kamar menyambutnya dengan keheningan yang tidak biasa. Tidak ada suara televisi, tidak ada suara keran air. Tapi ada sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang.Hanya ada … perasaan tak nyaman menyelinap diam-diam.Kamar Dewa... terbuka.Amira
Naura hampir jatuh saat menekan tombol lift dengan panik, masih syok dengan suara yang barusan ia dengar dari kamar Andini.“Ya ampun… itu bukan suara AC kan? Bukan suara TV juga... OH PLEASE!” gumamnya sendiri sambil memegangi dada, mencoba menenangkan napas. “Itu suara desahan!!” Ia meringis merasa indra pendengarannya telah ternoda.Begitu pintu lift terbuka, ia langsung melangkah masuk dan memencet tombol B2—basement. Tak ada niat ke sana sebenarnya, tapi daripada menunggu lift ke lantai dasar terlalu lama dan berisiko ketemu siapa pun, lebih baik sembunyi dulu di basement. Toh, dari sana bisa naik taksi online juga.Lift meluncur turun dengan bunyi berdenting lembut. Tapi begitu pintu terbuka, Naura disambut cahaya remang dan hawa dingin khas basement parkiran yang sepi.Hanya suara dengung mesin dan kadang gemericik air dari pipa. Terlihat menyeramkan. Tapi … baginya dompet yang kerontang lebih menyeramkan.Naura melangkah pelan, merapatkan jaketnya. Tapi kemudian—matanya menan