“Hey, Andri! Kenapa kamu diam saja? Cepat jelaskan, jangan takut sama istrimu. Kamu itu laki-laki, jangan mau diinjak-injak oleh wanita parasit yang bisanya menumpang hidup, tapi mengaku-ngaku menjadi pemilik semuanya. Sudah, ceraikan saja istrimu!” Suara bariton Bapak terdengar memenuhi ruangan, sembari menatap putranya yang sedari tadi hanya diam, tak mampu membela diri.
Semua mata menyorot tajam ke arah Andri, ibu bahkan mendekati Andri dan mengguncang tubuh Andri, yang menurutnya sangat bodoh jika mempertahankan Rika. Andri diam bergeming, mulutnya terasa terkunci. Semua menekannya untuk menceraikan Rika, tapi Andri tidak mau menceraikannya. Itu semua karena Andri tahu, Rika adalah mesin ATM untuknya.
“Lihat, Mas! Semuanya menginginkan agar kamu menceraikan aku. Jadi ceraikan aku, Mas!” pinta Rika lantang dengan tatapan mengejek.
Kini, Rika menyadari kalau suaminya mempertahankan dia hanya karena kemampuannya dalam mencari uang. Bukan karena cinta dan ingin hidup bersama seperti yang diungkapkannya semula. Rika sudah lelah, dengan semua perlakuan keluarga Andri yang menganggapnya tak berharga. Dia ingin keluarga Andri dan Riana tahu, kalau penghasilannya lebih besar dari Andri.
“Andri! Katakan, apa maksud istrimu sebenarnya? Bapak benar-benar tidak mengerti!” bentak bapak dengan suara menggelegar.
Bapak mengalihkan pandangan menatap Andri tajam. Tubuh Andri gemetar, wajahnya tampak pucat pasi. Dia terpaksa harus menceritakan tentang kondisi keuangan keluarganya, dan dari mana sumber pendapatan keluarganya tersebut. Hingga dia bisa membeli rumah dan mobil, juga kehidupan yang baik. Apalagi, Andri juga dengan bangga sering memberi uang pada ibunya.
“Be-begini, Pak. Sebenarnya Rika bekerja di rumah, sebagai penulis novel online yang sudah kontrak dengan beberapa perusahaan. Penghasilan Rika, jutaan setiap bulannya. Oleh sebab itu, kami bisa membeli rumah dan mobil. Gajiku tiap bulan aku berikan kepada ibu dan bapak yang aku kirimkan setiap bulannya dan itu atas ijin Rika,” ungkap Andri terbata seraya menundukkan kepalanya.
Mata ibu dan bapak terbelalak mendengar ucapan Andri. Mereka mengalihkan pandangan kepada Rika, mulut ibu menganga lebar merasa tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya. Wanita yang selalu dihinanya, ternyata mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk menghasilkan uang. Hembusan nafas keluar dari mulut bapak berkali-kali.
“Ini benar-benar memalukan! Jadi, selama ini kamu membohongi kami?!” teriak bapak mertua menatap Andri dengan mata membesar penuh kemarahan.
Tiba-tiba, suara ketukan pelan terdengar dari pintu depan. Mereka semua terkejut. Rika memandang ke arah pintu, dan melangkah untuk membukanya. Di luar, seorang pria dengan tegas memperkenalkan diri.
"Selamat sore, saya Rico, pengacara dari firma hukum Simmons & Associates. Saya diundang untuk bertemu Ibu Rika.”
“Oh, iya. Pak Simmon sudah mengatakan kalau Bapak akan datang. Mari, silahkan. Kebetulan suami dan keluarganya ada di sini,” sahut Rika dengan senyuman tipis. Rika kembali ke ruang keluarga, diikuti oleh pengacara tersebut. Seluruh orang yang ada di sana menatapnya bingung.
"Kenalkan, ini Pengacara Rico. Aku akan memakai jasanya untuk membelaku dalam proses perceraian. Jika, Mas Andri ngotot nggak mau cerai.” Rika berkata dengan tegas dan lantang. Orang tua Andri saling bertatapan dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Terima kasih. Saya telah melakukan investigasi tambahan mengenai kasus ini, dan saya memiliki beberapa bukti yang mungkin penting untuk kita pertimbangkan."
"Aku nggak mau bercerai!" teriak Andri tiba-tiba. Semua mata menyorot Andri. "Pak Andri, saya memahami keinginan Anda. Namun, terkadang masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan cara yang diinginkan oleh satu pihak saja. Bu Rika akan menggunakan bantuan hukum untuk melindungi kepentingannya," sahut Michael Orang tua Andri terlihat terkejut mendengar ini.
"Saya juga memiliki bukti yang menunjukkan perselingkuhan yang dilakukan oleh Pak Andri. Jika kasus ini berlanjut ke pengadilan, bukti ini akan menjadi bagian dari pertimbangan hukum," tutur pengacara. Andri terdiam, wajahnya pucat. Dia tidak bisa menyangkal fakta yang disampaikan pengacara.
Orang tua Andri saling bertatapan, ekspresi ketakutan dan kekhawatiran terpancar dari wajah mereka.
"Bapak, Ibu, aku nggak mau memperpanjang masalah, kalau Mas Andri mau bercerai dengan baik-baik.”
Hembusan nafas keluar dari mulut bapak. “Andri, kabulkan saja permintaan cerai istrimu,” ucap bapak tegas tampak kecewa. “Tapi, Pak—“ Andri tidak melanjutkan ucapannya, tatkala melihat kemarahan di sorot mata bapak. “Cukup Andri!” potong bapak menajamkan tatapannya. Andri diam menarik nafas dalam-dalam.
“Semua orang akan menyorot ke masalahku, Pak. Teman-teman semuanya pasti menyalahkanku dan menghujatku, bagaimana jika nanti aku sampai dipecat?” keluh Andri menatap bapak.
Rika mengalihkan pandangan menatap Andri tajam. Dia tidak menyangka pernah mencintai laki-laki pengecut seperti Andri. “Seharusnya kamu berpikir dulu, Mas. Sebelum melakukan perselingkuhan, tentang konsekuensi yang akan kamu terima nantinya,” batin Rika.
Hembusan nafas kasar keluar dari mulut bapak. “Soal nama baikmu, itu urusan bapak. Kalian katakan saja punya masalah dalam pernikahan, baru kemudian nikahi Riana,” sahut bapak datar dengan suara lemah.
Bapak mengalihkan pandangan pada Rika seraya berkata “Bapak juga minta pengertian kamu, Rika. Bapak harap kamu nggak menyebarkan kebenaran, Andri menghamili Riana. Karena jabatannya sebagai pegawai terancam, bapak mohon padamu,” pinta bapak lirih. “Iya, Pak. Aku mengerti,” sahut Rika, kemarahannya memadam melihat kekecewaan dan kekhawatiran di mata bapak.
“Ya, sudah. Andri dan Riana setelah menikah tinggallah bersama di rumah kami dulu, sebelum kalian memiliki rumah. Biarkan wanita yang tidak tahu diri ini tinggal sendirian!” sela ibu ketus, menatap Rika penuh kebencian.
“Sudahlah, ayo kita pulang. Biarkan saja si Rika ini sendirian, mentang-mentang bisa cari uang sudah bisa sombong, nggak bisa memaafkan suami dan menerima kesalahannya. Sekarang malah minta cerai!” gerutu ibu dengan tatapan sinis.
Rika hanya diam, mungkin hati ibu dan bapak mertuanya sangat kecewa dengan kenyataan yang terjadi. Dan dia tidak mau menambah kekecewaannya dengan mengatakan kata-kata yang menyakiti mereka. Meski mereka sudah seringkali menghinanya, tetapi tetap saja mereka adalah orang tua.
“Jadi, sudah tidak akan ada lagi perdebatan. Besok klien saya akan mengajukan tuntutan cerai. Saya berharap Pak Andri, bisa bekerja sama dan menerima agar perkara cepat selesai dan bisa bercerai baik-baik,” ucap pengacara tegas.
“Iya, Pak. Saya mengerti. Saya akan langsung menyetujuinya, saat surat itu datang. Bapak nggak perlu khawatir,” sahut Andri tegas. Meski dalam hati Andri merasa rugi melepas Rika yang telah sukses. Namun, harga dirinya sebagai lelaki tidak mengijinkannya memohon.
“Aku harap kamu tidak menyesal dengan keputusanmu, Rika! Ayo, Riana. Aku akan mengantarkanmu pulang, setelah urusanku dengan Rika selesai. Kita akan menikah dan hidup bahagia.” Andri tersenyum mengejek ke arah Rika. Ibu dan bapak sudah melangkah keluar dari rumah baru diikuti Andri dan Riana.
Terdengar suara langkah kaki yang makin lama makin mendekat. Semua menatap ke ambang pintu, melihat siapa yang datang."Riana!" teriak Nia. Riana yang berdiri di ambang pintu menatap ke arah Raisa dan Maharani bergantian. "Aduh maaf aku datang ke sini nggak bilang-bilang Ibu, ternyata Ibu sedang ada tamu. Aku menunggu di dalam saja ya, " ujar Riana sambil tersenyum."Eh nggak apa-apa, ayo sini masuk. Ibu Maharani, kenalkan ini menantu saya Riana namanya. Dia baru menikah dengan Andri, satu bulan yang lalu." Nia memperkenalkan Riana kepada Maharani, dengan harapan akan mendukung ceritanya tentang kejelekan Rika. Raisa tersenyum menyeringai melihat sandiwara yang sudah diaturnya berhasil. Raisa memang sengaja menyuruh Nia untuk memperlengkap cerita, menjelekkan Rika dengan kedatangan Riana.Riana menghampiri Maharani dan Raisa sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. Maharani berdiri dan menyambut uluran tangan dari Riana sambil memperkenalkan diri. "Riana sini duduklah dekat ibu." N
Keesokan paginya, sinar matahari mulai menerangi rumah mewah keluarga Mahendra. Nyonya Maharani duduk di meja makan, menikmati secangkir the setelah mereka sarapan bersama. "Sudah siap berangkat, Satya dan Papa?" tanya Nyonya Maharani, senyum tipis terukir di bibirnya.Satya mengangguk, "Ya, Ma. Aku akan berangkat sekarang. Sampai nanti." Satya mencium Dinda yang masih duduk di meja makan. Hari itu Satya dan Richard memang ada meeting pagi hari, jadi dia tidak mau terlambat karena terjebak kemacetan jalanan.Dengan senyum hangat, Nyonya Maharani melambaikan tangan pada Satya dan suaminya yang melangkah keluar rumah. Dinda pun berpamitan untuk berangkat ke sekolah.“Oma, aku juga berangkat sekolah dulu, ya,” ujar Dinda sambil menggendong tas sekolahnya. Rika membantu Dinda membetulkan tasnya dan melangkah keluar rumah bersama Dinda, karena hari itu Rika ada perlu bertemu orang penerbitan.“Iya, hati-hatilah.” Maharani tersenyum melepas kepergian cucunya. Begitu mereka pergi dan tak te
“Nggak, Sayang. Papamu nggak tahu, kalau Tante datang. Tante sengaja nggak memberitahunya karena Tante datang untuk menyapa Oma dan Opamu,” sahut Raisa lembut. Dinda mengernyitkan keningnya.“Bukankah, papaku nggak suka kalau Tante datang ke sini? Lalu, kenapa masih datang?” Dinda menajamkan tatapannya. Mendengar ucapan Dinda membuat Raisa kesal, namun terlihat jelas dia berusaha menguasai amarahnya.“Dinda, Sayang. Mungkin Tante Raisa ingin menyapa Oma, bukan bertemu papamu,” bela Maharani tidak mau suasana semakin memanas. Meski dia juga tidak suka Raisa datang, namun Maharani tidak mau kalau cucunya berkata tidak sopan. Dinda tertunduk merasa bersalah akan teguran omanya.“Baiklah, silahkan lanjutkan ngobrolnya. Aku juga mau kerjakan PR sekolahku bersama Tante Rika.” Dinda menatap Raisa kesal, lalu pergi menuju kamarnya.“Hemm, sepertinya Dinda tidak menyukaimu,” desis Maharani tajam. Raisa memaksakan senyumannya. “Iya, itu pasti karena hasutan Rika,” tuduhnya dengan tatapan sinis.
“Halo, apa kabar, Tante?” sapanya ramah, dengan senyuman mengembang. "Raisa," ucapnya pelan, suaranya tersirat dengan rasa takut dan kekecewaan. Raisa tersenyum lembut, seperti biasa, seakan dia tidak membawa beban masa lalu yang rumit."Hai, Tante Maharani. Maaf datang tanpa pemberitahuan sebelumnya," katanya sopan sambil tersenyum menatap Maharani. Maharani hanya mengangguk pelan, dia mencoba menahan kecanggungan yang melanda hatinya. Kekesalannya pada Raisa akan kejadian masa lalu, muncul kembali."Nggak masalah. Silakan duduk," ucapnya singkat, mencoba menunjukkan kesopanan meski hatinya terusik oleh kehadiran Raisa. Dia ingat siapa Raisa, wanita yang pernah menolak Satya ketika Satya ingin menikahinya. Padahal saat itu mereka menjalin hubungan.Raisa duduk di hadapannya, menatap Maharani dengan penuh pengertian. "Terima kasih, Tante," ucapnya. "Aku tahu kehadiranku mungkin mengejutkan Tante. Tapi aku ingin bicara tentang Satya." Raisa berkata lantang.Maharani menegangkan dirinya
“Iya, Oma udah ketemu dengannya. Apakah dia benar-benar baik padamu, Sayang?” tanya oma penuh penekanan seakan ingin meyakinkan dirinya. "Iya, Oma. Tante Rika sangat membantu Dinda dalam tugas-tugas sekolah dan selalu mengawasiku," ungkap Dinda dengan bangga.Oma tersenyum lega. "Itu bagus. Oma senang kalau tante Rika selalu baik padamu." Namun, tatapan Oma tiba-tiba berubah menjadi serius. "Tapi, Dinda, apakah kamu tahu kalau tante Rika itu akan menjadi calon Mama Dinda?"Dinda terkejut mendengarnya. "Eh, Oma udah tahu?" Oma mengangguk perlahan. "Iya, Sayang. Papamu memberitahu kalau dia mencintai Rika. Dia ingin menikahinya."Dinda terdiam sejenak, kemudian, dia tersenyum cerah. "Dinda tahu, Oma. Bahkan, Dinda yang meminta Papa untuk menikah dengan tante Rika." Oma mengernyitkan keningnya terkejut mendengarnya. "Oh, benarkah? Kenapa, Sayang?""Dinda sangat menyayangi tante Rika, Oma. Dia selalu baik padaku dan selalu ada untukku. Dinda ingin tante Rika menjadi bagian dari keluarga k
"Kamu tahu, Satya, asal-usul Rika nggak jelas. Kita juga nggak tahu apakah dia benar-benar wanita yang baik-baik. Papa hanya ingin yang terbaik untukmu dan Dinda," ucap Richard dengan tatapan tajam. "Aku paham, Pap. Tapi aku yakin, Papa pasti sudah menyelidiki Rika, bukan?" Satya menekankan ucapannya. Papanya mengangguk pelan, "Tentu saja. Tapi itu bukanlah jaminan. Papa belum tahu siapa orang tuanya." "Bagiku, yang terpenting bukanlah dari mana asal Rika. Bagiku, yang penting adalah Rika mencintai dan menyayangi Dinda dengan tulus. Dan yang tak kalah pentingnya, aku mencintainya," ujar Satya dengan tegas. “Lalu, bagaimana jika suatu saat keluarganya muncul? Bagaimana kalau dia terlahir dari orang tua yang berbuat kriminal? Bukankah itu akan jadi masalah buat kita? Kamu harus berpikir jauh ke depan Satya!” bentak Richard mengingatkan. Satya tersenyum lembut, "Untukku, siapa pun orang tua Rika bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah aku akan menjalani hidup bersamanya. Aku p